Menara London yang menjulang tepi di Sungai Thames, merupakan sebuah desa kecil di dalam tembok-tembok yang tidak bisa ditembus. Tempat itu pernah menjadi istana, benteng, dan yang lebih mengerikan - penjara. Di sini, John Gerard, seorang pastor Jesuit muda, pernah ditahan karena imannya semasa pemerintahan Ratu Elisabeth I.
Setelah tiga tahun Gerard ditahan di penjara Clink, ia dipindah ke Menara London. Di salah satu bangunan dalam Menara London yang bernama Menara Putih, Gerard ditahan.
Menara Putih berbentuk kubah yang dalam, tanpa pintu dan jendela. Di sini, dalam kelap-kelip cahaya obor, Gerard digantung di tangannya selama berjam-jam, hari demi hari. Lengannya bengkak, seluruh tubuhnya sakit. Tangannya rusak, sampai ia tak bisa makan sendiri.
Kemudian siksaan dihentikan. Pastor Gerard mulai melatih jari-jarinya. Setelah tiga minggu, ia bisa makan sendiri. Segera saja ia minta dibawakan tusuk gigi dan jeruk.
Tusuk gigi menjadi pena dan air jeruk menjadi tinta yang hanya terlihat bila dipanaskan. Gerard mulai membuat rencana meloloskan diri dengan menyelundupkan pesan-pesannya yang tidak terlihat kepada teman-temannya.
Tanggal 5 Oktober 1597, Gerard memanjat kubah ke atapnya. Dengan tali tambang yang diselundupkan, ia meluncur menuruni kubah. Teman-temannya segera membawanya ke tempat persembunyian di luar London.
Ia meloloskan diri ke Italia dan bekerja di Roma sampai wafat di usia 73 tahun. Namanya dikenal sebagai salah satu dari sejumlah kecil orang yang berhasil lolos dari Menara London.
Anda dan saya mungkin memiliki sumber-sumber yang sangat terbatas: mungkin hanya tusuk gigi dan air jeruk, mungkin hanya lima batu kali, mungkin hanya bekal makan siang sederhana berisi lima roti dan dua ikan. Tetapi, janganlah mengecilkan kecerdikan yang diberikan Tuhan, kekuatan hati yang penuh tekat, dan bantuan dari Atas.
(Dari: Buku Real Stories for the Soul jilid ke-2, karya Robert J. Morgan. Penerbit Gospel Press, 2003)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar