Segala yang aku ketahui tentang cara berjualan aku pelajari dari ayahku Walt. Umurku saat itu 12 tahun. Suatu sore di toko mebelnya di Michigan, ketika aku sedang menyapu lantai, seorang wanita paruh baya masuk ke toko.
"Anak muda, saya membeli sebuah sofa di toko ini, sekarang kakinya lepas. Kapan kalian dapat membetulkannya?" tanya wanita itu.
"Kapan Anda membelinya, Nyonya?"
"Sekitar sepuluh tahun lalu."
Kukatakan kepada ayah, wanita itu mengira kami akan memperbaiki sofa tuanya secara gratis. Ayah mengatakan agar aku memberitahu wanita tersebut bahwa kami akan datang siang itu juga.
Kami datang ke rumah wanita itu. Setelah menyekrupkan kaki yang baru ke sofanya, kami pulang. Dalam perjalanan ayah bertanya, "Apa yang sedang kau pikirkan, nak?"
"Ayah kan tahu, aku ingin kuliah. Kalau kita selalu berkeliling memperbaiki sofa-sofa tua secara gratis, lama-kelamaan kita bisa bangkrut," ujarku.
"Kau kuajak karena kau memang perlu belajar melakukan pekerjaan perbaikan. Selain itu, hal paling penting lepas dari perhatianmu. Kau tidak melihat merek toko ketika kita membalikkan sofa tadi. Wanita itu membelinya di toko Sears," tutur ayah.
"Kita mengerjakan perbaikan tadi secara gratis, padahal wanita itu bukan pelanggan kita?" tanyaku. Sambil menatapku, ayah berkata, "Sekarang ia menjadi pelanggan kita."
Dua hari kemudian, wanita itu datang lagi ke toko ayah dan membeli beberapa mebel baru seharga beberapa ribu dolar. Sejak hari itu, sudah 30 tahun lamanya aku bekerja sebagai salesman. Aku selalu mencapai nilai keberhasilan transaksi tertinggi di setiap perusahaan yang aku wakili, karena aku tidak pernah meremehkan orang lain. (Michael T. Burcon)
(Dari: Buku Chicken Soup for the Soul, karya Jack Canfield, Mark Victor Hansen, Barry Spilchuk. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, 2000)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar