Cari Blog Ini

Senin, 26 Desember 2016

Tidur Ketika Angin Bertiup

Seorang pemuda menanggapi iklan lowongan kerja di sebuah usaha pertanian. Ia menceritakan pengalaman kerja sebelumnya kepada pemilik pertanian, lalu menambahkan, "Saya bisa tidur ketika angin bertiup." Pernyataan itu membingungkan si petani, tetapi karena ia butuh bantuan, ia mempekerjakan pemuda tersebut.

Selama beberapa bulan pemuda itu mengerjakan dengan baik semua tugas yang diberikan kepadanya. Petani merasa puas. 

Suatu malam, angin badai luar biasa besar bertiup dari barat melintasi daratan itu. Jam dua dini hari, petani bangun lalu mengenakan pakaian, dan berlari keluar. Ia ingin menyelamatkan apa saja yang perlu diselamatkan.

Ia memeriksa gudang. Pintu dan jendela-jendela tertutup rapat, hewan-hewan terikat baik di kandang mereka. Kemudian, si petani memeriksa penampungan air, pompa, mesin, truk, dan garasi. Semua aman.

Petani tetap gelisah dan berlari ke sana-kemari. Ia yakin sesuatu pasti ada yang terlepas, terbuka, atau tertiup badai. Tetapi, segala sesuatu aman di tempat masing-masing. 

Kemudian, petani pergi ke rumah tingkat untuk mengucapkan terima kasih kepada pekerjanya itu. Ia menemukan sang pekerja tidur dengan lelap. Teringatlah petani akan pernyataan yang pernah dikatakan pemuda itu, "Saya bisa tidur ketika angin bertiup."

Petani tersenyum. Pemuda itu telah mengerjakan segala sesuatu yang menjadi tanggung jawabnya dengan baik, sehingga ia dapat tetap tidur ketika angin bertiup. 

(Dari: Buku Rangkaian Kisah Bermakna jilid 5 - 100 Cerita Bijak, karya Brian Cavanaugh, T.O.R. Penerbit Obor, 2002)   

Senin, 19 Desember 2016

Kepekaan Rasa

The principle of compassion lies at the heart of all religious, ethical and spiritual traditions, calling us always to treat all others as we wish to treated ourselves. (From Charter for Compassion)

Prinsip kepekaan rasa merupakan fondasi ajaran semua agama, etika, dan tradisi spiritual, yang memanggil kita untuk selalu memperlakukan orang lain seperti kita sendiri ingin diperlakukan.

Wisdom:

Terlepas dari apa pun agama atau kepercayaan yang kita anut, seperti apa pun bentuk tradisi dan budaya spiritual yang dijalani, setiap manusia memiliki persamaan mendasar, yakni kepekaan rasa.

Semua agama didasari prinsip kasih sayang dan kepedulian terhadap sesama. Setiap ajaran spiritual pun demikian, didasari prinsip mengasihi untuk mencapai suatu tingkat, yakni kebahagiaan dan kedamaian. Karena pada dasarnya setiap manusia memiliki hati dan jiwa yang sangat murni.  

(Dari: Buku Timeless Wisdom for Mother, karya Lita Ariani S. Penerbit PT Elex Media Komputindo, 2012)

Selasa, 13 Desember 2016

"Pendebat" vs "Pencekik"

Ada sekelompok anak muda yang cerdas di sebuah universitas di daerah barat. Mereka punya bakat sastra yang menakjubkan. Agaknya mereka bakal jadi penyair dan novelis.

Anak-anak muda ini bertemu secara teratur untuk membaca dan mengritik karya-karya mereka satu sama lain. Mereka benar-benar mengritik sampai membedah ungkapan terkecil menjadi ratusan penggalan.

Dalam mengritik mereka sangat dingin dan kasar. Tetapi mereka melakukannya demi menggali karya sastra terbaik. Orang-orang yang tidak termasuk kelompok itu menyebut mereka "pencekik."

Karena tak mau kalah, beberapa perempuan berbakat sastra dari universitas yang sama membuat kelompok mirip dengan "pencekik." Mereka menyebut diri sebagai "pendebat." Mereka membaca karya-karya mereka, tetapi ada perbedaan dalam memberi tanggapan.

Kelompok "pendebat" lebih halus dalam menyampaikan kritik, lebih positif dan mendorong; bahkan, kadang tak ada kritik sama sekali. Setiap usaha paling kecil pun, dipuji dan disemangati.

Dua puluh tahun kemudian, pengurus alumni universitas itu membuat sebuah studi lengkap tentang karier para alumninya. Ternyata, ada perbedaan besar dalam karya literatur yang dihasilkan kelompok "pencekik" dengan "pendebat."

Dari semua anak muda yang cerdas dan berbakat dalam kelompok "pencekik," tak satu pun menghasilkan karya literatur yang berarti. Sementara dari kelompok "pendebat" muncul enam atau lebih penulis yang berhasil. 

Bakat anak-anak muda di kedua kelompok itu mungkin sama. Tingkat pendidikan mereka juga tidak banyak berbeda. Namun, "pencekik" mematikan, sedangkan "pendebat" terpanggil untuk memberi dorongan satu sama lain. (Ted Engstrom)

(Dari: Buku Rangkaian Kisah Bermakna jilid 5 - 100 Cerita Bijak, karya Brian Cavanaugh, T.O.R. Penerbit Obor, 2002)    

Kamis, 01 Desember 2016

Kehidupan yang Bermakna


 If you are not doing something with your life, then it doesn't matter how long you live. If you are doing something with your life, then it doesn't matter how short your life may be. A life is not measured by years lived, but by its usefulness. If you are giving, loving, serving, helping, encouraging, and adding value to others, then you are living a life that counts!  (John C. Maxwell)


Jika kita tidak melakukan sesuatu (yang bermanfaat) dalam hidup kita, tidak jadi masalah berapa lama kita hidup. Namun, jika kita melakukan sesuatu (yang bermanfaat) dalam hidup kita, tidak jadi masalah betapa pun singkat hidup kita. Kehidupan tidak diukur dari berapa lama kita hidup, melainkan dari kemanfaatannya. Jika Anda memberi, mencintai, melayani, menolong, membesarkan hati, dan menghargai orang lain, maka Anda memiliki kehidupan yang bermakna! 

(Dari: Buku Timeless Wisdom for Mother, karya Lita Ariani S. Penerbit PT Elex Media Komputindo, 2012)