Cari Blog Ini

Rabu, 31 Agustus 2016

Melihat ke Luar


It is not what we get, but who we become, what we contribute... that gives meaning to our lives.
                                                               
                                                    - Tony Robbins (wirausahawan, penulis, filantropis) 

Bukanlah apa yang kita raih, melainkan menjadi siapa kita, apa yang dapat kita berikan.... itulah yang menjadikan hidup kita bermakna.

Wisdom:
Dalam hidup setiap orang pasti punya impian dan cita-cita. Namun, sering kali kita terlalu fokus pada sesuatu yang ingin kita raih. Prestasi, penghargaan, gelar, jabatan, kekayaan, dan segala atribut yang menjadikan seseorang memiliki nilai "lebih tinggi" dalam konteks kehidupan sosial. 

Sementara, kita lupa di sekeliling kita masih ada (bahkan mungkin banyak) orang yang membutuhkan perhatian atau uluran tangan kita. Padahal, yang membuat hidup kita bermakna bukanlah materi atau predikat yang kita miliki, tetapi sesuatu yang dapat kita berikan, yang bermanfaat bagi kehidupan secara universal. Sudahkah kita melihat ke luar?

(Dari: Buku Timeless Wisdom for Mother, karya Lita Ariani S. Penerbit PT Elex Media Komputindo, 2012) 

Kamis, 25 Agustus 2016

Kopi di Dinding

Seorang wisatawan tengah menikmati kopi di sebuah kafe terkenal di Venesia, Italia. Tak lama kemudian, datang seorang pria paruh baya. Ia memanggil pramusaji dan memesan: “Kopi dua cangkir. Yang satu cangkir untuk di dinding.”

Sang wisatawan merasa heran mendengar kalimat tersebut. Apalagi pria itu hanya disuguhi secangkir kopi, namun setelahnya ia membayar untuk dua cangkir.

Segera setelah pria itu pergi, pramusaji menempelkan selembar kertas kecil bertuliskan "Segelas Kopi" di dinding kafe. Suasana kafe kembali hening.

Tak lama kemudian, masuk dua orang pria. Mereka memesan tiga cangkir kopi.
Dua cangkir di meja, satu lagi untuk di dinding. Mereka pun membayar tiga cangkir kopi sebelum pergi. Setelah mereka berlalu, pramusaji melakukan hal yang sama: menempelkan kertas bertulis "Segelas Kopi" di dinding.

Pemandangan tidak lazim di kafe sore itu membuat sang wisatawan heran. Ia meninggalkan kafe dengan menyimpan pertanyaan dalam hatinya. 

Beberapa hari kemudian, wisatawan tersebut mampir kembali di kafe yang sama. Ia melihat, seseorang lelaki tua berpakaian lusuh masuk ke kafe. Setelah duduk, ia melihat ke dinding dan berkata kepada pelayan, “Satu cangkir kopi dari dinding."

Pramusaji segera menyuguhkan segelas kopi. Setelah menghabiskan kopinya, lelaki itu pergi tanpa membayar. Pramusaji lalu menarik satu lembar kertas yang bertuliskan "Segelas Kopi" dari dinding dan membuangnya ke tempat sampah.

Pertanyaan sang wisatawan terjawab. Agaknya, seperti itulah cara penduduk setempat menolong sesamanya yang kurang beruntung, dengan tetap menaruh rasa hormat kepada orang yang ditolongnya.

Kaum papa bisa menikmati secangkir kopi tanpa perlu merendahkan harga diri untuk mengemis secangkir kopi. Bahkan mereka pun tidak perlu tahu siapa yang menraktir mereka.

Secangkir kopi di dinding adalah wujud Cinta yang ikhlas kepada kaum papa, tanpa memperlakukan kaum papa dengan cara arogan: "Akulah yang memberikannya kepadamu...." 

Sesungguhnya kita tak dapat hidup lebih baik, tanpa memberi dan menerima cinta, perhatian, dan bantuan dari orang lain. Terlalu sering kita meremehkan kekuatan sebuah sentuhan, sekilas senyuman, serangkaian kata, pujian tulus, telinga dan hati yang mendengarkan, atau tindakan kecil untuk membantu orang lain; padahal semua itu punya kekuatan untuk mengubah kehidupan. 

(Dari seorang teman melalui media sosial)
 

Kamis, 11 Agustus 2016

Orang Rohani

Orang rohani harus benar-benar memerhatikan agar hati dan sukacitanya jangan melekat pada barang fana. Ia harus khawatir kalau-kalau kelekatannya yang kecil makin lama makin besar.  
St. Yohanes dari Salib (1542-1591)



(Dari: Buku Ajaran Yohanes dari Salib - Tantangan Kita Dewasa Ini hal. 150, karya Leonard Doohan. Penerbit Karmelindo, 2015)