Cari Blog Ini

Kamis, 30 Oktober 2014

Takut Melangkah

Masalah yang timbul dalam hubungan kita sebenarnya disebabkan oleh rasa takut untuk mengambil langkah selanjutnya. Jika kita bersedia mengambil langkah selanjutnya, masalah itu dapat selesai atau berubah menjadi sesuatu yang dapat diatasi dengan mudah.

Pada dasarnya, masalah merupakan bagian dari pikiran kita. Bagian tertahan yang tidak kita berikan inilah yang kita proyeksikan sebagai masalah yang dihadapi. 

Misalnya, jika kita memberikan 75% dari diri kita, maka 25% dari diri kita akan muncul dalam bentuk berbagai masalah yang mengganggu. Di antara pemberian dan penahanan diri muncul ketakutan. Kemauan kita untuk maju dan mengambil langkah selanjutnya akan mengatasi ketakutan, sehingga masalah selesai. 

Latihan

Hari ini, katakan Ya! untuk langkah selanjutnya. Sebesar apa pun masalah Anda, paculah diri Anda untuk maju terus. Jika Anda menengok ke belakang, Anda akan menyadari bahwa setiap kali Anda bersungguh-sungguh mengambil langkah selanjutnya, hidup selalu menjadi lebih baik. Kesediaan Anda untuk melangkah maju merupakan jalan termudah untuk melepaskan diri Anda dari masalah tersulit sekali pun.

(Dari: Buku Kalau Sakit, Bukan Cinta - 366 Rahasia Hubungan yang Sukses, karya Chuck Spezzano, Ph.D. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, 2013)

Selasa, 28 Oktober 2014

Semua Berhulu dari Pikiran

Seorang anak laki-laki terlahir dengan cacat fisik. Salah satu kakinya begitu lemah, sehingga harus dipasang logam penopang. Awalnya, ia tidak merasa terganggu sama sekali dengan cacatnya itu. Namun, ketika ia bersekolah, kesedihan mulai mengusiknya. Ia tidak bisa berlari, memanjat pohon, dan bermain seperti semua anak laki lainnya.

Merasakan kemuraman anaknya, sang ayah memutuskan membawanya ke sebuah kuil terkenal di luar kota. Konon, berbagai mukjizat terjadi pada mereka yang berdoa di kuil itu. 

Setiba di sana, ayah dan anak berdoa sangat khusyuk memohon kesembuhan kaki sang anak. Seketika, anak itu merasakan kehangatan begitu indah dalam hatinya. Ia membuka mata dan bangkit berdiri. Tetapi, kakinya masih lemah seperti sebelumnya. "Tak ada gunanya kita ada di sini," kata si anak kepada ayahnya. "Ayo, kita pergi, Ayah. Tuhan tidak mendengarkan doa kita."

Ketika hampir tiba di gerbang kuil, suatu perasaan luar biasa menyergap anak itu. Seolah satu tangan besar melewatinya. Ia berteriak, "Ayah, Ayah benar! Aku sembuh! Aku sembuh!"

Terkejut luar biasa, sang ayah menatap kaki anaknya. Ia tidak melihat tanda-tanda kesembuhan. Logam penopang kaki masih terpasang erat di tempatnya.

"Ayah, bukan logam penopang ini yang telah Tuhan ambil dariku," jelas sang anak, "tetapi logam penopang yang tertanam dalam pikiranku! Aku tidak lagi merasa cacat. Aku tidak lagi merasa rendah diri!"  

(Dari: Buku Menulis di Atas Pasir - 75 Kisah tentang Keberanian dan Keteguhan Iman, karya J.P. Vaswani. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, 2012)

Minggu, 26 Oktober 2014

Menguji Hati

Setiap jalan orang adalah lurus 
menurut pandangannya sendiri, 
tetapi Tuhanlah yang menguji hati.

                                                  - Salomo/Sulaiman bin Daud (+ 975-935 SM)
                                       (Amsal 21:2) 

Rabu, 22 Oktober 2014

Konflik adalah Kesempatan

Arah gerak kita berkaitan langsung dengan sikap kita terhadap sesuatu. Jika kita memandang konflik sebagai akhir dari suatu hubungan, itu pula yang akan terjadi. Namun, jika kita memandang konflik sebagai titik peluang untuk penyembuhan, kita akan mencapai tingkat kedekatan dan integrasi baru dalam hubungan kita.

Kita menyimpan berbagai macam konflik di dalam diri kita. Jika kita sungguh berniat menyembuhkan setiap konflik di dalam diri kita, konflik di luar diri kita juga akan pulih. Kita mendapatkan jawaban bagi teman, rekan, dan keluarga kita.

Saat kita bergerak maju, kita menjauh dari konflik pribadi dalam hubungan kita, sama seperti yang dialami teman, rekan, dan keluarga kita. Dengan bersikap semakin dewasa, kita semakin mampu menghadapi tingkatan konflik yang lebih dalam. Kita sadar, konflik merupakan kesempatan besar bagi kita untuk belajar dan bertumbuh.

Latihan

Hari ini, cermatilah area konflik yang ada dalam diri Anda. Jadikanlah konflik-konflik itu sebagai karunia bagi Anda. Begitu Anda mengubah sikap Anda dalam menghadapi konflik, maka konflik itu akan mulai menunjukkan jalan keluar alami untuk Anda.

(Dari: Buku Kalau Sakit, Bukan Cinta - 366 Rahasia Hubungan yang Sukses, karya Chuck Spezzano, Ph.D. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, 2013)

Senin, 20 Oktober 2014

Bukan untuk Saya!

Robert Edward Lee (1807-1870), jenderal pemimpin pasukan Konfederasi Amerika Serikat di zaman perang saudara, suatu hari naik kereta api disertai beberapa perwira dan prajuritnya.

Di sebuah stasiun kecil di rute yang mereka lewati, seorang perempuan miskin naik ke atas kereta. Ia kurus dan berpakaian lusuh. Tak seorang pun tentara yang menawarkan kursinya kepada perempuan itu. Sia-sia ia mencari tempat duduk, gerbong sudah penuh sesak.

Ketika perempuan itu mendekati kursi Lee, sang jenderal dengan sigap bangkit berdiri. Ia meminta perempuan itu duduk di kursinya. Segera para perwira Lee bersaing satu sama lain untuk menawarkan kursi mereka kepada sang jenderal.

"Tidak, Bapak-bapak," kata Lee tegas. "Jika Anda tidak bisa memberikan kursi Anda untuk seorang perempuan miskin, Anda tidak bisa juga memberikannya kepada saya!"

(Dari: Buku Menulis di Atas Pasir - 75 Kisah tentang Keberanian dan Keteguhan Iman, karya J.P. Vaswani. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, 2012)

Sabtu, 18 Oktober 2014

Melukiskan Kaki pada Ular

Seorang seniman yang sangat terkenal melukis seekor ular. Lukisan itu begitu hidup, begitu nyata. Mereka yang melihatnya memuji lukisan itu. 

Terbuai pujian dan keberhasilannya sendiri, seniman itu melengkapi lukisannya. Ia menambahkan goresan kuas pada sosok ular tersebut, membuat mata ular lebih bersinar, mempertegas taringnya, bahkan ia menambahkan kaki pada ular!

Masyarakat China mengenal pepatah "melukiskan kaki pada ular," yang digunakan untuk menggambarkan situasi sederhana, namun justru dibuat rumit oleh orang yang tidak tahu kapan dan di mana harus berhenti.

Ketika hidup menjadi rumit oleh kekuasaan dan harta, kita bergerak menjauh dan semakin menjauh dari kegembiraan sederhana dan kenikmatan hidup. Kita tidak lagi sempat memandangi rerumputan hijau dan bunga-bunga di pagi yang segar. Kita tidak punya waktu untuk mendengar burung berkicau, atau menyaksikan senyum ceria anak-anak kita. Kita semakin jauh dari sifat polos seperti anak-anak, yang sebenarnya merupakan sifat dasar manusia.

(Dari: Buku Menulis di Atas Pasir - 75 Kisah tentang Keberanian dan Keteguhan Iman, karya J.P. Vaswani. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, 2012)   

Senin, 13 Oktober 2014

Penyakit Milenium Baru

Kondisi kehidupan di zaman modern ini menelan margin, yaitu ruang antara beban kita dan batas-batas kita. 

Kondisi kehidupan yang tidak bermargin tercermin dalam contoh berikut: Anda terlambat 30 menit dari jadwal Anda bertemu dokter, karena Anda terlambat 20 menit keluar dari salon. Hal itu terjadi akibat Anda terlambat 10 menit mengantar anak-anak ke sekolah, mobil Anda kehabisan bensin, dan Anda lupa membawa dompet.

Kehidupan tanpa margin tampak ketika Anda harus menangani bayi yang sedang menangis, sekaligus menjawab telepon yang berdering. Atau, Anda diminta mengangkat beban yang lebih berat dari batas beban yang mampu Anda angkat.

Zaman kita dapat digambarkan sebagai zaman yang dipenuhi stres. Hal ini merupakan kejutan tak menyenangkan, padahal kita memiliki begitu banyak kelebihan. Kemajuan zaman memberi kita kemakmuran, pendidikan, teknologi, hiburan, dan kenyamanan yang tak ada di zaman-zaman sebelumnya.

Kalau begitu, mengapa banyak di antara kita merasa seperti menjadi para pengawas lalu lintas di udara yang kehilangan kendali? Agaknya kita tidak berkembang seperti yang diharapkan, sejalan dengan banyaknya kemudahan yang ada di zaman modern.

Gaya hidup tak bermargin merupakan penemuan yang relatif baru, salah satu gagasan yang paling tidak masuk akal dari kemajuan zaman. Tak seorang pun kebal. Penyakit ini tak hanya menyerang kalangan sosio-ekonomi tertentu atau tingkat pendidikan tertentu. Bahkan orang-orang dengan kehidupan iman yang dalam pun tidak dapat menghindarinya. Rasa sakitnya menyerang siapa saja tanpa kecuali - setiap orang bisa kena.

Kehidupan yang tak bermargin bisa diobati, dan kesehatan Anda mungkin bisa dipulihkan. Seberapa besar kehidupan tak bermargin (berkelebihan beban) yang masih bisa diterima dalam kehidupan Anda? 

Sebagian orang menikmati kehidupan yang dipicu stimulasi tinggi untuk mengerjakan berbagai tugas terus-menerus. Sebagian orang lain lebih suka laju kehidupan yang lebih tenang dan bisa dikendalikan. 

Setelah Anda memahami kecenderungan Anda, usahakanlah tetap berada dalam jangkauan toleransi kemampuan Anda. Jika Anda melampauinya, Anda akan berada pada titik berbahaya yang dapat mengakibatkan keletihan.

(Dari: Buku A Minute of Margin - Mengembalikan Keseimbangan kepada Hidup yang Sibuk, karya Richard A. Swenson, M.D. Penerbit CV Pionir Jaya, 2007)

Sabtu, 11 Oktober 2014

Tersambung dengan Tuhan

Seorang pria menemui guru spiritualnya, mengeluhkan kelelahan luar biasa yang dirasakannya. Sang guru mengajaknya masuk ke ruang dalam, memperlihatkan dua jam yang ada di atas meja. 

Kedua jam berdetak tak henti. Yang satu adalah jam mekanis, harus diputar setiap hari. Sedangkan yang lain adalah jam listrik terus tersambung dengan kabel.

"Aku harus datang ke ruang ini setiap pagi untuk memutar jam mekanis ini. Jika tidak, jam ini akan melambat dan berhenti berdetak," kata sang guru. Kemudian, ia beralih ke jam listrik, "Jam ini terhubung ke sumber listrik yang besar. Dengan menggunakan energi yang bersumber dari sana, jam ini terus berdetak." 

Pria itu menatap kedua jam, tetapi tidak mampu mencerna maksud gurunya. "Anda harus menyambungkan diri Anda dengan Tuhan - Sumber energi terbesar, termurni, dan terbaik di alam semesta ini. Tak seorang pun harus memutar Anda atau memberi Anda tambahan tenaga. Anda akan mampu mengambil semua energi dan kebijaksanaan dari alam semesta melalui ketersambungan Anda dengan Tuhan," jelas sang guru.

Dunia tampak suram dan menyedihkan bagi mereka yang kelelahan. Berilah tubuh Anda istirahat yang cukup, isi ulang hati dan jiwa Anda dengan menyambungkan diri dengan Tuhan terus-menerus. 

(Dari: Buku Menulis di Atas Pasir - 75 Kisah tentang Keberanian dan Keteguhan Iman, karya J.P. Vaswani. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, 2012)  

Rabu, 08 Oktober 2014

Ini Lebih Bagus, Terimalah!

Saya selalu mengatakan kepada teman-teman saya, ada empat cara Tuhan menjawab doa-doa kita. Untuk sebagian doa, Tuhan menjawab, "Ini yang kau inginkan, terimalah." Jawaban doa seperti ini begitu didambakan manusia, tetapi tidak selalu diberikanNya.

Terkadang, Tuhan berkata, "Tidak!" Meskipun awalnya kita tidak suka dengan jawaban itu, akhirnya kita akan sadar bahwa jawaban yang mengecewakan tersebut demi kebaikan kita.

Pada kesempatan lain, Tuhan berkata, "Tunggu!" berarti belum saatnya kita mendapatkan apa yang kita inginkan. Dan sebagian doa kita dijawab Tuhan, "Ini lebih bagus, terimalah!"

Columbus berlayar untuk menemukan rute lebih singkat ke India. Ia berdoa agar perjalanannya berhasil. Tuhan menjawab doanya dengan sesuatu yang lebih indah daripada menemukan rute lebih singkat ke India. Columbus terkenal karena berhasil menemukan benua Amerika.

Louis Pasteur, ilmuwan asal Perancis, berdoa agar ia dapat menemukan obat untuk membasmi penyakit yang mudah menjangkiti ternak. Ia malah menemukan yang jauh lebih berharga bagi umat manusia: obat untuk rabies, penyakit anjing gila yang sangat ditakuti.

Tuhan Mahatahu, Ia menganugerahkan kepada kita apa yang kita butuhkan - meskipun tidak selalu apa yang kita inginkan - jika telah tiba waktunya. 

(Dari: Buku Menulis di Atas Pasir - 75 Kisah tentang Keberanian dan Keteguhan Iman, karya J.P. Vaswani. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, 2012)

Senin, 06 Oktober 2014

Tujuan Bersama yang Lebih Mulia

Semua konflik berubah menjadi adu kekuatan, jika kita tidak mencari tujuan bersama yang lebih mulia. Bahkan, jika kita berhasil mengendalikan orang lain atau pasangan kita untuk melakukannya sesuai keinginan kita, kebutuhan kita tetap tidak terpenuhi. Kemudian, kita mulai kehilangan minat terhadap orang lain atau pasangan kita.

Dengan menyadari bahwa pada kedua titik pandang - yang kelihatannya berbeda - terdapat persoalan yang sama, sebenarnya kita dapat menciptakan sesuatu yang lebih baik. 

Saat kita mencermati kedua sisi konflik, kita akan menemukan tujuan bersama yang lebih mulia, yang secara alami memadukan kedua titik pandang tersebut; menyatukan aspek-aspek yang saat ini tampak berlawanan.

Latihan

Hari ini, ingatlah salah satu konflik yang tengah Anda hadapi. Tanpa terlalu lama merenungkan sisi yang berbeda dalam konflik ini, tenangkanlah diri Anda. Mintalah agar diberi rahmat untuk mengetahui tujuan yang lebih mulia - yang selama ini terhalang karena konflik tersebut. 

Jawaban terhadap persoalan Anda dapat muncul tiba-tiba dalam benak Anda, setelah Anda melepaskan semua kekhawatiran dan kecemasan saat ini. Menerima tujuan yang lebih mulia merupakan awal yang secara otomatis akan mengakhiri konflik Anda. Apa ruginya jika Anda berhasil menjadikan lawan Anda sebagai sekutu Anda?   

(Dari: Buku Kalau Sakit, Bukan Cinta - 366 Rahasia Hubungan yang Sukses, karya Chuck Spezzano, Ph.D. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, 2013)

Kamis, 02 Oktober 2014

Lampu Tambang Davy

Para pekerja tambang di seluruh dunia menggunakan lampu tambang Davy, ketika menuruni ceruk tambang yang gelap dan dalam untuk menggali batu bara atau mineral lainnya.

Tidak sembarang lampu bisa digunakan di area penambangan, karena gas berbahaya dan mudah terbakar bisa ditemui di kedalaman bumi. Bahaya kebakaran senantiasa mengintai.

Sir Humphry Davy (1778-1829) berhasil menciptakan lampu tambang yang aman. Ia harus bekerja keras selama beberapa tahun, sebelum eksperimennya menghasilkan desain lampu yang tepat, yang tidak akan membakar gas-gas di dalam area penambangan.

Davy bisa saja meraup keuntungan besar dari hasil temuannya, tetapi ia tidak melakukannya. Hasil kerja kerasnya ia tawarkan secara gratis kepada para pekerja tambang. Teman-teman Davy mendesaknya untuk tidak membiarkan kesempatan memperoleh keuntungan finansial dari penemuan itu hilang begitu saja. 

Namun, Davy menepis dengan keyakinan tak tergoyahkan. "Tujuanku bukan untuk mendapat ketenaran atau kekayaan dari hasil kerjaku. Aku memang ingin membantu orang-orang yang bekerja di penambangan. Lampu ciptaanku akan membuat hidup mereka sedikit lebih mudah dan memberiku kepuasan terbesar," ujar Davy.    

Sampai sekarang, Sir Humphry Davy dikenang sebagai ilmuwan besar dan dermawan kemanusiaan.

(Dari: Buku Menulis di Atas Pasir - 75 Kisah tentang Keberanian dan Keteguhan Iman, karya J.P. Vaswani. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, 2012)

Rabu, 01 Oktober 2014

Ketidakpuasan

Mengapa kita begitu sulit merasa puas? Merasa puas tidak seperti memotong sebuah pohon. Sesudah pohon dipotong, selesai. Merasa puas lebih mirip seperti usaha mengambil air raksa dengan sumpit, atau seperti wortel yang digantung setengah meter di depan muka kita dan wortel ini terus bergerak setiap kali kita hendak menggigitnya. 

Rasa puas sulit dicapai karena ada kekuatan yang terus mendesak dari ketidakpuasan. Pertarungan yang berlangsung antara rasa puas dan ketidakpuasan sering tidak terlihat di permukaan, tetapi tak pernah reda.

Ketika kita memasuki dunia materi untuk memuaskan diri kita, dunia itu menarik kita semakin dalam dan lebih dalam lagi. Daya penariknya ternyata sangat kuat. Sesuatu yang saya inginkan, berubah menjadi sesuatu yang memiliki saya.

Rasa puas yang diterapkan di dunia sifatnya relatif. Zaman saat kita hidup, budaya setempat, dan gaya hidup keluarga serta teman-teman turut memengaruhi. Contohnya, jika Anda tinggal di kota New York dan semua tetangga Anda memakai mobil Mercedes, Anda mungkin merasa malu bila Anda mengendarai mobil pengangkut barang dengan bak belakang terbuka. Sebaliknya, jika Anda tinggal di pedesaan, mengendarai mobil truk tua pun Anda lebih diterima oleh masyarakat sekitar.

Secara umum, rasa puas merupakan perbedaan relatif antara semua yang harus dimiliki dengan apa yang kita miliki sekarang. Semakin besar perbedaan antara kedua hal itu, maka rasa puas semakin berkurang.

Kemajuan zaman membawa peningkatan luar biasa terhadap semua yang harus dimiliki. Kemajuan zaman memang memberikan kita hal-hal yang lebih baik, tetapi juga membawa peningkatan dalam ketidakpuasan. 

Sebagai contoh, sebelum ditemukan alat pendingin (AC), tak seorang pun merasa tidak puas saat mengendarai mobil di tengah terik matahari tanpa alat tersebut. Anda tidak bisa merasa tidak puas terhadap sesuatu yang memang tidak ada. Ketika kemajuan zaman menghadirkan AC, tingkat ekspektasi kita meningkat. Bersamaan dengan itu meningkat pula tingkat ketidakpuasan manusia.

Sadarilah, hidup di zaman sekarang pada dasarnya merupakan pengalaman hidup yang komparatif. Karena itu, janganlah membanding-bandingkan diri Anda dan harta benda Anda dengan orang lain dan milik mereka. Tentukan titik akhir yang menunjukkan "cukup." Tetaplah berpegang pada titik itu dan temukan betapa bebas rasanya setelah Anda melakukannya.

(Dari: Buku A Minute of Margin - Mengembalikan Keseimbangan kepada Hidup yang Sibuk, karya Richard A. Swenson, M.D. Penerbit CV Pionir Jaya, 2007)