Cari Blog Ini

Senin, 29 September 2014

Waktu

Yang penting bukanlah berapa banyak waktu yang Anda gunakan, melainkan berapa banyak yang Anda lakukan dalam waktu itu.

(Dari: Buku Kisah-Kisah Rohani Pembangkit Semangat untuk Pemimpin, editor Dr. Lyndon Saputra. Penerbit Gospel Press, 2002)

Sabtu, 27 September 2014

Peduli Keluarga

Ketika merpati betina hendak bertelur, merpati betina dan jantan bekerja sama mengumpulkan jerami-jerami dan merajutnya sebagai sarang tempat merpati betina mengerami telur-telurnya. 

Merpati jantan selalu menjaga merpati betina dan telur-telur dari ancaman bahaya, terutama gangguan dari pejantan-pejantan lain. Jika merpati betina lelah dan lapar karena mengerami telur-telurnya, merpati jantan akan segera menggantikan posisi merpati betina untuk mengerami telur-telur itu.

Apakah kita sudah cukup peduli dengan keluarga kita? Yang memprihatinkan, banyak terjadi kasus pembunuhan dalam keluarga seperti orangtua membunuh anaknya atau anak membunuh orangtuanya. Ada juga ayah atau kakek yang memerkosa anak atau cucunya sendiri.

Tidak seperti merpati jantan yang selalu setia dan penuh perhatian ketika merpati betina mengerami telur-telurnya, kebanyakan pria bersikap tidak peduli dengan tugas seorang istri. Mereka beranggapan, pria yang mencari nafkah dan tidak perlu ikut mengurusi rumah tangga seperti mengasuh anak-anak.

Banyak suami yang sama sekali tidak bisa berbuat apa-apa ketika diminta istri untuk membuatkan susu, mengganti popok, dan sebagainya. Belajarlah dari burung merpati jantan, yang peduli akan urusan rumah tangganya.

(Dari: Buku Pembelajaran Moral dari Sifat Binatang - 50 Tip Motivasi dari 10 Binatang yang akan Membangun Kepribadian Anda, karya Judirman Djalimin. Penerbit PT Elex Media Komputindo, 2010)

Selasa, 23 September 2014

Penyatuan adalah Kenyataan Sejatiku

Kita hidup dalam dunia ilusi di mana kita semua tampak terpisah. Kita bagaikan pulau-pulau di laut, sehingga jika laut dikeringkan, kita baru akan mendapatkan pemandangan satu daratan.

Setiap orang yang mencapai pencerahan - dapat merasakan seluruh dunia dan alam semesta sebagai suatu kesatuan. Penyatuan dan kesatuan merupakan kebenaran dari kesadaran yang lebih tinggi. Itulah sebabnya, hubungan dan upaya menyingkirkan ilusi keterpisahan menjadi cara untuk menyembuhkan dunia.


Latihan

Hari ini, pagi-pagi, cobalah menutup mata sebentar. Bayangkan Anda sebagai bayi dalam pelukan ibu - dengan ayah dan seluruh keluarga memandangi Anda. Rasakanlah betapa besar cinta mereka kepada Anda.

Mungkin ada yang tidak Anda miliki seperti uang atau rumah yang bagus, tetapi Anda berada di tengah orang-orang yang mengasihi Anda dan mereka bersyukur atas kehadiran Anda.

Rasakanlah betapa mereka mencintai Anda apa adanya, tanpa mempersoalkan pendapat atau keyakinan Anda. Cinta mereka dan hubungan mereka dengan Anda merupakan penyatuan. Buanglah segala rasa keterpisahan. 

Di malam hari, bayangkan Anda berada dalam pelukan Tuhan. Buanglah segala ketakutan dan kekhawatiran, serta semua yang membebani pikiran Anda. Biarkan Anda dibuai seperti bayi.

Rasakanlah hubungan cinta antara Tuhan dan Anda. Rasakanlah kekuatan itu melingkupi Anda - cinta yang bergerak melalui diri Anda dan memancar ke segenap penjuru dunia.

Buatlah diri Anda nyaman. Anda tak perlu melakukan apa pun, tidak pula harus pergi ke mana pun. Anda, sang bayi, menerima semua cinta itu.
 
(Dari: Buku Kalau Sakit, Bukan Cinta - 366 Rahasia Hubungan yang Sukses, karya Chuck Spezzano, Ph.D. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, 2013)

Minggu, 21 September 2014

Penyembah Api

Ada sebuah legenda dari Timur tentang Nabi Ibrahim yang duduk di tendanya pada suatu sore, berjaga kalau-kalau ada orang asing yang butuh beristirahat setelah melintasi padang pasir yang ganas.

Tak lama berselang, ia melihat seorang lelaki tua berjalan ke arahnya. Lelaki tua itu tampak lemah dan letih, badannya condong bertumpu pada tongkat di tangannya.

Ibrahim keluar tenda menyambut lelaki tua itu, menuntunnya masuk ke dalam tenda dan menyajikan makanan hangat untuknya. Lelaki tua itu begitu lapar, sehingga ia melahap makanan tanpa berdoa lebih dahulu.

"Tuhan apa yang engkau imani, sahabat?" tanya Ibrahim.

"Oh, saya menyembah api," jawab lelaki tua itu sambil makan. "Saya tidak mengakui Tuhan lainnya."

Ibrahim menjadi marah dengan jawaban yang didengarnya. Ia mendorong lelaki tua itu keluar tenda, membiarkannya sendirian di kegelapan malam di bawah naungan langit dan terpaan angin.

Saat Ibrahim hendak tidur malam itu, Tuhan memanggilnya dan menanyakan keberadaan tamu tersebut. "Aku mendorongnya keluar tenda, Tuhan," Ibrahim menjelaskan, "karena ia tidak menyembah-Mu."

Tuhan bersabda kepadanya, "Aku telah bersikap toleran terhadapnya selama bertahun-tahun, meskipun ia tidak menghormati-Ku. Tidak bisakah engkau bertoleransi semalam saja, bukankah ia tidak memberimu kesulitan?"

Mendengar peringatan Tuhan, Ibrahim merasa malu dengan sikapnya yang tidak bisa bertoleransi. Ia keluar mencari lelaki tua itu, mengundangnya kembali ke dalam tenda dan menjamunya dengan ramah.

(Dari: Buku Menulis di Atas Pasir - 75 Kisah tentang Keberanian dan Keteguhan Iman, karya J.P. Vaswani. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, 2012)
 

Rabu, 17 September 2014

Menerima adalah Memberi

Ketika kita menerima, kita tidak hanya menerima untuk diri sendiri, tetapi juga untuk orang-orang di sekitar kita. Semakin banyak kita menerima, semakin banyak pula yang dapat kita berikan.

Kita benar-benar menikmatinya karena ketika kita terpenuhi, secara alami kita meneruskan keberlimpahan itu kepada orang lain. Banyak orang yang senang memberi, tetapi mengalami kesulitan untuk menerima, bahkan terjerat dalam pengorbanan diri, sehingga berubah menjadi pemarah.

Dalam sebuah relasi, sebelum kita mencapai kemitraan yang baik, kita akan memiliki kekhawatiran untuk menerima. Kemitraan mengajarkan kepada kita cara untuk menerima. Ketika kita belajar menerima, benar-benar menerima dengan tulus, kita membuat orang lain di sekitar kita merasa dicintai. 

Menerima merupakan bentuk terindah dari memberi. Ketika anak kita memberikan seikat ilalang dengan cinta yang tulus kepada kita, seolah ilalang itu seikat bunga terindah di dunia, maka ilalang menjelma menjadi berkat yang amat indah bagi kita. Kesediaan kita untuk menerima kekuatan transformatif cinta anak itu juga menjadi berkat baginya.

Latihan

Hari ini cobalah memberi dengan ikhlas kepada pasangan Anda dan orang lain - hanya dengan menikmati keberadaan mereka dan menerima apa pun yang mereka berikan kepada Anda. 

Sadarilah bahwa yang diberikan kepada Anda sebenarnya jauh lebih banyak daripada yang ingin Anda terima. Terimalah semua yang diberikan kepada Anda dan yang diberikan oleh hidup ini kepada Anda. Dari pagi sampai sore, terimalah megahnya matahari terbit, alunan simfoni alam, dan pesona surya terbenam. Hari ini adalah hari untuk menerima dan menikmati diri Anda sepenuhnya. 

(Dari: Buku Kalau Sakit, Bukan Cinta - 366 Rahasia Hubungan yang Sukses, karya Chuck Spezzano, Ph.D. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, 2013)

Senin, 15 September 2014

Mewujudkan Impian

John Goddard
Ketika berusia 15 tahun, John Goddard (1924-2013) antropolog dan petualang asal Amerika Serikat, mendengar neneknya berkata, "Kalau saja aku melakukannya waktu aku masih muda...." Bertekad untuk tidak menyesali kehidupannya kelak, Goddard menuliskan 127 sasaran hidupnya.

Ia menyebutkan 10 sungai yang ingin ia jelajahi dan 17 gunung yang ingin ia daki. Dalam daftarnya juga termasuk menunggang kuda di parade Rose Bowl, membaca Kitab Suci dan seluruh ensiklopedi Britannica, membaca seluruh karya Shakespeare, Plato, Dickens, Socrates, Aristoteles, dan beberapa penulis klasik lain. Ia berhasrat main suling dan biola, menikah, punya anak (ia memiliki 5 anak), dan menjadi misionaris. 

John Goddard berhasil mencapai 109 sasarannya. Harian LA Times menjulukinya "The Real-Life Indiana Jones." Daftar sasaran hidup Anda mungkin tidak sebanyak John Goddard. Tetapi, jika Anda tidak memiliki beberapa sasaran dalam kehidupan, Anda akan mendapati bahwa Anda hanya memiliki sedikit motivasi untuk bangun di pagi hari, dan hanya sedikit kepuasan saat kepala Anda menyentuh bantal setiap malam. Tuliskanlah sasaran-sasaran hidup Anda dan kejarlah!

(Dari: Buku Kisah-Kisah Rohani Pembangkit Semangat untuk Pemimpin, editor Dr. Lyndon Saputra. Penerbit Gospel Press, 2002)

Rabu, 10 September 2014

Menilai dari Yang Kelihatan

Sebuah kapal karam diterjang badai hebat. Hanya dua lelaki yang selamat. Mereka berenang ke pulau kecil yang gersang. Tidak tahu apa yang harus dilakukan, mereka hanya berdoa.

Untuk mengetahui doa siapa yang dikabulkan, mereka sepakat membagi pulau kecl itu menjadi dua bagian. Mereka lalu tinggal bersebelahan.

Doa pertama, mereka memohon bisa memperoleh makanan. Keesokan hari, lelaki ke-1 melihat sebuah pohon penuh buah-buahan tumbuh di bagian tempat tinggalnya. Sedangkan sebelahnya tetap kosong.

Seminggu kemudian, lelaki ke-1 merasa kesepian dan berdoa agar diberi istri. Keesokan hari, ada kapal karam dan satu-satunya penumpang yang selamat  seorang perempuan. Ia terdampar di sisi pulau, tepat tempat lelaki ke-1 tinggal. Sedangkan di sisi tempat tinggal lelaki ke-2, tidak ada apa-apa.

Lelaki ke-1 lalu berdoa mohon rumah, pakaian, dan makanan. Seperti keajaiban, semua ada keesokan harinya. Lelaki ke-2 tidak memperoleh apa pun. 

Akhirnya lelaki ke-1 berdoa meminta kapal, agar ia dan istrinya bisa meninggalkan pulau itu. Pagi hari mereka menemukan kapal tertambat di sisi pantainya. Ketika kapal siap berangkat, lelaki ke-1 mendengar suara dari langit, "Hai, mengapa engkau meninggalkan temanmu di sisi lain pulau ini?" 

"Doa temanku tak pernah dikabulkan, karena itu ia tidak pantas mendapatkan apa pun," jawab lelaki ke-1. 

"Kau salah!" terdengar suara membahana. "Tahukah engkau, temanmu hanya memiliki satu doa dan semua doanya terkabul. Ia berdoa agar semua doamu dikabulkan. Kalau tidak, engkau tidak akan mendapat apa pun."

Apakah yang membuat kita merasa lebih baik dari yang lain? Tak selayaknya kita meremehkan orang lain. Janganlah menilai sesuatu hanya dari yang kelihatan.

(Dari: Buku Inspiring Stories - Kisah-kisah Inspiratif Pilihan yang Menggugah Jiwa, editor Wahyudi Sutrisno. Penerbit Cakrawala, 2009)

Senin, 08 September 2014

Pendominasian Berasal dari Rasa Takut

Setiap kali kita berada dalam situasi di mana kita berusaha menguasai atau seseorang berusaha menguasai kita, hal itu bisa jadi berasal dari "bocah" ketakutan yang ada dalam diri kita. 

Ketika seseorang berusaha menguasai kita, kita diharapkan menanggapinya seolah-olah ia anak kecil yang ketakutan. Jika kita menanggapi kebutuhan tersebut dengan menenangkan dan memberi dukungan, kita tidak akan merasa seperti sedang ditekan.

Jika kita menjadi pihak yang mencoba menguasai orang lain, sesungguhnya dalam diri kita ada rasa takut. Seandainya kita mengkomunikasikan ketakutan kita, hal itu tidak hanya akan melepaskan kita dari rasa takut, tetapi juga menjadi berkat bagi orang lain.

Berkomunikasi, mendekati orang lain, dan memaafkan orang lain - akan dapat menghapus ketakutan. 

Latihan

Hari ini dalam setiap keadaan, ketika Anda merasa Anda mulai mencoba menguasai orang lain, komunikasikanlah ketakutan Anda kepada orang yang ada "di bawah kekuasaan" Anda. Komunikasi menyembuhkan rasa takut. 

Dalam setiap keadaan, ketika seseorang menguasai Anda, keluarlah dari diri Anda dan tanggapilah orang ini seolah ia seorang anak kecil yang ketakutan. Mendekati orang lain dapat mengenyahkan rasa takut.

Dalam setiap situasi pendominasian - dekati, komunikasikan, dan maafkan orang lain maupun diri Anda sendiri.

(Dari: Buku Kalau Sakit, Bukan Cinta - 366 Rahasia Hubungan yang Sukses, karya Chuck Spezzano, Ph.D. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, 2013)
  

Rabu, 03 September 2014

Aku akan Terus Membopongmu....

Pada hari pernikahan, aku membopong istriku. Mobil pengantin berhenti di depan rumah mungil kami. Sahabatku memintaku membopong istriku keluar dari mobil memasuki rumah. Ia kelihatan malu-malu.

Aku pengantin pria yang sangat bahagia. Itu kejadian 10 tahun silam. Hari-hari selanjutnya berlalu seperti air mengalir: kami punya anak, aku terjun ke dunia usaha, dan berusaha menghasilkan banyak uang.

Begitu kemakmuran kami meningkat, jalinan kasih di antara kami menyurut. Istriku pegawai negeri sipil. Setiap pagi kami berangkat kerja dan tiba di rumah pada waktu bersamaan. Anak kami belajar di kota lain. Pernikahan kami kelihatannya bahagia, tetapi ketenangan hidup mulai berubah karena kejadian yang tidak kusangka....

Seorang perempuan lain hadir dalam kehidupanku. Ide perceraian menjadi semakin jelas di pikiranku, walau kelihatannya tak mungkin. Aku merasa sangat sulit membicarakan hal ini dengan istriku, ia pasti akan sangat terluka.

Suatu malam, ketika istriku menyiapkan makan malam, kupegang tangannya, "Ada sesuatu yang harus kukatakan, aku ingin bercerai." Ia seperti tak terpengaruh dengan kata-kataku, dengan lembut bertanya, "Kenapa?"

Kami saling membisu. Ia menangis. Aku tahu ia ingin tahu apa yang terjadi dengan pernikahan kami. Tetapi aku tak bisa memberi jawaban memuaskan. Dengan rasa bersalah, aku menulis surat perceraian yang menyatakan istriku mendapat rumah, mobil, dan 30% saham perusahaanku. Ia memandangnya sekilas, lalu mengoyakkan kertas itu jadi beberapa bagian.

Istriku lalu menuliskan syarat perceraiannya: ia tidak menginginkan apa pun, kecuali aku memberi waktu sebulan sebelum menceraikannya. Dalam waktu sebulan itu, kami harus hidup bersama seperti biasa. "Masih ingat bagaimana aku masuk ke rumah kita pada hari pernikahan? Aku minta kamu tetap membopongku setiap hari sampai pada hari perceraian kita," tambahnya. Aku menerima persyaratan itu dengan senyum.

Ketika aku membopongnya di hari pertama, kami kelihatan salah tingkah. Aku harus berjalan 10 meter dengan ia dalam lenganku. Aku menurunkannya di pintu depan, ia lalu pergi ke halte bus dan aku ke kantor.

Pada hari selanjutnya, mulai terasa lebih mudah. Ia rebah di dadaku. Aku sadar, sudah sangat lama aku tidak melihat perempuan ini dengan mesra. Ia tidak muda lagi, ada beberapa kerut di wajahnya.

Hari-hari berikutnya, aku merasa kami masih seperti sepasang suami istri yang akrab. Kedekatan semakin terasa. Bayangan perempuan lain menjadi samar di hatiku. 

"Kelihatannya tidak sulit membopongmu sekarang," kataku suatu hari. Ia sedang mencoba pakaiannya, tetapi tak menemukan yang cocok. "Semua pakaianku kebesaran," ujarnya. Tiba-tiba aku sadar, ia semakin kurus, karena itu aku bisa membopongnya dengan ringan. Aku membelai kepalanya, aku pun merasakan sakit.

Di hari terakhir ketika aku membopongnya, aku melangkah dengan berat. Ia berkata, "Sesungguhnya aku berharap kamu akan membopongku sampai kita tua." Aku memeluknya erat sambil berujar, "Di antara kita saling tidak menyadari, sebetulnya kehidupan kita begitu mesra."

Aku segera menemui perempuan lain itu. "Maafkan aku. Aku tidak ingin bercerai," kataku. "Kehidupan rumah tanggaku membosankan karena kami tidak bisa merasakan nilai kehidupan, bukan karena kami tidak saling mencintai," aku berbalik meninggalkannya.

Dalam perjalanan aku melewati sebuah toko bunga. Kupesan buket bunga kesukaan istriku disertai tulisan, "Aku akan membopongmu setiap pagi, sampai kita tua."

(Dari: Buku Inspiring Stories - Kisah-kisah Inspiratif Pilihan yang Menggugah Jiwa, editor Wahyudi Sutrisno. Penerbit Cakrawala, 2009)

Senin, 01 September 2014

Membebaskan Diri Sendiri

Ketidakbersalahan membebaskan kita. 

Saat kita menganggap seseorang tidak bersalah, kita melepaskan perasaan bersalah yang tersembunyi dalam diri kita; kita menjadi terbebaskan.

Rasa bersalah membuat kita merasa tak layak, berkorban, dan menghukum diri sendiri. Dengan bersedia melupakan kesalahan pasangan kita dan menganggapnya tidak bersalah, kita akan membebaskan diri sendiri.

Pasangan kita telah melakukan yang terbaik yang bisa ia lakukan, meskipun kondisi di dalam dan di luar dirinya, serta latar belakang hidupnya mungkin kurang mendukung. Daripada mengeluh, lebih baik kita membantunya dengan dukungan dan pendampingan.

Latihan

Hari ini, amatilah kapan Anda menganggap orang lain salah atau jahat. Tanyakan pada diri sendiri, "Bagaimana aku sampai menghukum diri sendiri, kalau aku memandang mereka seperti ini?"

Renungkan sejenak dan cobalah periksa, apa yang muncul di benak Anda? Jika upaya pembalasan pada diri sendiri, ini bukan yang Anda harapkan. Bersedialah mempertimbangkan kenyataan bahwa orang itu tidak bersalah. 

Sebagai upaya penyembuhan, katakanlah,"Aku akan membebaskan diriku hari ini dengan ketidakbersalahanmu. Aku akan melepaskan diriku hari ini dengan ketidakbersalahanku." Lalu katakan, "Aku menganggap (sebut namanya) tidak bersalah dan aku melihat diriku tidak bersalah, agar kami bisa bebas berjalan bersama sebagai mitra." 

(Dari: Buku Kalau Sakit, Bukan Cinta - 366 Rahasia Hubungan yang Sukses, karya Chuck Spezzano, Ph.D. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, 2013)