Cari Blog Ini

Sabtu, 30 Agustus 2014

Menulis di Atas Pasir

Dua pedagang bepergian menempuh jalur berbahaya yang berkelok-kelok melintasi pegunungan sepi dan berangin kencang di Persia. Mereka berdua senang bisa saling menjaga. Keduanya telah lama berkarib. Masing-masing pedagang didampingi serombongan pelayan dan kereta yang membawa barang dagangan.

Saat menyebrangi jalan sempit dan berbahaya di gunung, Najib - salah satu pedagang - kehilangan pijakan dan terperosok ke sungai yang berarus deras. Musa, pedagang yang lain, segera melompat menyusul Najib dan menyelamatkannya.

Kedua sahabat itu berpelukan. Najib lalu memanggil salah satu pelayannya dan memerintahkannya mengukir kata-kata ini di atas sebuah batu besar yang ada di situ: "Pengelana, ketahuilah, di sini - di tempat yang liar dan sepi ini - Musa dengan gagah berani telah menyelamatkan nyawa Najib, sahabatnya."

Mereka lalu melanjutkan perjalanan.

Tahun demi tahun berlalu. Ketika keduanya sekali waktu melintas di lokasi kejadian tersebut, mereka mengenang kembali peristiwa yang tak terlupakan itu. Mereka duduk sejenak, membicarakan berbagai hal. Entah berawal dari mana, keduanya berdebat tentang hal sepele. Terjadi pertengkaran. 

Dikuasai amarah, Musa memukul wajah Najib sampai Najib tersungkur. Najib berdiri dan menatap sahabatnya. Ia lalu mengambil sebatang ranting yang ada di dekatnya dan menuliskan kata-kata berikut di atas pasir: "Pengelana, ketahuilah, di sini - di tempat yang liar dan sepi ini - setelah mempertengkarkan hal sepele, Musa mematahkan hati Najib, sahabatnya."

Salah satu pelayan Najib bertanya kepadanya, "Tuan, waktu itu Tuan menorehkan catatan kepahlawanan sahabat Tuan di atas batu. Mengapa sekarang Tuan menuliskan kekasaran perbuatannya di atas pasir?"

Najib menjawab, "Kenangan akan kebaikan sahabatku dan pertolongannya akan selalu kuhargai dan kusimpan dalam hatiku selamanya. Tetapi, cedera yang ia lakukan terhadapku, kuharap akan memudar dari ingatanku, bahkan sebelum tulisan ini lenyap dari permukaan pasir."

(Dari: Buku Menulis di Atas Pasir - 75 Kisah tentang Keberanian dan Keteguhan Iman, karya J.P. Vaswani. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, 2012)

Rabu, 27 Agustus 2014

Marilah Berbuat Baik

Dalam cahaya kabut, ia melihat seorang wanita tua yang butuh pertolongan. Ia pun menghentikan mobilnya di depan mobil wanita tua itu. Walau ia sudah tersenyum, tetapi masih ada kekhawatiran pada wanita tua yang telah berjam-jam berdiri sendirian dalam cuaca dingin. 

Lelaki itu tahu apa yang dipikirkan wanita tua tersebut. "Saya kemari untuk membantu Ibu. Nama saya Bryan. Sebaiknya Ibu menunggu di dalam mobil, supaya lebih hangat."

Bryan lalu masuk ke kolong mobil, memperbaiki yang rusak. Wanita tua itu membuka kaca jendela mobilnya, "Saya dari St. Louis, kebetulan lewat di jalan ini. Saya merasa tak cukup hanya mengucapkan terima kasih atas pertolongan yang Anda berikan. Berapa harus saya bayar?"

Bryan tersenyum. "Bu, menolong orang bukanlah pekerjaan, karena itu tak layak menerima imbalan. Saya yakin, bila menolong seseorang, suatu saat nanti Tuhan juga akan menolong saya dengan tangan yang berbeda. Amal itu kan berputar, Bu," kata Bryan. "Kalau Ibu benar-benar mau membalas jasa saya, suatu kali jika Ibu melihat orang yang membutuhkan pertolongan, ingatlah saya dan tolonglah orang itu," tambah Bryan.

Setelah berjalan beberapa mil, wanita tua itu melihat kafe kecil. Ia mampir untuk makan dan beristirahat. Seorang wanita pelayan datang membawa handuk untuk mengeringkan rambut wanita tua yang basah. 

Wanita tua itu memerhatikan, sang pelayan yang masih belia sedang hamil. Ia teringat kepada Bryan. Setelah selesai makan, saat pelayan mengambil uang kembali untuknya, wanita tua itu diam-diam pergi.

Di meja, sang pelayan menemukan secarik kertas dan uang $1000. Ia begitu terharu membaca tulisan wanita tua tersebut, "Kamu tidak berhutang kepada saya. Seseorang telah menolong saya, karena itu saya menolong kamu. Inilah yang harus kamu lakukan: jangan pernah berhenti memberikan cinta dan kasih sayang."

Malam hari ketika akan tidur, pelayan itu memikirkan uang dan kalimat yang ditulis wanita tua untuknya. Bagaimana wanita tua itu bisa tahu, kalau ia dan suaminya sangat membutuhkan uang untuk bayi mereka yang akan lahir? Suaminya sangat risau memikirkan biaya. Ia memeluk suaminya yang berbaring di sampingnya, "Semua akan baik-baik saja, I love you, Bryan."

(Dari: Buku Inspiring Stories - Kisah-kisah Inspiratif Pilihan yang Menggugah Jiwa, editor Wahyudi Sutrisno. Penerbit Cakrawala, 2009)

Senin, 25 Agustus 2014

Penolong yang Pernah Kehilangan Harapan

Anda pernah menyaksikan acara televisi America's Most Wanted? Acara yang mulai ditayangkan sejak 1988 ini sangat bermanfaat, karena telah berhasil menangkap lebih dari 1.100 penjahat. Ternyata pembuatan acara televisi itu dilatarbelakangi kisah tragis yang dialami John Walsh, produsernya.

Awalnya John adalah seorang pengusaha hotel mewah yang sangat sukses dan kaya. Semua berubah, ketika Adam Walsh, putra sulungnya yang berumur 6 tahun, diculik penjahat yang mungkin ingin memeras harta John. Polisi melakukan pencarian selama dua minggu. Adam Walsh berhasil ditemukan, tetapi dalam keadaan tidak bernyawa lagi.

Kejadian itu membuat kehidupan John berantakan. Ia tidak bersemangat lagi merawat diri, menjadi pecandu alkohol, bercerai dengan istrinya, usaha perhotelannya bangkrut, dan rumahnya disita.

Psikiater yang menanganinya bertanya, "Anda selalu berpikir untuk bunuh diri?" John menjawab, "Semua yang ada pada diri saya sudah tidak ada lagi. Putra saya dibunuh, saya diceraikan istri saya, bisnis hotel saya hancur, tidak punya rumah. Apa lagi yang bisa saya harapkan dari dunia ini?"

Psikiater itu menyemangatinya, "Anda masih punya kemampuan berbicara yang baik. Mengapa Anda tidak melakukan sesuatu yang bermanfaat untuk membantu anak-anak yang hilang? Mungkin Anda bisa mencegah tindak kejahatan seperti yang pernah Anda alami."

Nasihat singkat itu akhirnya menyadarkan John. Ia kembali memiliki tujuan hidup yang berguna bagi banyak orang, terutama mereka yang tinggal di negara bagian Florida, Amerika Serikat.

John merancang sekaligus menjadi produser acara televisi America's Most Wanted. Lewat acara ini, banyak penjahat berhasil ditangkap serta lebih dari 50 anak yang hilang dan diculik dapat diselamatkan.

Semua orang tentu pernah mengalami masalah, tantangan, dan pencobaan dalam hidup. Mungkin sebagian dari kita pernah mengalami suatu masalah cukup besar yang membuat kita kehilangan arah dan semangat hidup.

Tetapi, itu bukanlah akhir dari segalanya. Setiap masalah pasti memiliki hikmah dan pelajaran tersendiri yang bisa membuat kita semakin dewasa dan bijaksana dalam menghadapi kehidupan.

(Dari: Buku Pembelajaran Moral dari Sifat Binatang - 50 Tip Motivasi dari 10 Binatang yang akan Membangun Kepribadian Anda!, karya Judirman Djalimin. Penerbit PT Elex Media Komputindo, 2010)    

Kamis, 21 Agustus 2014

Harta Karun dalam Diri

Ada sebuah cerita Ibrani kuno tentang Rabbi Eizik, seorang rabbi Yahudi miskin yang tinggal di Krakow, Polandia. Suatu malam ia bermimpi, seorang malaikat memerintahkannya mencari harta karun terpendam di bawah jembatan menuju istana raja di Praha, Ceko. Rabbi Eizik pun berangkat ke Praha, bertekad menemukan harta karun itu.

Hatinya kecewa mendapati jembatan tersebut dijaga prajurit siang dan malam. Mustahil ia mengeduk-ngeduk tanah untuk mencari harta karun. Pasti ia akan langsung ditangkap.

Ia menunggu dekat jembatan, berjalan mondar-mandir dari matahari terbit sampai terbenam. Menjelang malam, kapten penjaga mendekatinya dan bertanya dengan ramah, "Apa yang merisaukan hati Bapak?" Bisa saya bantu?"

Keramahan sang kapten membesarkan hati rabbi Eizik. Ia bercerita tentang mimpinya yang telah membawanya dari Krakow ke Praha. 

Sang kapten tertawa tanpa maksud mengejek. "Untuk mengejar mimpi itu Bapak sudah membuat kulit sepatu Bapak aus dengan datang jauh-jauh ke Praha. Saya juga pernah bermimpi yang mirip, Pak. Seandainya saya percaya pada mimpi seperti Bapak, tentu saya sudah pergi ke Krakow mencari harta karun yang terpendam di bawah tungku dapur rumah seorang Yahudi bernama rabbi Eizik," kata sang kapten.

Rabbi Eizik berterima kasih kepada sang kapten atas kebaikan hatinya dan pulang. Ia mulai menggali tanah di bawah tungku dapur. Benar! Ia menemukan harta karun yang teronggok di sana.

Dengan uang yang ia temukan, rabbi Eizik membangun rumah ibadah. Setiap hari ia bersyukur atas petunjuk yang diberikan Tuhan, sehingga ia mengerti bahwa harta karun yang ia cari bukan berada di tempat yang jauh, melainkan di tempatnya berada.

Banyak di antara kita yang haus akan sesuatu yang jauh dan belum jelas, sementara segala yang kita butuhkan sebenarnya telah ada dalam diri kita. 

Hakikat pengembaraan untuk menemukan hal baru bukan berupa usaha mencari pemandangan baru, melainkan upaya memiliki cara pandang baru. (Marcel Proust, 1871-1922, penulis terkenal asal Perancis)

(Dari: Buku Menulis di Atas Pasir - 75 Kisah tentang Keberanian dan Keteguhan Iman, karya J.P. Vaswani. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, 2012)

Senin, 18 Agustus 2014

Ide Sederhana yang Mendunia

Ketika berusia 29 tahun, Levi Strauss ingin mencari penghidupan lebih baik di kota San Francisco. 

Dari New York ia membawa banyak barang dagangan untuk mendirikan sebuah toko kecil di San Francisco. Ia menjual aneka barang, termasuk kain layar.

Saat sedang merapikan kain layar di tokonya, seorang pekerja tambang emas lewat dan bertanya, "Mau diapakan kain itu?" Levi menjawab, "Saya ingin menjualnya di daerah tambang emas untuk dijadikan tenda."

Pekerja tambang emas itu mengusulkan, "Jangan dijadikan tenda, tapi coba dibuat menjadi celana. Saat kami menggali tambang, celana kami sering robek. Karena itulah, kami selalu butuh celana yang kuat dan tahan lama."

Setelah mempertimbangkan ide tersebut, ia pergi ke penjahit dan mulai membuatkan celana dari kain layar. Ia memutuskan memberi nama Levi untuk produk celananya.

Pekerja tambang mulai memakai celana yang kuat dan menunjukkannya kepada banyak orang. Dalam waktu singkat, Levi mendapat pesanan sangat banyak, sehingga ia kewalahan memesan kain layar sebagai bahan utama.

Kejelian dan kecerdasan Levi menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar membuatnya mampu menuai sukses besar. Pernah diberitakan, begitu kuatnya mutu celana buatan Levi, sampai bisa digunakan untuk menarik mobil keluar dari kubangan lumpur.

Tahun 1899, celana Levi dicelupkan ke dalam air, dililit, dan dijadikan tali yang kuat untuk diikatkan di antara gerbong salah satu kereta api yang terputus. Usaha itu ternyata berhasil, kereta api bisa meneruskan perjalanan sejauh 16 km menuju kota Flagstaff. Celana jeans Levi's menjadi terkenal di seluruh dunia.

Sebuah ide sederhana mampu membuat pencapaian luar biasa - asalkan kita jeli mencermatinya. 

(Dari: Buku Pembelajaran Moral dari Sifat Binatang - 50 Tip Motivasi dari 10 Binatang yang akan Membangun Kepribadian Anda!, karya Judirman Djalimin. Penerbit PT Elex Media Komputindo, 2010) 

Kamis, 14 Agustus 2014

Masalah Besar atau Kecil?

Seekor jerapah betina dewasa akan melahirkan anaknya setelah hamil sekitar 15 bulan. Umumnya bayi jerapah lahir dengan berat 70 kg dan tinggi kira-kira 1,5 meter. 

Induk jerapah melahirkan bayinya dalam posisi berdiri. Bayi jerapah jatuh dengan keras dari ketinggian sekitar 2 meter, mendarat ke tanah dengan bagian belakangnya.

Ketika bayi jerapah yang baru lahir berusaha berdiri dengan baik, induk jerapah akan menendang tubuh bayinya. Tendangan ini membuat bayi jerapah terpelanting beberapa meter. Pada saat bayi jerapah berusaha kembali untuk berdiri karena kaki-kakinya masih lemah, sang induk sudah bergerak ke belakang bayinya dan kembali menendangnya.

Hal tersebut dilakukan berpuluh kali, sampai bayi jerapah berhasil berdiri dengan kaki-kaki kuat dan kokoh. Mengapa induk jerapah melakukan tindakan yang kelihatannya keras dan kejam itu?

Jerapah dewasa benar-benar sadar, untuk dapat bertahan hidup di alam liar bayinya harus cepat belajar berdiri dan berjalan dengan kaki-kakinya sendiri. Kalau tidak, bayi jerapah akan mudah diserang dan dimangsa binatang-binatang buas di sekitarnya.

Menurut suatu survei, hanya sekitar 30-50% bayi jerapah yang bisa bertumbuh sampai dewasa. Umumnya seekor jerapah bisa bertahan hidup sampai usia 28 tahun di alam liar.

Sering kali kita mendengar orang-orang mengeluh akan hidup yang begitu keras dan menyiksa, sehingga mereka tak kuat dan tak tahan lagi. Banyak orang mengalami berbagai masalah yang dianggap berat seperti kendala dalam studi, percintaan, keluarga, pekerjaan, usaha, perekonomian, dan sebagainya. Sebagian dari mereka mengaku tidak sanggup mengatasi masalah-masalah hidup, sehingga memutuskan untuk mengakhiri hidup.

Masalah-masalah yang kita hadapi dalam hidup adalah masalah-masalah biasa. Ketika Anda menganggap suatu masalah itu besar, berarti Anda sedang memposisikan diri Anda menjadi kecil. Sebaliknya, jika Anda bisa memposisikan diri Anda jauh lebih besar daripada masalah yang dihadapi, maka masalah tersebut tampak kecil atau biasa. 

(Dari: Buku Pembelajaran Moral dari Sifat Binatang - 50 Tip Motivasi dari 10 Binatang yang akan Membangun Kepribadian Anda!, karya Judirman Djalimin. Penerbit PT Elex Media Komputindo, 2010) 

Minggu, 10 Agustus 2014

Tuhan Menjawab Doaku

Seorang perempuan saleh sedang bercakap-cakap dengan keponakannya tentang keampuhan doa. Tiba-tiba anak kecil itu bertanya, "Jika aku memohon kepada Tuhan agar Ia membantu menemukan kelereng-kelerengku, apakah Ia akan menjawab doaku?"

"Tentu saja," kata perempuan itu meyakinkan keponakannya. "Ia selalu menjawab doa-doa kita."

Segera anak itu berlutut di kursi, menutup mata, dan berdoa dalam hati. Kemudian, ia bangkit dan mulai mencari kelereng-kelerengnya lagi dengan gembira.

Keesokan hari, perempuan itu bertanya kepada keponakannya, apakah ia telah menemukan kelereng-kelerengnya? Perempuan itu berharap, iman sederhana anak kecil itu tidak menghadapi cobaan yang berat.

"Belum, Bibi. Aku belum menemukan kelereng-kelerengku, jawab anak itu, "Tetapi Tuhan telah membuatku tidak ingin lagi menemukan kelereng-kelereng itu!"

Tuhan tidak selalu menjawab doa-doa kita sesuai keinginan atau harapan kita. Namun, jika kita tulus, Ia akan menghapus dari kita keinginan yang tidak sesuai dengan kehendakNya.

(Dari: Buku Menulis di Atas Pasir - 75 Kisah tentang Keberanian dan Keteguhan Iman, karya J.P. Vaswani. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, 2012)

Kamis, 07 Agustus 2014

Yang Kutentang dari Orang Lain adalah Yang Kutentang terhadap Diri Sendiri

Yang tidak kita sukai pada orang lain adalah yang tidak kita sukai dalam diri kita sendiri. Pertentangan kita memperlihatkan kepada kita apa yang terjadi di dalam alam bawah sadar kita; dan menunjukkan apa yang kita nilai tentang diri kita sendiri dan terkubur di dalam.

Kita menolak sebagian dari diri kita dan kemudian memproyeksikannya kepada orang lain. Jika kita bersedia menghentikan pertentangan ini dan memahaminya, orang lain akan terlihat berubah di mata kita. Kita lalu akan menemukan bahwa kita dan orang lain itu maju bersama.

Latihan

Hari ini, cermati pertentangan Anda terhadap orang lain. Bersedialah untuk mengakui bahwa pertentangan Anda sebenarnya adalah sebagian dari Anda menentang bagian diri Anda yang lain. Kenali bagian Anda yang telah terkubur ini. Rasakan keberadaannya di dalam diri Anda dan teruslah akui sampai ketidaknyamanan Anda bergerak menjadi penerimaan. Begitu Anda menerimanya, Anda akan merasa bebas, demikian juga orang lain.

(Dari: Buku Kalau Sakit, Bukan Cinta - 366 Rahasia Hubungan yang Sukses hal. 307, karya Chuck Spezzano, Ph.D. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, 2013)
  

Selasa, 05 Agustus 2014

Bagaimana Bersikap

Dr. S. Radhakrishnan, seorang filsuf besar dan mantan Presiden India, melakukan kunjungan perdana ke Amerika Serikat di masa pemerintahan Presiden John F. Kennedy. Saat itu cuaca gelap dan badai tengah melanda Washington DC. Ketika Dr. Radhakrishnan turun dari pesawat, hujan lebat mengguyur.

Presiden Kennedy menyambut sejawatnya dengan jabat tangan erat dan senyum hangat. "Mohon maaf, cuaca sangat buruk bertepatan dengan kunjungan Bapak," sapa Presiden Kennedy dengan sopan.

Sang filsuf dan negarawan India itu tersenyum, "Kita tak bisa mengubah hal-hal buruk yang harus terjadi, Bapak Presiden," balasnya, "Tetapi kita bisa mengubah cara kita menyikapinya."

Ada kisah lain tentang seorang pria yang saya temui di Pune, India. Pria itu duduk di tepi jalan, ia cacat mulai dari pinggang ke bawah. Kakinya hanya sepenggal. "Apa yang terjadi dengan Anda?" tanya saya.

"Tidak ada!" jawabnya. "Saya terlahir seperti ini."

"Maafkan atas pertanyaan saya. Siapa yang merawat Anda?" tanya saya lagi.

"Ibu saya, dan terutama, Tuhan."

"Apakah Anda mengalami kesulitan untuk bergerak?" saya ingin tahu.

"Apakah Anda mengalami kesulitan karena Anda tidak memiliki sayap?" ia balik bertanya, "Bukankah akan lebih baik jika Anda bisa terbang daripada harus menunggu jam keberangkatan pesawat?"

"Hidup adalah soal kebiasaan," tambahnya, "Jika Anda mulai berkeluh-kesah, akan ada begitu banyak hal untuk dikeluhkan. Bagaimana cara Anda menyikapi hidup, itulah yang terpenting."

(Dari: Buku Menulis di Atas Pasir - 75 Kisah tentang Keberanian dan Keteguhan Iman, karya J.P. Vaswani. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, 2012)

Minggu, 03 Agustus 2014

Menggandakan Masalah

Seorang malaikat bertemu dengan seorang pria yang memanggul karung berat di punggungnya. "Apa yang kau bawa di atas punggungmu, wahai sahabat?" tanya malaikat.
"Seluruh kekhawatiranku," keluh pria tersebut. "Karung ini luar biasa berat bagiku."
"Turunkan karung itu," kata malaikat. "Izinkan aku melihat kekhawatiranmu."

Saat karung dibuka, ternyata isinya kosong!

Pria itu tercengang. Selama ini ia terbebani dua kekhawatiran besar: kekhawatiran tentang hari kemarin - yang sekarang dilihatnya telah berlalu; dan kekhawatiran tentang hari esok - yang sebenarnya belum terjadi.

Sang malaikat berkata, "Kamu tidak memiliki alasan untuk khawatir. Buanglah karung itu."

Tuhan tinggal dalam hati dan menganugerahkan kita cara dan kemampuan untuk menjalani hidup keseharian kita. Mencemaskan masalah yang belum tentu terjadi hanya akan menimbulkan kekhawatiran yang tak perlu.

Sedikit rasa khawatir boleh jadi berguna, karena akan membuat kita selalu waspada dan siap bertindak. Sebaliknya, kekhawatiran yang berlebihan akan memperkeruh pandangan kita, melumpuhkan, dan membuat kita tak kuasa bertindak.

Menjadikan suatu masalah sebagai beban pikiran, sama saja dengan menggandakan masalah yang ada.

(Dari: Buku Menulis di Atas Pasir - 75 Kisah tentang Keberanian dan Keteguhan Iman, karya J.P. Vaswani. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, 2012)