Cari Blog Ini

Rabu, 29 Januari 2014

Harga Lebih untuk Kebaikan

Sepasang suami-istri menyewa sebuah rumah. Tak ada pohon di halaman rumah itu. Sang istri menyarankan mereka menanam beberapa pohon. 

Sebenarnya mudah bagi sang suami untuk berjalan ke hutan sekitar, menggali pohon-pohon kecil, kemudian menanam pohon-pohon itu di halaman rumah. Tetapi sang suami menolak. Katanya, tugasnya hanya membayar uang sewa rumah.

Tahun demi tahun berlalu. Sang suami tak pernah menanam satu pohon pun. Selama 25 tahun ia hanya membayar uang sewa rumah. Suatu ketika, ia mampu membeli rumah itu. Sekarang, rumah menjadi miliknya, tetapi tak ada sebatang pohon pun di halaman rumahnya.

Jika saja sang suami mau menunjukkan kemurahan hati dan kebaikan dengan berbuat lebih banyak dari apa yang menjadi tugasnya, maka ia pasti akan memiliki pohon-pohon di halaman rumah yang dapat memberikan kesejukan baginya.  

Apakah Anda mau membayar harga lebih untuk sebuah kebaikan? Andalah yang menentukan.

(Dari: Buku 100 Kisah Karakter - Ilustrasi & Renungan yang Membangun Iman Anda, karya Djohan Handojo. Penerbit Light Publishing, 2013) 
  

Kamis, 23 Januari 2014

Berjalan

Suatu hari Fransiskus Asissi (1182-1226) mengajak seorang biarawan muda pergi ke kota dan berkhotbah. Biarawan muda itu merasa senang dan mengikuti Fransiskus dengan penuh semangat.

Mereka berjalan melewati jalan-jalan utama, berbelok ke jalan-jalan kecil, terus hingga ke pinggir kota. Kemudian mereka melewati jalan memutar dan kembali ke biara.

Ketika hampir tiba di biara, biarawan muda itu berkata, "Anda lupa, kita pergi ke kota untuk berkhotbah." "Anakku," jawab Fransiskus. "Kita sudah berkhotbah. Kita berkhotbah ketika kita berjalan. Orang banyak melihat kita, mereka mengamati perilaku kita dengan cermat. Tak ada gunanya, anakku, berjalan ke mana pun untuk berkhotbah, jika kita tidak berkhotbah ke mana pun kita berjalan."

(Dari: Buku Real Stories for the Soul jilid ke-2, karya Robert J. Morgan. Penerbit Gospel Press, 2003)
 

Minggu, 19 Januari 2014

Lubang di Jalan

Apa yang Anda lakukan saat mengendarai mobil dan melihat ada lubang di jalan di hadapan Anda? Tentu sedapat mungkin kita menghindari lubang itu. 

Kalau tidak terhindarkan, kita cenderung memperlambat laju kendaraan, agar yang berada di dalam mobil tidak terlalu terguncang sewaktu melintasi lubang di jalan.

Ketika melintasi jalan tol Cipularang dengan kecepatan tinggi, sulit untuk menghindari lubang-lubang di jalan, apalagi memperlambat laju kendaraan saat bertemu lubang-lubang tersebut.

Ternyata, dengan laju kendaraan yang cepat, roda-roda kendaraan tidak sempat berkubang dalam lubang. Kendaraan terus melesat, yang berada dalam mobil sama sekali tidak merasakan guncangan.

Dalam kehidupan, tentu sedapat mungkin kita berusaha menghindari berbagai masalah. Tetapi, kalau masalah itu - bagai lubang di jalan - tidak dapat dihindari, apa yang akan Anda lakukan saat menghadapinya?

Anda dapat memperlambat laju kehidupan Anda dengan perlahan-lahan melintasi masalah yang sedang dihadapi. Namun, konsekuensinya Anda akan berkubang dalam masalah itu dan mengalami guncangan.

Jika Anda memilih melaju dengan kecepatan tinggi melewati masalah yang ada di hadapan Anda, Anda tak akan merasakan adanya guncangan. Anda dapat segera melangkah maju, melanjutkan kehidupan Anda.

  

Minggu, 12 Januari 2014

Kuat dan Dahsyat


Orang yang menakhlukkan orang lain adalah orang yang kuat. 
Orang yang menakhlukkan diri sendiri adalah orang yang berkekuatan dahsyat.

(Dari: Buku Kisah-Kisah Rohani Pembangkit Semangat untuk Pemimpin, editor Lyndon Saputra. Penerbit Gospel Press, 2002)

Ujian Kejujuran

Dr. Madison Sarratt, pengajar matematika di Universitas Vanderbilt, berkata kepada para mahasiswanya sebelum ujian dimulai, "Hari ini saya akan memberikan dua ujian kepada kalian. Ujian pertama adalah ujian trigonometri. Ujian kedua adalah ujian kejujuran. Saya harap, kalian akan lulus dalam kedua ujian ini. Tetapi jika kalian harus gagal dalam salah satu ujian, gagallah dalam ujian trigonometri. Ada banyak orang baik di dunia ini yang gagal dalam ujian trigonometri, tetapi tidak ada orang baik di dunia ini yang gagal dalam ujian kejujuran."

Ikuti keyakinan jujur Anda dan jadilah kuat. 

(Dari: Buku 100 Kisah Karakter - Ilustrasi & Renungan yang Membangun Iman Anda, karya Djohan Handojo. Penerbit Light Publishing, 2013) 

Kamis, 09 Januari 2014

Karena Kasih

Seorang suami yang kejam, menuntut istrinya mematuhi standar sangat kaku yang ditentukannya. Sang istri harus melakukan berbagai hal sebagai istri, ibu, dan pengurus rumah tangga. Akhirnya sang istri membenci suaminya. Suatu hari, sang suami meninggal dunia.

Beberapa waktu kemudian, sang istri jatuh cinta kepada pria lain dan menikah. Ia dan suami keduanya hidup bahagia. Dengan rela, sang istri membaktikan dirinya untuk kebahagiaan dan kesejahteraan suaminya.

Suatu hari, sang istri menemukan daftar hal-hal yang "harus dilakukan" dan "tidak boleh dilakukan" yang dibuat oleh suami pertamanya. Dengan keheranan, ia menemukan bahwa sebenarnya ia melakukan semua hal yang dituntut suami pertamanya bagi suami keduanya, walaupun suami barunya itu tak pernah menyarankan hal-hal tersebut kepadanya. Sang istri bersedia melakukannya karena kasih.

Dorongan untuk melakukan sesuatu merupakan hal penting dalam hidup. Dorongan karena rasa takut membawa penderitaan, sedangkan dorongan karena kasih membawa kebahagiaan.

(Dari: Buku 100 Kisah Karakter - Ilustrasi & Renungan yang Membangun Iman Anda, karya Djohan Handojo. Penerbit Light Publishing, 2013) 
 

Senin, 06 Januari 2014

Melewatkan Hal Terpenting


Pemerintah di sebuah kota kecil pernah mengundang seorang pembicara untuk membangkitkan motivasi, karena perekonomian kota tersebut tahun itu kurang bagus dan orang-orang berkecil hati.

Saat menyampaikan presentasinya, si pembicara mengambil sehelai kertas putih dan membuat satu titik hitam di tengah-tengah kertas dengan spidol. Lalu ia mengangkat kertas itu di hadapan hadirin dan bertanya, "Apa yang Anda lihat?" Seorang peserta menjawab, "Saya melihat satu titik hitam."

"Baiklah," lanjut si pembicara, "Apa lagi yang Anda lihat?"
Para peserta lain sependapat, "Satu titik hitam." Si pembicara bertanya lagi, "Tidakkah Anda melihat apa pun selain titik ini?" Hadirin dengan kompak merespons, "Tidak!"

"Anda telah melewatkan hal terpenting," kata si pembicara. "Anda luput melihat sehelai kertas!" 

Dalam kehidupan, kita sering terpaku pada kegagalan-kegagalan kecil yang seperti titik. Hal itu membuat kita tidak dapat melihat berbagai berkat, keberhasilan, dan sukacita yang jauh lebih penting daripada kekecewaan-kekecewaan yang berusaha memonopoli tenaga dan perhatian kita.

Pusatkanlah perhatian pada gambaran besar akan apa yang benar dan bukannya pandangan kecil akan apa yang salah.

Iman memberanikan jiwa untuk melampaui apa yang dapat dilihat mata.

(Dari: Buku Kisah-Kisah Rohani Pembangkit Semangat untuk Pemimpin, editor Dr. Lyndon Saputra. Penerbit Gospell Press, 2002)  

Sabtu, 04 Januari 2014

Resolusi atau Revolusi?

Menyusun resolusi seolah menjadi "ritual" tahun baru, baik untuk individu maupun organisasi.... Biasanya lewat beberapa minggu setelah resolusi dibuat, motivasi dan niat itu sudah dilupakan. (Harian Kompas, 4 Januari 2014, hal. 31, "Resolution in Action")

Memang, jika hanya sebatas "ritual" awal tahun, resolusi tak cukup tangguh untuk mengubah kualitas hidup manusia. Resolusi yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berarti pernyataan tertulis biasanya berisi tuntutan tentang suatu hal - kehilangan gereget seiring berlalunya waktu.

Mungkin yang perlu kita lakukan di awal tahun bukan lagi menyusun resolusi, melainkan melancarkan revolusi - yang menurut KBBI berarti perubahan cukup mendasar dalam suatu bidang. 
Sederet pernyataan tertulis untuk bertindak lebih baik sama sekali tak bermakna, jika tidak menerapkan perubahan mendasar dalam diri kita. 
Resolusi batin atau revolusi batin? Pilihannya ada di hati Anda.

Kamis, 02 Januari 2014

Tak Bisa Kuterlepas Dari-Mu

Siapakah Engkau, terang lembut memesona,
senantiasa memenuhi diriku sampai hari ini,
dan menerangi kegelapan lubuk hatiku terdalam?

Kau menuntun aku berjalan maju,
seperti tangan seorang ibu;
jika Kau biarkan aku pergi sendiri,
setapak pun aku tak dapat melangkah maju.

Kaulah cakrawala yang melingkupi semua keberadaanku,
yang tersembunyi di dalam diri-Mu.
Terlepas dari-Mu, aku akan terlempar ke dalam jurang ketiadaan,
tempat Kau angkat aku menuju ke dalam cahaya terang.

Kau lebih dekat padaku daripada diriku sendiri,
Kau lebih berada dalam diriku daripada lubuk terdalam batinku,
kendati demikian, Kau berada di luar jangkauanku,
tak akan pernah aku bisa menggapai-Mu, seluruhnya.

(Edith Stein, OCD - 1891-1942)

(Dari: Buku Menyongsong Pagi - Persembahan Harian 2014, penerbit Sekretariat Nasional Kerasulan Doa Indonesia)