Cari Blog Ini

Kamis, 31 Januari 2013

Menghadapi Tantangan dengan Kearifan

Setiap hari kita menghadapi berbagai persoalan atau tantangan di keluarga, tempat kerja, organisasi, dan lingkungan. 

Ada masalah yang kecil atau besar, ada masalah ringan atau berat. Masalah-masalah itu bisa membuat kita pusing; kalau kita ingin berbuat sesuatu, tetapi tidak tahu harus berbuat apa. Pengetahuan yang kita kumpulkan selama hidup, rasanya selalu tidak cukup untuk bisa menjawab setiap tantangan yang datang.

Dibutuhkan Kearifan atau Kebijaksanaan (wisdom), untuk bisa menjawab masalah atau tantangan dengan benar. Apa yang dimaksud dengan Kearifan? Umumnya orang memahami kearifan sebagai kemampuan menghadapi masalah secara benar, sebagai respons dari akumulasi pengalaman atau pengetahuan di masa lampau.

Orang suka mengulang-ulang kata-kata suci, hafal kata-kata dari kitab suci, atau hafal dogma-dogma kebenaran. Tetapi kata-kata hikmat tidak akan membuat batin tumbuh dalam Kearifan. Kata-kata bijaksana tidak lebih dari buah pikiran, sekali pun sudah dibatinkan.

Kata tidak bisa menjadi sumber Kearifan. Kearifan tidak ada dalam buku-buku kebijaksanaan, kitab-kitab suci, dan berbagai ajaran guru-guru spiritual. Pengetahuan atau pengalaman tidak bisa melahirkan Kearifan.

Lalu di mana Kearifan ditemukan? Setiap tantangan selalu baru. Meski pun kasusnya memiliki pola yang mirip atau sama, masalahnya sendiri selalu baru. Kalau batin merespons tantangan lewat pengetahuan atau pengalaman, lewat apa yang lama; sesungguhnya batin tidak merespons tantangan, melainkan hanya bereaksi terhadap tantangan menurut keterkondisiannya.

Reaksi datang dari pikiran, sedangkan respons datang dari pemahaman. Reaksi  datang dari batin yang terkondisi, sementara respons datang dari batin yang bebas dari keterkondisian. Reaksi datang dari masa lampau, respons datang pada Saat Sekarang.

Yang dimaksud respons yang benar di sini bukanlah kesesuaian dengan rumus atau dogma kebenaran,melainkan pemahaman akan perkaranya secara langsung. Itulah yang disebut dengan Kearifan. 

Menyadari reaksi-reaksi batin dan memahaminya merupakan awal bangkitnya Kearifan. Batin yang menemukan rasa aman karena berpaling pada pengetahuan, telah menutup diri bagi mekarnya Kearifan. Justru batin yang tidak aman dalam menghadapi setiap tantangan, terbuka terhadap mekarnya Kearifan. 

Ketika reaksi-reaksi berhenti – reaksi aman atau tidak aman, menolak atau melekat, senang atau tidak senang – bukankah muncul respons terhadap tantangan yang bukan berasal dari keterkondisian?

Tidak ada buku, sekolah, guru, atau orang lain yang bisa mengajar kita tentang Kearifan. Kearifan mekar dengan sendirinya, kalau kita memahami lika-liku batin, dan itu hanya mungkin kalau batin sepenuhnya berada dalam keheningan. 

Batin yang hening bagaikan tanah subur bagi mekarnya Kearifan. Bisakah membiarkan Kearifan muncul dan bertindak dalam menghadapi setiap tantangan yang datang dari saat ke saat?

(Dari: Buku Pencerahan - Kebenaran, Cinta, dan Kearifan Melampaui Dogma, karya J. Sudrijanta, S.J. Penerbit Kanisius, 2013)

Selasa, 29 Januari 2013

Pohon

Seorang bijak bercerita tentang filosofi pohon. Ada 3 hal yang bisa kita pelajari dari pohon:

1. Pohon tidak memakan buahnya sendiri. Pohon memperoleh makanan dari tanah. Semakin dalam akarnya, semakin banyak nutrisi yang diambilnya. Ini berbicara tentang kedekatan relasi kita dengan Sang Pencipta sebagai Sumber Kehidupan kita.

2. Pohon tidak tersinggung ketika buahnya dipetik. Terkadang kita protes, kita sudah kerja keras mengapa orang lain yang menikmati? Ini berbicara tentang prinsip memberi. Kita bekerja supaya bisa memberi lebih banyak kepada orang-orang yang membutuhkan, bukan untuk kenikmatan sendiri.

3. Buah yang dihasilkan pohon memiliki biji, biji itu kemudian menggandakan pohon tersebut. Ini berbicara tentang bagaimana hidup kita memberi inspirasi dan pengaruh kepada orang-orang lain. 

(Dari: Buku 100 Inspiring Stories - Kisah-kisah Kehidupan yang Menginspirasi, Menghibur, dan Menyejukkan Jiwa Anda, karya Xavier Quentin Pranata. Penerbit Andi-Yogyakarta, 2012)

Senin, 28 Januari 2013

Jiwa yang Hidup

The soul is like an uninhabited world that comes to life only when God lays His head against us.

Jiwa laksana dunia tak berpenghuni yang menjadi hidup hanya ketika Allah mendekatkan diri-Nya kepada kita.

                          - St. Thomas Aquinas (1225-1274)

Minggu, 27 Januari 2013

Bejana Tanah Liat

William, penasihat kerajaan yang disegani karena bijaksana. Raja sangat memerhatikan perkataan dan nasihatnya. Wajahnya yang buruk dengan tubuh yang bungkuk membuat putri raja mengejeknya, "Jika engkau bijaksana, beritahu aku, mengapa Tuhan menyimpan kebijaksanaan-Nya dalam diri orang yang buruk rupa dan bungkuk."

William balik bertanya, "Apakah ayahmu punya anggur?"

"Semua orang tahu, ayahku punya anggur terbaik. Pertanyaan bodoh macam apa itu?" sahut putri raja dengan sinis.

"Di mana ia menaruh anggur itu?" tanya William lagi.

"Pastilah di dalam bejana tanah liat," jawab putri raja.

William tertawa. "Seorang raja yang kaya akan emas dan perak seperti ayahmu menggunakan bejana tanah liat untuk menyimpan anggur terbaiknya?"

Mendengar itu, putri raja segera pergi meninggalkan William dengan malu. Ia lalu memerintahkan pelayan untuk memindahkan semua anggur yang ada di istana dari dalam bejana tanah liat ke dalam bejana emas dan perak.

Suatu hari, raja mengadakan perjamuan bagi para tamu kerajaan. Ia sangat kaget, karena anggur yang diminum terasa sangat asam. Ia memanggil semua pelayan istana. Para pelayan menceritakan, anggur yang disuguhkan tadi berasal dari bejana emas dan perak atas permintaan putri raja. Raja menegur keras putrinya.

Putri raja lalu menemui William dan berkata, "Mengapa engkau menipu aku? Aku memindahkan semua anggur ke bejana emas, tetapi semua anggur jadi terasa asam." Dengan ringan William menjawab, "Sekarang, engkau tahu mengapa Tuhan lebih suka menempatkan kebijaksanaan dalam wadah yang sederhana. Kebijaksanaan itu sama seperti anggur. Ia hanya cocok dalam bejana tanah liat."

Ketika Tuhan mencari alat yang ingin dipakai-Nya, Ia tak harus mencari yang terbuat dari emas, tetapi dari tanah liat yang sederhana.

(Dari: Buku 100 Inspiring Stories - Kisah-kisah Kehidupan yang Menginspirasi, Menghibur, dan Menyejukkan Jiwa Anda, karya Xavier Quentin Pranata. Penerbit Andi-Yogyakarta, 2012)

Kamis, 24 Januari 2013

Mewariskan Nilai Kehidupan

Warren Buffet
Tahun 2008, Warren Buffet dinobatkan menjadi orang terkaya nomor satu di dunia. Bagaimana gaya hidupnya?

- Ia mendonasikan 31 miliar dollar untuk kemanusiaan.

- Ia masih tinggal di rumah kecil dengan 3 kamar di Omaha, yang dibelinya 50 tahun lalu saat baru menikah. Rumah tanpa pagar dan tembok tinggi.
"Jangan membeli lebih dari yang sungguh-sungguh Anda butuhkan. Doronglah anak-anak Anda untuk berpikir dan melakukan yang sama," katanya.

- Ia menyetir mobil Volvo kunonya sendiri, tanpa sopir dan pengawal.

- Ia tak pernah menggunakan pesawat jet pribadi, walau memiliki salah satu perusahaan pesawat jet terbesar. 

- Ia tak pernah berkumpul dalam pertemuan glamor kelas atas. 

- Ia tak pernah menggunakan telepon seluler dan laptop. "Jangan pamer. Jadilah diri sendiri dan nikmati hal-hal yang Anda lakukan," katanya.

Ketiga anaknya bekerja dan tak ada yang menganggur untuk menikmati harta orangtuanya. Mereka setuju dengan rencana ayah mereka untuk melepas sebagian besar hak waris mereka kepada badan sosial kemanusiaan.

Mengapa Warren Buffet melakukan hal tersebut? "Saya mau memberi secukupnya untuk anak-anak saya, sehingga mereka bisa melakukan segalanya. Saya tidak mau memberi terlalu banyak kepada mereka, sehingga mereka merasa tak perlu melakukan apa-apa."

(Dari: Buku 100 Inspiring Stories - Kisah-kisah Kehidupan yang Menginspirasi, Menghibur, dan Menyejukkan Jiwa Anda, karya Xavier Quentin Pranata. Penerbit Andi-Yogyakarta, 2012)
 

 

Pemimpin

"Orang seperti apa yang paling tepat untuk memerintah kota?"

Jawab Plato: "Orang yang mampu dengan baik mengatur dirinya sendiri."


(Dari: Buku Cherish Every Moment - Menikmati Hidup yang Indah Setiap Saat, karya Arvan Pradiansyah, Happiness Inspirator. Penerbit PT Elex Media Komputindo, 2011)

Senin, 21 Januari 2013

Cangkir Kopi


Suatu hari, beberapa alumni Universitas California Berkeley yang sudah bekerja dan mapan dalam karier mengunjungi profesor mereka yang sudah lanjut usia. Mereka berbicara banyak hal seputar pekerjaan dan kehidupan mereka.


Sang profesor lalu pergi ke dapur dan kembali dengan membawa seteko kopi panas. Di atas nampan, ia membawa bermacam cangkir. Ada cangkir dari kaca, kristal, melamin, dan plastik. Beberapa cangkir tampak indah dan mahal, tetapi ada juga cangkir yang bentuknya biasa-biasa saja dan terbuat dari bahan murah. "Silakan kalian masing-masing ambil cangkir dan tuang sendiri kopinya," ujar sang profesor. 

Setelah setiap orang memegang cangkir berisi kopi, profesor itu berkata, "Perhatikan. Kalian semua memilih cangkir yang bagus. Yang tersisa hanya cangkir murah dan tak menarik. Memilih yang terbaik adalah wajar, tetapi di situlah letak masalahnya. Ketika kalian tidak mendapatkan cangkir yang bagus, perasaan kalian terganggu. Kalian mulai melihat cangkir-cangkir yang dipegang orang lain dan membandingkan dengan cangkir yang kalian pegang. Pikiran kalian terfokus pada cangkir, padahal yang kalian nikmati bukan cangkirnya melainkan kopinya."

Sesungguhnya, kopi itu adalah kehidupan kita. Sedangkan cangkirnya adalah pekerjaan, jabatan, uang, dan posisi yang kita miliki. Mungkin sebagian orang menurut penglihatan kita tampak begitu beruntung dan bahagia, tetapi belum tentu mereka menikmati indahnya karunia kehidupan yang diberikan Tuhan. Jangan pernah membiarkan "wadah kopi" memengaruhi "kopi" yang kita nikmati. 

(Dari: Buku 100 Inspiring Stories - Kisah-kisah Kehidupan yang Menginspirasi, Menghibur, dan Menyejukkan Jiwa Anda, karya Xavier Quentin Pranata. Penerbit Andi-Yogyakarta, 2012)

Kamis, 17 Januari 2013

Ujian Tiga Saringan

Socrates (470SM-399SM), filsuf dari Athena-Yunani, terkenal memiliki pengetahuan tinggi dan sangat terhormat. Suatu hari, seorang kenalannya berkata kepada Socrates, "Tahukah Anda, apa yang saya dengar tentang teman Anda?"

"Tunggu dulu," tanggap Socrates. "Sebelum Anda menceritakan sesuatu kepada saya, saya akan adakan tes sederhana. Ini disebut Ujian Tiga Saringan (Triple Filter Test)."

"Saringan pertama adalah kebenaran. Apakah Anda sungguh yakin, apa yang akan Anda katakan kepada saya itu sesuatu yang benar?" tanya Socrates.

"Tidak," jawab kenalannya. "Saya hanya mendengar dari orang tentang hal itu."

"Jadi, Anda tidak yakin. Saringan kedua adalah kebaikan. Apakah yang akan Anda katakan tentang teman saya itu sesuatu yang baik?" tanya Socrates lagi.

"Tidak, justru sebaliknya."

"Jadi, Anda akan katakan sesuatu yang buruk tentang teman saya, tetapi tidak yakin apakah itu benar. Masih ada satu saringan lagi, yaitu kegunaan. Apakah yang akan Anda katakan itu berguna bagi saya?" tanya Socrates.

"Tidak, sama sekali tidak."

"Bila Anda ingin mengatakan sesuatu yang belum tentu benar, buruk, dan bahkan tidak berguna; mengapa Anda harus mengatakannya kepada saya?" ujar Socrates.

(Dari: Buku 100 Inspiring Stories - Kisah-kisah Kehidupan yang Menginspirasi, Menghibur, dan Menyejukkan Jiwa Anda, karya Xavier Quentin Pranata. Penerbit Andi-Yogyakarta, 2012)
 

Senin, 14 Januari 2013

Mengajak Keong Berjalan-Jalan

Suatu hari, Tuhan memberi aku tugas membawa keong berjalan-jalan. Aku tak dapat berjalan cepat, padahal keong sudah berusaha keras merangkak. 

Setiap kali bergerak, keong hanya beralih sangat sedikit. Aku mendesak, menghardik, dan memarahinya. Keong memandangku dengan pandangan minta maaf, seakan berkata, "Aku sudah berusaha sekuat tenaga!"

Sungguh aneh, mengapa Tuhan memintaku mengajak keong berjalan-jalan. Aku biarkan saja keong merangkak di depan, sedangkan aku kesal di belakang. Pelankan langkah, tenangkan hati....

Tiba-tiba, tercium aroma bunga-bunga. Aku merasakan hembusan lembut angin. Aku pun mendengar suara kicau burung-burung. Mengapa sebelumnya aku tidak merasakan semua ini?

Ternyata, Tuhan meminta keong untuk menuntunku berjalan-jalan, sehingga aku dapat memahami dan merasakan keindahan taman bunga yang tak pernah aku alami, saat aku cepat-cepat berjalan sendiri.

Seberapa banyak hal kita lewatkan karena kita menjalani hidup terlalu cepat? Dalam film Click, digambarkan seorang yang memiliki universal remote control, yang bisa dipakai untuk memperlambat atau mempercepat kehidupannya. Ketika hidupnya sedang kacau, ia mempercepat proses, sehingga segera melewati bagian-bagian sulit dalam hidupnya. Tanpa ia sadari, justru proses itulah yang mendewasakannya. Saat menyadarinya, ia sudah tua. Waktu memang tak bisa diulang kembali.

(Dari: Buku 100 Inspiring Stories - Kisah-kisah Kehidupan yang Menginspirasi, Menghibur, dan Menyejukkan Jiwa Anda, karya Xavier Quentin Pranata. Penerbit Andi-Yogyakarta, 2012)

Sabtu, 12 Januari 2013

Melihat Tanpa Tabir Pikiran

Orang memiliki mata untuk melihat. Tetapi kebanyakan orang tidak sungguh melihat secara utuh apa yang dilihatnya, karena orang melihat lebih cepat melalui pikirannya atau gambarannya daripada dengan mata dan batinnya yang polos.

Marilah kita lihat bersama kebiasaan umum kita melihat. Ketika kita melihat suatu objek, misalnya lukisan tertentu di depan kita, kita cenderung melihat melalui gambaran-gambaran yang sudah ada di benak kita. Lalu kita berpikir, menilai, mengapresiasi objek yang baru saja kita lihat.
 
Melihat dengan cara demikian tidak membuat suatu objek yang dilihat bisa ditangkap keutuhannya, karena sebenarnya kita hanya melihat gambaran kita sendiri tentang objek tersebut. Gambaran itu lalu kita proyeksikan ke luar pada objek yang kita lihat. Karena itu, apa yang kita lihat sebenarnya bukan objeknya itu sendiri, melainkan gambaran-gambaran kita sendiri. 

Kalau mata Anda mengamati suatu objek dan batin yang mengamati tidak terseret pada objek tersebut, maka mata dan batin mampu melihat tanpa melibatkan pikiran atau si pemikir. Diam atau bergeraknya saraf-saraf mata memengaruhi diam atau bergeraknya otak; dan diamnya otak memengaruhi intensitas batin yang mampu melihat tanpa si pelihat.

Mata yang memandang lewat pikiran hanya akan menghasilkan pengamatan parsial. Pengamatan totalhanya mungkin terjadi kalau otak diam. Dari sanalah muncul kearifan dalam melihat.

Bisakah kita melihat segala sesuatu – misalnya alam semesta, pasangan atau sahabat, masalah-masalah kita - dari batin yang hening, tanpa intervensi ide-ide, tanpa harapan, tanpa ketakutan, tanpa keinginan, tanpa ingatan kenikmatan atau kepahitan, tanpa masa lampau?
 
Batin yang hening melihat segala sesuatu secara langsung dan bertindak seketika. Ia bertindak bukan untuk mencari sesuatu yang lain, kecuali bertindak dengan penuh perhatian seolah-olah sedang bertindak untuk pertama kalinya. Bisakah dengan batin yang hening dan mata terbuka Anda melihat alam semesta, sahabat, atau masalah-masalah Anda seolah baru pertama kali melihatnya? 

(Dari: Buku Pencerahan - Kebenaran, Cinta, dan Kearifan Melampaui Dogma, karya J. Sudrijanta, S.J. Penerbit Kanisius, 2013)
 

Kamis, 10 Januari 2013

Melayani dengan Hati

Hotel Waldorf-Astoria, New York
Suatu malam, seorang pria tua dan istrinya memasuki sebuah lobi hotel kecil di Philadelphia, Amerika Serikat. "Semua hotel besar di kota ini sudah penuh, bisakah kau beri kami satu kamar saja?" tanya pria tua itu.

Pegawai hotel menjawab, "Semua kamar penuh karena ada tiga acara besar bersamaan di kota ini. Tetapi saya tak bisa membiarkan pasangan yang baik seperti Anda berhujan-hujan di luar pada tengah malam seperti ini. Bersediakah Anda berdua tidur di kamar saya?"

Keesokan hari, saat membayar tagihan, pria tua itu berkata kepada pegawai hotel yang melayaninya semalam, "Kamu orang yang seharusnya menjadi bos di sebuah hotel terbaik di negeri ini. Kamu melakukan pekerjaanmu dengan hati yang mau melayani. Mungkin suatu hari saya akan membangun sebuah hotel untukmu." Pegawai hotel hanya tersenyum lebar dan melupakan kata-kata pria tua itu.

Sekitar dua tahun kemudian, ia menerima surat yang berisi tiket ke New York dengan permintaan agar ia menemui pasangan tua tersebut. Di New York, pria tua itu mengajak pegawai hotel ke sudut jalan antara Fifth Avenue Thirty-Fourth Street. 

Pria tua itu lalu menunjuk sebuah bangunan baru yang luar biasa megah dan berkata, "Inilah hotel yang saya bangun untuk kamu kelola." Pegawai hotel itu adalah George Charles Boldt, yang menerima tawaran William Waldorf Astor, pria tua pemilik hotel Waldorf-Astoria yang merupakan salah satu hotel terbaik di dunia.

(Dari: Buku 100 Inspiring Stories - Kisah-kisah Kehidupan yang Menginspirasi, Menghibur, dan Menyejukkan Jiwa Anda, karya Xavier Quentin Pranata. Penerbit Andi-Yogyakarta, 2012)
 

Senin, 07 Januari 2013

Setiap Hari adalah Mahakarya

Tak pernah terpikir, aku akan pindah kembali ke rumah orangtuaku setelah lulus dari sekolah tinggi. 

Malah sebenarnya, selama melanjutkan kuliah, aku mengatakan pada diri sendiri bahwa pindah dari budaya metropolitan Los Angeles yang menarik ke kamar tidur masa kecilku di sebuah kota pantai yang kecil bukanlah pilihan.

Maka, aku mengajukan beasiswa. Aku melamar ke universitas-universitas di berbagai penjuru negeri. Empat bulan kemudian, kotak suratku dipenuhi dengan surat penolakan.

Berminggu-minggu setelah kelulusan college, teman-temanku telah terpencar ke mana-mana. Aku mengemas barang-barangku ke dalam mobil orangtuaku dan pindah kembali ke rumah. Aku merasa seperti orang yang gagal total.

Aku memiliki ijazah college yang bergengsi, tetapi aku ada di sini, kembali ke titik di mana aku mulai empat tahun lalu. Aku merasa semua orang, kecuali diriku, melakukan hal-hal yang menyenangkan dan bermakna.

Setelah beberapa hari berduka, aku menemukan sebuah kutipan: "Jadikan setiap hari sebagai mahakaryamu." Aku sadar, aku tak perlu tinggal sendiri di sebuah kota baru yang menyenangkan untuk menjadikan hari-hariku sebagai mahakarya. Aku bisa mulai saat ini juga.

Aku menggeser cara pikirku dan mulai melihat keberadaanku di rumah sebagai hadiah, di mana aku bisa menghabiskan banyak waktu bersama orangtuaku. Relasi kami berkembang menjadi relasi yang saling menghargai dan mempertimbangkan.

Aku juga menjadi relawan di sekolah, mengajar latihan menulis dan membimbing anak-anak untuk membaca. Aku meluangkan waktu di rumah perawatan lansia, terlibat dalam kegiatan pembersihan pantai, dan acara-acara penggalangan dana.

Aku bukan orang gagal - tak pernah menjadi orang gagal. Sekarang aku sadar, cara pikir negatiflah yang telah menghalangiku. "Sukses"-ku tidak tergantung pada apa yang dipikirkan orang lain, atau apa yang dilakukan teman-temanku, atau apa yang menurutku "seharusnya" aku lakukan. Hidupku adalah sebuah kesuksesan, ketika aku menjadikan setiap hari sebagai mahakarya. (Dallas Woodburn)

(Dari: Buku Chicken Soup for the Soul - Think Positive, karya Jack Canfield, Mark Victor Hansen, Amy Newmark. Penerbit Gramedia, 2012)

Sabtu, 05 Januari 2013

Gairah Murni Kehidupan

Banyak orang bermimpi melakukan hal-hal besar, tetapi tidak pernah menyaksikan hal-hal besar itu menjadi kenyataan. Hanya sedikit orang arif yang tidak tergoda
untuk melakukan hal-hal besar, tetapi mereka melakukan segala sesuatu termasuk hal-hal paling kecil dengan gairah yang besar.

Apa yang membuat Anda kurang bersemangat atau sedang bersemangat? Apa yang membuat batin bergairah atau tidak bergairah? Bukankah batin yang menemukan objek yang menyukakan hati membuatnya bergairah, dan objek yang tidak menyukakan hati membuatnya tidak bergairah?

Gairah yang kita kenal selalu memiliki objek. Karena itu ada berbagai bentuk gairah yang ditentukan oleh objeknya. Ada gairah untuk memenuhi kebutuhan pangan, sandang, papan. Ada gairah untuk memuaskan kebutuhan seks atau memuaskan keinginan-keinginan indrawi. Ada gairah untuk menikmati seni atau hobi. Ada gairah untuk memiliki kesuksesan, kekayaan, kekuasaan, prestise, kehormatan. Ada gairah untuk mengumpulkan lebih banyak pengetahuan atau pengalaman.

Namun, bangkit tidaknya suatu gairah pertama-tama bukan ditentukan oleh objeknya, melainkan oleh hasrat atau keinginan. Keinginan ini diperkuat oleh gambaran atau citra tentang objeknya, entah objek fisik di luar batin maupun objek mental di dalam batin.
 
Ketika batin berhubungan dengan objek keinginan, muncullah sensasi tertentu. Begitu objek keinginan didapatkan, gairah lenyap seketika. Gairah akan bangkit kembali, ketika keinginan terbangkitkan.

Kalau Anda ingin membangkitkan gairah kehidupan yang bersumber dari keinginan, maka keinginan mesti dipupuk dan dikobarkan. Namun, setiap keinginan menciptakan konflik, pergulatan, dan penderitaan.

Adakah gairah yang lain yang tidak bersumber dari keinginan, bukan bersumber dari harapan, bukan emosi atau perasaan, bukan nafsu, bukan kelekatan, tidak menciptakan kenikmatan dan kesakitan? Adakah gairah kehidupan yang bebas konflik, pergulatan, dan penderitaan? Adakah gairah kehidupan yang tidak memiliki objek tertentu? Adakah gairah kehidupan tanpa sebab, sehingga bukan sebagai akibat dari sesuatu? Adakah api gairah murni yang memiliki vitalitas dan intensitas tak pernah padam, tak terkondisi oleh apa pun, mampu membakar apa yang palsu, dan membebaskan?

Gairah murni adalah energi kehidupan yang tidak bersumber dari keinginan. Karena itu, kita tidak bisa membangkitkan gairah murni dengan memupuk imajinasi, pikiran, harapan, dan keinginan. Alih-alih, kita perlu menyelami, melihat, dan memahami secara langsung apa saja yang bukan gairah murni dan membiarkan lenyap sepenuhnya.


Kalau api gairah sebagai nafsu dilihat dalam kejernihan, bukankah batin menerobos asap penderitaan, dan keluar dengan api gairah murni yang berbeda? Bisakah kita lalu membiarkan nyala api gairah murni itu bertindak dalam hubungan-hubungan kita, termasuk dalam hubungan dengan hal-hal paling kecil sekali pun?

(Dari: Buku Pencerahan - Kebenaran, Cinta, dan Kearifan Melampaui Dogma, karya J. Sudrijanta, S.J. Penerbit Kanisius, 2013)
 

Kamis, 03 Januari 2013

Ketenaran

Walt Disney
"Bagaimana rasanya menjadi orang terkenal?" Walt Disney pernah ditanya suatu kali. 

"Enak," jawabnya, "jika ketenaran dapat membantu saya mendapatkan tempat duduk yang baik di pertandingan bola. Tetapi, ternyata ketenaran tidak pernah membantu saya dalam membuat film yang baik, tembakan yang tepat di permainan polo, atau meminta anak perempuan saya untuk patuh. Ketenaran juga tampaknya tidak mampu mengusir kutu pada anjing-anjing saya. Maka, saya kira tidak banyak gunanya menjadi seorang terkenal." (Clifton Fadiman)

(Dari: Buku 1500 Cerita Bermakna jilid ke-2, karya Frank Mihalic, SVD. Penerbit Obor, 2009)

Rabu, 02 Januari 2013

Kini


Jangan pernah memusingkan hari esok,
yang ada selalu hari ini.

Kemarin telah lenyap,
tak seorang pun dapat menjelaskannya.

Setiap menit harus berjaga,
buatlah itu bermakna.

Tidak ada saat yang lain,
selalu KINI.

Hanya kini kesempatan emas,
saat yang pantas untuk dibela.

Hanya kini tanpa awal,
hanya kini yang tak pernah dapat berakhir.

Jangan pernah memusingkan hari esok,
hari ini yang harus engkau isi,
dengan semua yang benar dan mulia,
waktu untuk itu adalah KINI!

(Gems of Thought)

(Dari: Buku 1500 Cerita Bermakna jilid ke-3, karya Frank Mihalic, SVD. Penerbit Obor, 2008)

Ciptakanlah Makna Bagi Kehidupan
di
 Tahun Baru 2013