Cari Blog Ini

Kamis, 31 Mei 2012

Tuhan Menciptakan Kejahatan?

Seorang profesor yang ateis berbicara dalam sebuah seminar.

Profesor: Apakah Tuhan menciptakan segala yang ada?

Para mahasiswa: Betul, Ia pencipta segalanya.

Profesor: Jika Tuhan menciptakan segalanya, berarti Tuhan juga menciptakan kejahatan.

Semua terdiam, kesulitan menjawab hipotesis profesor itu. Suara seorang mahasiswa memecah kesunyian.

Mahasiswa: Prof, saya ingin bertanya. Apakah dingin itu ada?

Profesor: Pertanyaan macam apa itu. Tentu saja, dingin itu ada.

Mahasiswa: Prof, dingin itu tidak ada. Menurut hukum fisika, yang kita anggap dingin sebenarnya adalah ketiadaan panas. Suhu -460 derajat Fahrenheit adalah ketiadaan panas sama sekali. Semua partikel menjadi diam, tidak bisa bereaksi pada suhu tersebut. Kita menciptakan kata 'dingin' untuk mengungkapkan ketiadaan panas. Selanjutnya, apakah gelap itu ada?

Profesor: Tentu saja ada.

Mahasiswa: Anda salah, Prof. Gelap juga tidak ada. Gelap adalah keadaan di mana tiada cahaya. Cahaya bisa kita pelajari, sedangkan gelap tidak bisa. Kita dapat menggunakan prisma Newton untuk mengurai cahaya menjadi beberapa warna dan mempelajari panjang gelombang setiap warna. Tetapi, Anda tidak bisa mengukur gelap. Seberapa gelap suatu ruangan diukur melalui berapa besar intensitas cahaya di ruangan itu. Kata 'gelap' dipakai manusia untuk menggambarkan ketiadaan cahaya. Jadi, apakah kejahatan itu ada?

Profesor mulai bimbang, tetapi menjawab: Tentu saja ada.

Mahasiswa: Sekali lagi Anda salah, Prof. Kejahatan itu tidak ada. Tuhan tidak menciptakan kejahatan. Seperti dingin dan gelap, 'kejahatan' adalah kata yang dipakai manusia untuk menggambarkan ketiadaan Tuhan dalam dirinya. Kejahatan adalah hasil dari tidak hadirnya Tuhan dalam hati manusia.

Profesor terdiam. Dan mahasiswa itu adalah Albert Einstein.

(Dari: kiriman seorang sahabat)
 

Selasa, 29 Mei 2012

Tak Perlu Takut

Kesalahan terbesar yang sebagian besar dari kita lakukan mengenai Allah, salah satu hal yang terus-menerus mengurangi kedamaian jiwa kita adalah ide bahwa Allah menuntut terlalu banyak dari kita, lebih daripada yang dapat diberikan oleh makhluk lemah seperti kita. Allah seperti itu sungguh menakutkan.

Namun, Allah pada kenyataannya sudah puas dengan sedikit yang bisa kita berikan, karena Allah tahu - dan menerima - sedikit hal yang kita punya.

Kita hanya perlu melakukan tiga hal:

- Melakukan yang terbaik untuk menemukan dan menghormati Allah dalam setiap hal yang kita lakukan.
- Melakukan apa pun - seberapa pun kecilnya - yang bisa kita lakukan untuk hidup dengan cara ini.
- Membiarkan Allah melakukan hal lainnya.

Jika kita mengikuti aturan sederhana ini, kita akan memiliki Allah. Dan bila kita memiliki Allah, kita tidak akan terganggu, tidak akan cemas. Kita tidak perlu takut lagi akan Allah, yang tidak pernah meminta kita melakukan lebih daripada yang bisa kita berikan.

(Dari: Buku Bebaskan Hatimu - 30 Hari Bersama Mahaguru Spiritual Fransiskus dari Sales, editor serial John Kirvan. Penerbit Obor, 2012)

Minggu, 27 Mei 2012

Keterhubungan dan Kesatuan

Allah menciptakan manusia tidak seperti tukang kayu menciptakan meja dan kursi. Tukang kayu punya jarak dengan hasil karyanya. Begitu hasil karyanya jadi, ia tidak terlibat lagi dengan nasib hasil karyanya. 

Berbeda dengan Allah. Ia menciptakan kita dan terus terlibat dalam kehidupan kita. Ia bukan Allah yang sekali menciptakan kita, lalu berdiri di luar kita.

Hubungan kita dengan Allah seperti hubungan air dengan awan. Tidak ada awan tanpa air. Begitu pula tidak ada Allah di luar diri kita. Kita adalah bagian dari Allah, seperti awan adalah bagian dari air.

Kesatuan Allah dengan dunia dan kesatuan kita satu dengan yang lain merupakan analog dari kesatuan Tritunggal Mahakudus. Dalam tradisi Kristiani, Allah diimani sebagai yang berpribadi tiga tetapi berentitas Tunggal: Allah Bapa, Allah Putera, dan Allah Roh Kudus. Satu ada dalam banyak dan banyak ada dalam Satu. Mereka hidup selalu dalam keterhubungan dan kesatuan.

Kesadaran akan keterhubungan dan kesatuan segala sesuatu ini akan melenyapkan energi keterasingan atau kesepian manusia. Doa berikut bisa dipakai sebagai latihan untuk menyingkap misteri kehidupan sebagai keterhubungan dan kesatuan segala sesuatu.

Allah Tritunggal Mahakudus,
Setiap orang yang aku cintai, itu adalah Engkau.
Setiap orang yang mencintaiku, itu adalah Engkau.
Setiap kebaikan yang aku alami, itu adalah Engkau.
Setiap hal yang membuat aku seperti apa adanya, itu adalah Engkau.

Engkau yang Satu ada dalam banyak dan banyak ada dalam Satu.
Engkau ada dalam segala sesuatu dan segala sesuatu ada dalam Engkau.
Perkenankanlah aku dimasukkan ke dalam Misteri Kehidupan-Mu,
bahwa segala sesuatu saling terhubung dan berada dalam kesatuan.

Di luar Engkau, aku hidup dalam kesepian.
Di dalam Engkau, aku hidup dalam kesendirian.
Namun, dalam kesendirian itu Engkau ada.
Di sana aku hidup dalam keterhubungan dan kesatuan dengan segala sesuatu.

(Dari: Buku Revolusi Batin adalah Revolusi Sosial, karya J. Sudrijanta, S.J. Penerbit Kanisius, 2009)

Jumat, 25 Mei 2012

Jadilah Diri Sendiri

Jangan buang-buang waktu untuk berangan-angan menjadi orang lain. 
Jangan berusaha menjadi orang lain. 
Bekerja dan berdoalah supaya menjadi diri sendiri.

Jadilah siapa sesungguhnya dirimu, di tempat engkau berada.
Konsentrasilah pada masalah kecil setiap hari dan luka yang menimpamu.

Keluarkan upaya terbaikmu. Curahkan energi batinmu pada apa yang ada di hadapanmu. Inilah yang diminta Allah darimu.

Hanya itu yang Ia minta darimu: engkau hidup 
dan menanggapi berkat-Nya di sini dan saat ini.

Melakukan yang lainnya hanya membuang-buang waktumu.
Dengarkan baik-baik.

Hal inilah yang sangat penting - dan sangat salah dipahami -
karena kita semua lebih suka melakukan apa yang kita sukai sendiri.
Sangat sedikit dari kita yang memilih mendahulukan tugas atau kehendak Allah.

Jangan menanami kebun orang lain.
Bertumbuhlah di mana engkau ditempatkan.


(Dari: buku Bebaskan Hatimu - 30 Hari Bersama Mahaguru Spiritual Fransiskus dari Sales, editor serial John Kirvan. Penerbit Obor, 2012)

Selasa, 22 Mei 2012

Membebaskan

Ada satu kesalahan yang kerap dilakukan orang dalam hubungannya dengan orang lain, yaitu mencoba membangun keadaan nyaman yang stabil dalam arus kehidupan yang senantiasa berubah.

Pusatkan pikiran Anda pada seseorang yang Anda harapkan mencintai Anda. Apakah Anda ingin menjadi seseorang yang penting, istimewa, dan berpengaruh bagi kehidupannya? Bukankah Anda ingin agar ia memedulikan dan memerhatikan Anda secara khusus?

Bila jawaban Anda, "ya," bukalah mata dan lihatlah betapa bodohnya Anda mengizinkan orang lain untuk menyisihkan diri Anda demi kepentingan mereka, membatasi kebebasan Anda demi keuntungan mereka, mengontrol tingkah laku dan perkembangan Anda agar sesuai dengan kepentingan mereka. Seolah-olah ia berkata, "Jika ingin menjadi istimewa bagi saya, kamu harus memenuhi syarat-syarat saya. Begitu tindakanmu tidak lagi sesuai dengan harapan saya, kamu pun tidak lagi istimewa bagi saya."

Anda ingin menjadi istimewa bagi seseorang, dan Anda harus membayarnya dengan kehilangan kebebasan. Anda harus menari sesuai dengan irama orang lain, persis seperti yang Anda tuntut dari orang lain bila mereka ingin menjadi istimewa bagi Anda.

Manakah yang Anda pilih: berada dengan seorang teman dalam penjara atau berada di alam bebas sendirian? Katakan kepada orang itu, "Aku membiarkanmu bebas menjadi dirimu, berpikir menurut pikiranmu, menuruti seleramu, mengikuti dorongan hatimu, bertindak dengan cara apa pun yang kamu sukai."

Saat mengatakan kalimat tersebut, Anda akan mempelajari satu dari dua hal ini. Pertama, hati Anda menentang kata-kata itu dan Anda akan dicecar agar tetap percaya bahwa Anda memang orang yang suka mengikat dan mengeksploitasi. Inilah saatnya untuk menguji keyakinan palsu, bahwa tanpa orang ini Anda tidak dapat hidup bahagia.

Kedua, hati Anda menyuarakan kata-kata itu dengan tulus; saat itu juga semua kekangan, manipulasi, eksploitasi, dominasi, dan rasa iri akan hilang. Anda pun akan melihat sesuatu yang lain. Orang atau pribadi itu otomatis menjadi tidak istimewa dan tidak penting lagi bagi Anda. Ia menjadi penting karena dirinya, seperti matahari terbenam atau pohon yang menjadi istimewa karena pohon itu sendiri bukan karena buah atau keteduhan yang diberikannya.

Orang yang Anda cintai bukan milik Anda lagi, melainkan milik setiap orang atau bahkan bukan milik siapa-siapa, seperti halnya matahari atau pohon itu. Ucapkanlah kata-kata itu lagi dengan tegas, "Aku membiarkan kamu bebas menjadi dirimu...."

Dengan mengucapkan itu Anda telah membebaskan diri, maka sekarang Anda siap untuk mencintai. Dengan mengikat, yang Anda berikan kepada orang lain bukan cinta, melainkan rantai yang hanya akan mengikat Anda berdua. Cinta hanya dapat tumbuh dalam kebebasan. Orang yang sungguh-sungguh mencintai akan mengusahakan kebaikan orang yang dicintai. Untuk mengusahakan itu, yang utama adalah memberikan kebebasan bagi orang yang dicintai.

(Dari: Buku Dipanggil untuk Mencinta - Kumpulan Renungan, karya Anthony de Mello, S.J. Penerbit Kanisius, 1997)

Sabtu, 19 Mei 2012

Hati yang Bebas

Hati yang bebas merupakan sahabat dekat dari jiwa yang tenang.

Hati yang bebas adalah hati yang tidak terikat dengan caranya sendiri dalam melakukan sesuatu.

Hati yang bebas akan sungguh menikmati penghiburan batin, namun tidak bergantung pada hal itu saja dan kemauannya, melainkan pada kemampuan terbaik dalam menerima bahwa setiap masalah ada hikmahnya.

Hati yang bebas tidak begitu terikat pada jadwal atau cara tertentu dalam berdoa, sehingga setiap perubahan akan membuatnya kesal dan menjadi sumber kecemasan.

Hati yang bebas tidak terikat pada sesuatu yang berada di luar kendalinya.

Hati yang bebas berdoa kepada Allah supaya nama-Nya dimuliakan, kehendak-Nya terjadi. Roh yang bebas tidak perlu memikirkan diri sendiri dalam hal apa pun.

(Dari: Buku Bebaskan Hatimu - 30 Hari Bersama Mahaguru Spiritual Fransiskus dari Sales, editor serial John Kirvan. Penerbit Obor, 2012)

Kamis, 17 Mei 2012

Sang Musafir

Mereka menghujat-Nya sebagai seorang biadab, Anak turunan rakyat jelata, Manusia yang keras dan kasar.

Mereka berkata bahwa hanya angin yang menyisir rambut-Nya, hanya hujan yang memberi-Nya pakaian dan membentuk tubuh-Nya.

Mereka menganggap-Nya Orang gila dan perkataan-Nya berasal dari setan.

Namun lihatlah, Manusia yang dihujat itu telah memaklumkan tantangan dan gemuruh suara itu takkan berhenti.

Ia melantunkan nyanyian, dan tak ada orang yang sanggup menghentikan melodi itu. Senandung-Nya mengambang dari generasi ke generasi, bergaung dari ruang ke ruang mengingatkan Dia adalah seorang asing. 

Ya, Dia adalah Orang asing. Seorang pengembara menuju jalan suci-Nya, Seorang pendatang yang mengetuk pintu rumah, tamu dari negeri yang jauh.

Tetapi karena tiada seorang pun menerima-Nya, Dia pun kembali pulang.

(Dari: Buku Yesus Sang Anak Manusia, karya Kahlil Gibran. Penerbit Yayasan Bentang Budaya, 1999)

Senin, 14 Mei 2012

Uang Temuan

Beberapa tahun yang lalu, kakak perempuan saya, Marjorie, dan saya sedang berjalan-jalan di daerah tempat tinggal kami - sepanjang tepi danau Crystal, Michigan, sambil membicarakan peristiwa-peristiwa hari itu. Marjorie melihat sesuatu di pasir, ia berhenti dan mengamati lebih dekat. Kami sangat terkejut, karena itu ternyata segumpal lembaran uang US$20.

Dengan sedikit iri, saya diam-diam bertanya apa yang akan ia lakukan dengan uang itu. Untunglah, saya tak perlu merasa iri terlalu lama, karena hanya beberapa meter dari sana saya melihat segumpal lembaran uang US$20 yang lain! 

Kami bergembira atas keberuntungan kami. Sepanjang jalan ke rumah kami berbincang tentang "uang temuan" kami. 

Setiba di rumah, saya tak dapat berhenti berpikir tentang apa yang akan saya belanjakan dengan uang itu. Saya akan membelanjakannya untuk sesuatu yang seluruhnya hanya untuk diri saya sendiri! Dengan hati-hati saya menyimpan uang itu di sudut laci dan berulang kali mengatakan dalam hati, saya akan bersenang-senang dengan uang itu.

Hari Minggu berikutnya, di gereja saat kotak persembahan sedang diedarkan, saya mengintip Marjorie mengeluarkan gumpalan uang US$20-nya dan memasukkan ke dalam kotak. Hari itu, saya menyadari perbedaan sesungguhnya antara saya dan kakak saya. Rasanya saya akan merendahkan hati selamanya. Anehnya, saya pun tidak dapat mengingat apa yang saya beli dengan uang itu. (Dikisahkan oleh Sue Freshour untuk mengenang Marjorie) 

(Dari: Buku Chicken Soup for the Christian Soul - 57 Kisah untuk Membuka Hati dan Membangkitkan Semangat, karya Jack Canfield, Mark Victor Hansen, Patty Aubery & Nancy Mitchell. Penerbit Dabara Publishers, 1999)
 

Sabtu, 12 Mei 2012

Memulai Langkah Pertama

Mungkin kita akan merasa kecewa, bila memikirkan kekurangan-kekurangan diri kita, dan membayangkan diri bagaikan seorang bayi yang baru mulai belajar berdiri di atas kakinya sendiri, tetapi bertekad kuat untuk menaiki tangga supaya bisa bertemu dengan sang bunda.

Perlahan-lahan, sang anak mulai mengangkat kakinya yang mungil, memulai langkah pertamanya, meski setiap kali ia terantuk dan jatuh.

Lakukanlah seperti yang diperbuat si anak kecil itu. 

Dengan menghayati segala kebajikan, tetap melangkahkan kaki memanjat tangga-tangga kesempurnaan.

Tetapi, jangan membayangkan dengan kekuatanmu sendiri akan berhasil memulai langkah pertama menaiki tangga.

Yang Tuhan minta darimu hanyalah kehendak baikmu. Dengan tatapan penuh kasih sayang Ia memandangmu dari puncak tangga. Saat itu, Ia terharu melihat upayamu, Ia akan menggendongmu ke dalam kerajaanNya, agar tidak meninggalkan Dia lagi.

Namun, bila engkau tidak mencoba untuk memulai langkah pertama, engkau akan tetap tinggal di tanah untuk selamanya.

(Dari: Buku Berpasrah Penuh - 30 Hari Bersama Mahaguru Spiritual Theresia dari Lisieux, editor serial John Kirvan. Penerbit Obor, 2012)

Selasa, 08 Mei 2012

Tangan Ibu

Beberapa tahun yang lalu, ketika ibu saya berkunjung, ia mengajak saya berbelanja bersama, karena ia membutuhkan gaun baru. Saya sebenarnya tidak suka pergi berbelanja bersama orang lain, dan saya bukan orang yang sabar. Walau demikian, kami berangkat juga ke pusat perbelanjaan.

Kami mengunjungi setiap toko yang menyediakan gaun wanita. Ibu saya mencoba gaun demi gaun dan mengembalikan semuanya. Saya mulai lelah dan ibu mulai frustasi.

Di toko terakhir yang kami kunjungi, ibu saya mencoba sebuah gaun biru yang cantik terdiri dari tiga helai. Pada blusnya terdapat sejenis tali di bagian tepi leher. Karena saya tidak sabar, kali ini saya ikut masuk dan berdiri bersama ibu di dalam ruang ganti pakaian. 

Saya melihat bagaimana ibu menjajal pakaian itu, dan dengan susah mencoba mengikat tali di bagian tepi leher. Ternyata, tangan-tangannya sudah mulai dilumpuhkan oleh penyakit radang sendi. Seketika ketidaksabaran saya digantikan oleh suatu rasa kasihan yang mendalam kepadanya. Saya berbalik pergi dan mencoba menyembunyikan air mata yang mengalir keluar tanpa saya sadari.

Setelah saya tenang, saya kembali masuk ke kamar ganti untuk mengikatkan tali gaun itu. Pakaian tersebut begitu indah dan ibu membelinya. Perjalanan belanja kami berakhir, tetapi kejadian itu terukir dan tak dapat terlupakan.

Sepanjang sisa hari itu, saya teringat kejadian di dalam ruang ganti pakaian. Terbayang kedua tangan ibu yang penuh kasih, yang pernah menyuapi saya, memandikan saya, memakaikan baju, membelai dan memeluk saya. Terlebih dari semua itu, berdoa untuk saya. 

Sore harinya, saya pergi ke kamar ibu dan memegang kedua tangannya. Saya menciumnya dan mengatakan kepadanya, bagi saya kedua tangan itu adalah tangan yang paling indah di dunia.

Saya sangat bersyukur, Tuhan telah membuat saya melihat dengan mata saya yang baru, betapa bernilai dan berharganya kasih sayang penuh pengorbanan dari seorang ibu. Saya hanya dapat berdoa, suatu hari kelak, tangan dan hati saya akan memiliki keindahannya tersendiri.

(Dari: Buku Chicken Soup for the Christian Soul - 57 Kisah untuk Membuka Hati dan Membangkitkan Semangat, karya Jack Canfield, Mark Victor Hansen, Patty Aubery & Nancy Mitchell. Penerbit Dabara Publishers, 1999)
 

Minggu, 06 Mei 2012

Terbang Sebelum Memiliki Sayap

Semangat yang lebih besar dituntut dari orang-orang yang memulai perjalanan menuju kesempurnaan, daripada orang-orang yang tiba-tiba menjadi martir, karena kesempurnaan tidak dapat diperoleh hanya dalam waktu semalam.

Engkau masih harus memerangi perasaan-perasaanmu. Misalnya, engkau menyadari sedang berdoa kepada Tuhan, tetapi di saat yang sama jiwamu merasakan kesedihan mendalam. Banyak orang yang berbalik arah pada titik ini, karena mereka tidak tahu bagaimana harus membantu diri mereka sendiri.

Banyak orang ingin terbang, sebelum Tuhan memberikan mereka sayap. Mereka mengawali dengan kemauan baik, dengan semangat dan tekad yang kuat, supaya maju dalam kebajikan.

Ada orang-orang yang mengorbankan segalanya demi Tuhan. Lalu mereka memerhatikan orang-orang yang sudah jauh berjalan - memiliki kebajikan-kebajikan yang luar biasa dan menjadi inspirasi bagi mereka. Mereka membaca buku-buku doa dan kontemplasi - tentang semua yang harus mereka lakukan demi mencapai tujuan spiritualnya, kemudian hati mereka menjadi tawar.

Jangan terganggu. Bila engkau mau melakukan kehendak Tuhan, berdoalah dan berharaplah kepada Tuhan. Lakukanlah apa yang bisa engkau kerjakan sendiri, maka Tuhan akan memberikan segala yang engkau inginkan dalam hatimu.

Kodrat kita yang lemah harus mempunyai keyakinan yang cukup besar dan jangan dibuat cemas. Hendaknya kita yakin, bila kita melakukan yang terbaik, kita akan menjadi pemenang. 

(Dari: Buku Jangan Biarkan Apa pun Mengganggumu - 30 Hari Bersama Mahaguru Spiritual Teresa dari Avila, editor serial John Kirvan. Penerbit Obor, 2012)

Kamis, 03 Mei 2012

Kata-Kata Sederhana

Hati, otak, dan lidah setuju bahwa mereka tidak akan membuat kata-kata sederhana lagi. Hati berkata, "Kata-kata remeh itu hanya membuat saya kadang gelisah dan kadang lembut. Sekarang, setiap orang harus keras."

Lalu otak menambahkan, "Ide, perumusan, dan spekulasi yang bagus - hal itu yang memberi hasil. Kata-kata sederhana hanya merupakan pemborosan waktu." Lidah menyambung, "Saya ahli dalam istilah-istilah teknis, kata-kata asing, dan pidato-pidato hebat. Saya tidak mau disibukkan lagi dengan kata-kata sederhana."

Jadi, hati mulai mengirim kata-kata hebat saja kepada lidah. Otak hanya menciptakan kata-kata yang terpelajar, dan lidah membuat pidato-pidato yang hebat. Tidak ada lagi kata-kata sederhana yang muncul dari bibir. Dunia menjadi dingin dan tak berpengharapan.

Tetapi, ada sejumlah orang yang tetap mengingat kata-kata sederhana. Mereka mulai mencari kata-kata itu dalam sejarah masa lalu. Awalnya, mereka merasa takut ditertawakan. Namun, kata-kata sederhana yang mengandung kegembiraan itu mulai merambat dari mulut ke mulut, dari kepala ke kepala, dari hati ke hati, dan dalam waktu singkat kata-kata itu sudah meluas. Dunia kembali menjadi tempat yang bersahabat.

(Beberapa kata sederhana yang remeh itu antara lain: terima kasih, maaf, semoga Anda baik-baik saja, bagus!, ada yang bisa saya bantu?, hebat!, teruskan pekerjaan yang baik ini!) (Willi Hoffsuemmer)

(Dari: Buku 1500 Cerita Bermakna jilid ke-1, karya Frank Mihalic, SVD. Penerbit Obor, 2009)
 

Selasa, 01 Mei 2012

Berdiam Diri

Starr Daily, seorang yang tahu banyak tentang seni penyembuhan rohani, berkata, "Sepengetahuan saya, tak seorang pun dari antara kenalan saya yang tahu bagaimana mempraktikkan diam dan berdiam diri, pernah sakit."

Memang, praktik berdiam diri lebih menenangkan dan menyembuhkan daripada kebanyakan obat-obatan. 

Pascal, seorang ilmuwan terkemuka, berkata, "Setelah mengamati manusia selama bertahun-tahun, saya mengambil kesimpulan bahwa salah satu kesulitan terbesar manusia adalah ketidakmampuannya untuk berdiam diri." (Charles L. Allen)

(Dari: Buku 1500 Cerita Bermakna jilid ke-1, karya Frank Mihalic, SVD. Penerbit Obor, 2009)