Cari Blog Ini

Selasa, 31 Januari 2012

Titik Tolak Cinta Kasih

"Saling mencintai seperti Aku mencintai kalian." Kata-kata itu janganlah hanya merupakan sinar untuk kita, melainkan suatu bara api yang membakar habis cinta diri kita.

Kita tidak dapat melihat Tuhan, kita tidak dapat menyatakan cinta kita kepadaNya, tetapi tetangga-tetangga kita selalu dapat dilihat, dan kita dapat berbuat sesuatu untuk mereka seperti apa yang kita ingin perbuat kepada Tuhan seandainya kita bisa melihatNya.

Allah menganugerahkan kepada kita kekuatan dan kegembiraan yang besar untuk mencintai mereka. Apakah kita menggunakannya? Di mana kita mulai menggunakannya? Tuhan mengatakan agar kita mencintai satu sama lain - saudaraku, tetanggaku, suamiku, istriku, anakku, dan kaum tua.

Para suster kami bekerja di seluruh dunia, dan saya telah melihat kesusahan, kesengsaraan, dan penderitaan. Dari manakah datangnya semua itu? Datangnya dari kurang cinta kasih dan kurang berdoa. Tidak ada waktu untuk berkumpul di dalam keluarga, berdoa bersama, tinggal bersama.

Cinta kasih dimulai dari rumah kita sendiri, dan mungkin akan kita temukan yang miskin di dalam rumah kita sendiri. Kami mempunyai rumah di London. Di sana suster-suster kami bekerja pada malam hari. Suatu malam, mereka pergi keluar untuk membawa orang-orang yang ada di jalan-jalan.

Mereka melihat seorang anak muda. Ia berbaring di jalanan. "Seharusnya kau tidak di sini. Seharusnya kau ada di rumah dengan orangtuamu," kata salah seorang suster. "Kalau aku pulang, ibuku tidak mau menerima aku, karena rambutku panjang. Setiap kali pulang, aku disuruh keluar rumah," ujarnya lirih. Ketika para suster kembali ke tempat itu, anak muda tersebut telah meminum obat berlebihan dan harus dibawa ke rumah sakit.

Saya tak habis pikir, kemungkinan ibu anak muda itu sangat sibuk dengan kelaparan yang dialami orang-orang di India. Padahal, justru anaknya sendiri yang lapar akan dia, lapar akan cinta kasih ibunya, lapar akan pemeliharaannya, dan sang ibu menolak memberikannya.

Memang, lebih mudah mencintai orang di tempat yang jauh. Sering kali lebih sulit mencintai orang yang dekat dengan kita. Lebih mudah memberi semangkuk nasi untuk mengatasi rasa lapar, daripada meringankan kesepian dan rasa sakit dari seseorang yang tidak dicintai di rumahnya sendiri.

Tumbuhkanlah cinta kasih di dalam rumah Anda, karena di situlah titik tolak cinta kasih untuk sesama.

(Dari: Buku Di Dalam Keheningan Hati - Renungan Ibu Teresa dari Calcutta Bersama Kerabat Kerjanya, disusun Kathryn Spink. Penerbit Yayasan Hidup Kristiani, 1987)

Senin, 30 Januari 2012

Suamiku Tak Tertarik Padaku Lagi

Ada kisah luar biasa yang diceritakan kepada saya di Singapura mengenai seorang konsultan pernikahan yang sangat piawai. 

Seorang klien datang padanya dan berkata bahwa ia telah menikah bertahun-tahun. "Tapi suami saya tidak tertarik pada saya lagi. Dia sering pulang terlambat dari kantor. Saya tak tahu pasti, namun dia mungkin sedang menjalin hubungan dengan wanita lain. Saya ingin cerai dengannya."

Konsultan pernikahan ini sangat cerdas. "Dengar," katanya, "Suami Anda mungkin justru ingin Anda menuntut cerai darinya. Jadi, jika Anda cerai dengan dia, Anda malah melakukan persis seperti yang dia inginkan. Dai akan bilang, 'Yes!' Anda mau 'kan membalas perbuatannya, dengan cara jangan cerai dulu?"

"Sebaiknya Anda pergi ke salon kecantikan, percantik diri Anda, beli baju bagus. Lalu, upayakan suami Anda jatuh cinta lagi kepada Anda. Ini mungkin makan waktu beberapa lama, tetapi bisa dilakukan. Bersikap ramah dan baik terhadapnya. Perbuatlah yang bagus-bagus, yang dia senangi. Rencananya, ketika dia mulai menyukai Anda lagi, terutama ketika dia mulai jatuh cinta lagi kepada Anda, saat itu... ceraikan dia!"

Klien itu menuruti saran konsultannya. Setiap satu atau dua minggu ia berkonsultasi melaporkan perkembangannya. "Sesuai rencana, dia mulai pulang lebih awal," lapor si istri. "Bagus! Lanjutkan!" kata konsultannya. Kemudian, selama dua minggu berikutnya, sang suami mulai lebih baik terhadapnya, lebih lembut, lebih mencintai. Rencana itu berjalan lancar!

Sampai suatu ketika, klien itu tak datang lagi untuk sesi konseling selama sebulan. Konsultan meneleponnya, "Apa yang terjadi? Anda belum memberitahu. Apakah dia jadi lebih baik?" 
"Oh, ya. Tentu!"
"Dia jadi lebih lembut dan sayang kepada Anda?"
"Ya, ya, ya..."
"Apakah dia sudah jatuh cinta kepada Anda?"
"Sudah..."
"Kalau begitu, sekarang saatnya menceraikan dia!"
"Oh, tidaaaak! Dia begitu baik kepada saya!"

Memang, begitulah rencana besar jangka panjangnya untuk mempertahankan pernikahan mereka. 

(Dari: Buku Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya 2! - 108 (Lagi!) Cerita Pembuka Pintu Hati, karya Ajahn Brahm. Penerbit Awareness Publication, 2011)

Minggu, 29 Januari 2012

Energi Cinta

Taylor Caldwell
Taylor Caldwell (1900-1985), seorang pengarang di tahun 1950-1960-an. Selama puluhan tahun, roman-roman sejarah karyanya mendominasi daftar buku bestseller. Ditinjau dari sudut penjualan buku dan ketenaran, ia setara dengan Danielle Steel.

Suami Caldwell yang sudah begitu lama mendampinginya dalam pernikahan yang bahagia, meninggal mendahuluinya. Kematian datang setelah sang suami sakit berkepanjangan, dan mereka sudah mempersiapkan diri untuk hal ini.

Beberapa saat sebelum kematian suaminya, Caldwell menggenggam tangan sang suami dan memohon kepadanya, "Kalau memang ada kehidupan di dunia sana, kumohon kau memberikan tanda kepadaku. Biarkan aku tahu bahwa kau tetap bersamaku." Suaminya mengangguk.

Suatu pagi, dengan kesedihan mendalam Caldwell pergi ke kebun, mencari penghiburan dari alam, seperti yang selalu dilakukannya. "Oh, sayangku," ia berseru kepada suaminya, "Kalau saja kau mengirimkan tanda padaku, bahwa kau ada bersamaku, aku bisa menahan semua ini. Kedukaanku begitu dalam..."

Saat itu, Caldwell mendekati bagian kebun yang selama ini tanahnya tidak subur dan sulit ditanami. Ketika ia melayangkan pandang ke bagian yang gersang itu, ia terkejut. Bagian tengah tanah itu memang ditumbuhi  semak-semak rosemary, tetapi tak pernah berbunga selama tiga puluh tahun.

Sehari sebelumnya, ketika ia berjalan di tanah yang sama, dalam hati ia bergumam, "Betapa sayangnya semak-semak itu tak pernah berbunga..." Namun sekarang, entah bagaimana, semak-semak itu penuh dengan bunga mekar.

Caldwell menatap dengan takjub. Ia lama terdiam. "Terima kasih... Sekarang aku bisa bertahan, karena aku tahu kau bersamaku," ujarnya. Ia telah memperoleh tanda yang dicarinya. "Kalian tahu," katanya kepada mereka yang kemudian mewawancarainya, "Rosemary berarti kenangan."

Cinta yang kuat dan berakar kokoh memiliki energi yang tak bisa dihentikan, tidak juga oleh cengkeraman maut. Jalinan cinta melampaui waktu. Seperti sungai, cinta akan mengalir selamanya, dan cinta akan merengkuh semua yang berenang di dalam arusnya.

(Dari: Buku Small Miracles - 68 Kisah Nyata tentang Kebetulan-Kebetulan Tak Terduga yang Memperkaya Jiwa, karya Yitta Halberstam & Judith Leventhal. Penerbit Gramedia Pustaka Utama, 2000)

Sabtu, 28 Januari 2012

Seks dan Kasih Sayang

Setiap orang memiliki hasrat seks dan mendambakan kasih sayang. Orang memang bisa menemukan kasih sayang, kemesraan, keintiman, keakraban, dan kenikmatan dalam seks. Tetapi, dalam bentangan pengalaman itu, terdapat juga ketakutan dan kepedihan. Mungkinkah kita mengalami kasih sayang sejati yang bebas dari kenikmatan dan kepedihan?

Dalam seks ada kenikmatan dan penderitaan. Sebagian orang mungkin merasa tak punya masalah dengan seks. Mereka membutuhkan seks seperti orang butuh makan. Sedangkan sebagian orang lain berkaul hidup murni. Ada yang mengutuk seks sebagai yang duniawi, rendah, dan tidak suci. Mereka berjuang mengenyahkan hasrat seks. 

Menjauhi, menolak, atau membunuh hasrat seks sama bodohnya dengan mengumbar hasrat seks. Ada seks atau tidak ada seks, kenyataannya rasa takut, sepi, dan pedih tetap ada. Meskipun orang memiliki kepuasan seks, semua perasaan itu tak bisa disembuhkan dengan seks.

Perhatikanlah muncul dan tenggelamnya hasrat atau gairah atau nafsu seks. Hubungan antara hasrat seks dan pikiran begitu dekat. Hasrat akan kenikmatan sebelum atau setelah tindakan seks tak lain merupakan pikiran. Kita menyukai kenikmatan dan pikiran membayangkan kenikmatan seks yang belum terjadi atau mengulang-ulang kenikmatan seks yang telah lewat. 

Pikiran senang melekat pada sesuatu yang membuat nikmat, dan seks salah satunya. Karena rasa takut, kita berlari dan melekatkan diri pada sesuatu. Kelekatan itu kemudian malah menciptakan lebih banyak ketakutan. Bisa jadi, seks merupakan pelarian dari rasa sepi atau kekosongan eksistensi kita.

Anda mesti melihatnya sendiri. Kalau Anda memahami seluruh gerak kenikmatan dan penderitaan, kelekatan dan ketakutan, serta pikiran dan keinginan-keinginannya yang ada di dalam batin Anda, mungkin Anda akan melihat seks secara berbeda.

Tindakan seks tak sama dengan pikiran seks. Tindakan seks bukan hanya terbatas pada hubungan intim sepasang insan, tetapi juga cara kita memperlakukan tubuh kita, relasi-relasi yang lebih luas antara laki-laki dan perempuan, cara memandang, cara mendengarkan, cara bergaul, cara bertindak, dan seterusnya.

Dalam tindakan seks mungkin ada kelembutan, keindahan, kebebasan, intensitas, kebahagiaan, cinta, atau kasih sayang yang sesungguhnya. Hal itu ada - kalau pikiran, keinginan, atau diri ini berhenti.  

Sadarilah hasrat seks seperti apa adanya, tanpa menyalahkan atau membenarkan, menerima atau menolak, melawan atau lari darinya. Dengan memahami hasrat seks dan reaksi-reaksi batin secara total - tanpa menilainya sebagai baik atau buruk, normal atau tidak normal, boleh atau tidak boleh - maka hasrat seks dengan sendirinya akan berhenti, muncullah kebebasan dan kasih sayang.

Kalau kebebasan dan kasih sayang sudah ada dalam hidup seseorang, apakah seks masih diperlukan? Hanya dalam batin yang bebas terdapat kasih sayang sejati.

(Dari: Buku Revolusi Batin adalah Revolusi Sosial, karya J. Sudrijanta, S.J. Penerbit Kanisius, 2009) 

Jumat, 27 Januari 2012

Love Story - Cinta yang Tulus

Berbulan-bulan, buku Love Story karya Erich Segal (1937-2010) menjadi "best-seller." Di Amerika Serikat, negara asal sang penulis, novel itu terjual lebih dari delapan juta buku. Ketika difilmkan, bioskop-bioskop penuh sesak. Padahal, sebelumnya Segal bukan penulis tenar. 

Love Story pun merupakan kisah kasih yang biasa terpapar di sekeliling kita. Dua hati bersua, memadu kasih. Yang paling mengesankan, cara melukiskannya. Sudah sering kita membaca atau melihat film cinta yang memuncakkan kisahnya di ranjang. Cinta dan seks (perbedaan jenis kelamin) biasanya disamaratakan saja. Tetapi, Segal melihatnya secara berbeda.

Meskipun bagi Segal seks juga memegang peran penting dalam percintaan, tetapi cinta dan seks tidak identik. Karena itu, ia mau mengetengahkan cinta tanpa menonjolkan seks. Dan ini memberi suasana bebas, segar, serta justru semakin hangat. Sebuah kasih yang tidak tenggelam dalam luapan nafsu genital.

Segal mampu menghidangkan pengalaman sepasang sahabat, kekasih, tunangan, dan suami-istri yang mesra, terikat kerinduan mendalam satu sama lain untuk selalu bersatu. Persatuan yang mereka dambakan tak mutlak diwarnai persatuan fisik. Melalui tokoh utama Oliver dan Jennifer, warna dominan yang ditampilkan adalah kesamaan cita-cita, pandangan hidup, dan hati yang saling memahami.

Kedua muda-mudi ini mempertaruhkan hidup mereka satu sama lain sungguh untuk seluruh hidup. Bukan hanya selama menit-menit waktu mereka saling membelai, berpelukan, berciuman, dan seterusnya. Perhatian mereka tidak ditentukan berdasarkan keterbiusan jasmani partner mereka.

Kasih mereka merupakan kasih yang bebas dari 'keharusan' dan determinasi keterlaluan dari nafsu. Bukan berarti nafsu kelamin itu buruk. Pada waktunya memang perlu. Namun, Segal mau memperlihatkan segi cinta yang lain - cinta pria dan wanita yang tidak identik dengan seks.

Orang bisa memperoleh kepuasan seks tanpa menaruh cinta. Sebaliknya, suatu tanda cinta dapat ditunjukkan tanpa pikiran 'mau kawin dengannya.' Ciuman dan pelukan sederhana tak perlu selalu dihubungkan dengan maksud kawin. Mengapa masih ada orang yang begitu picik, sehingga mengira setiap perhatian dari jenis kelamin yang lain selalu hanya berarti mengarah ke ranjang?

Bila cinta dicampuradukkan dengan seks, biasanya orang mencintai dengan harapan mendapatkan balasan (kepuasan seks). Hanya jika orang sungguh tidak mencampuradukkan cinta dan seks serta ekspresi-ekspresinya, maka ia dapat lebih mudah memahami cinta tanpa pamrih seperti yang diperlihatkan oleh Tuhan.

Cinta tanpa pamrih mau memberikan segalanya kepada yang dicintai. Cinta jenis ini mau mengasihi para sahabatnya sampai sehabis-habisnya. Sebetulnya, cinta jenis inilah yang mendasari segala jenis cinta lain. Kesediaan untuk membahagiakan partnernya menjadi titik tolak semua jenis cinta. Kalau tidak, bukanlah cinta melainkan egoisme.

Reaksi masyarakat terhadap Love Story-nya Erich Segal menyiratkan, dalam lubuk hati manusia memang tersimpan dambaan untuk dapat mencinta tanpa pamrih. 

(Dari: Buku Dari Love Story ke Doa Rutin - Renungan-Renungan Harian, karya B.S. Mardiatmadja, S.J. Penerbit Kanisius & Nusa Indah, 1985)

Kamis, 26 Januari 2012

Empat Sifat Cinta

Apakah cinta? Lihatlah bunga mawar. Mungkinkah bunga itu mengatakan, "Aku akan memberikan keharumanku kepada orang baik dan tidak kepada orang jahat"? Dapatkah Anda membayangkan sebuah lampu menolak bersinar karena akan dipakai oleh orang jahat? Renungkanlah dengan penuh kekaguman kebaikan bunga mawar dan lampu yang demikian sempurna, inilah sifat cinta yang pertama: tidak membeda-bedakan.

Sifat cinta yang kedua adalah cuma-cuma atau tanpa pamrih. Seperti bunga mawar dan lampu, cinta memberi dan tak meminta balas jasa. Apakah Anda bersikap baik terhadap orang-orang yang memenuhi keinginan dan harapan Anda, serta sebaliknya bersikap negatif terhadap mereka yang tidak memerhatikan Anda? Untuk dapat mencinta tanpa pamrih Anda perlu melihat, apakah selama ini yang Anda sebut cinta itu hanya sebagai kamuflase atas egoisme dan keserakahan Anda. Dengan melihat, Anda mengambil langkah besar ke dalam cinta tanpa pamrih.

Sifat cinta yang ketiga adalah tidak sadar akan dirinya. Cinta begitu bahagia dengan mencinta, sehingga tak mengingat-ingat kebaikan yang pernah dilakukannya. Seperti lampu yang senantiasa bersinar tanpa peduli bermanfaat atau tidak. Seperti bunga mawar yang menebarkan keharumannya tanpa peduli ada atau tidak orang yang menciumnya. Cinta begitu saja ada, tanpa perlu memiliki objek.

Sifat cinta yang keempat adalah bebas. Saat paksaan, kendali, atau konflik muncul, cinta mati. Lampu tidak akan memaksakan cahayanya, biarpun Anda sedang terseok-seok dalam kegelapan. Setiap kali Anda menyerah pada kendali dan paksaan, Anda merusak kemampuan kodrati Anda untuk mencinta, karena Anda hanya melakukan apa yang orang lain lakukan terhadap diri Anda.

Renungkanlah semua kendali dan paksaan dalam hidup Anda. Kiranya permenungan itu akan menghancurkan kendali dan paksaan. Saat paksaan dan kendali hilang, kebebasan muncul. Kebebasan adalah kata lain untuk cinta.

Dari: Buku Dipanggil untuk Mencinta - Kumpulan Renungan, karya Anthony de Mello, S.J. Penerbit Kanisius, 1997)

Rabu, 25 Januari 2012

Memperbaiki Kesalahan

Yuanwu menulis surat kepada Wen Wangbu:

Siapa yang tak pernah melakukan kesalahan? Berbuat salah lalu mampu memperbaikinya adalah yang paling baik. Sejak zaman dahulu, kita semua memuji kemampuan untuk memperbaiki kesalahan sebagai sebuah kebijaksanaan, dan tidak menganggap bahwa tidak ada kesalahan itu sebagai sesuatu yang indah.

Perbuatan manusia selalu memiliki kekeliruan dan kesalahan. Hal ini tak dapat dihindari oleh yang bijaksana maupun yang dungu. Namun, hanya orang bijaksanalah yang mampu memperbaiki kesalahan dan mengubahnya menjadi kebaikan. Sementara banyak orang dungu menyimpan kesalahan mereka dan mencoba menutup-nutupi kelemahan mereka.

Ketika orang berubah menjadi baik, maka kebajikan pun menjadi selalu baru setiap harinya. Inilah ciri-ciri manusia yang utuh. Jika orang menutupi kesalahannya, maka kejahatan pun menjadi semakin banyak terwujudkan. Inilah ciri orang-orang yang disebut sebagai orang rendah.

Karena itu, kemampuan mengikuti yang benar setelah mendengarkannya adalah sesuatu yang sulit bila dilihat dari sudut pandang orang biasa. Sementara bagi mereka yang luhur dan bijak, adalah keagungan untuk dengan sepenuh hati mengikuti yang baik tatkala mereka melihatnya. 

(Dari: Buku Pelajaran Zen - Seni Kepemimpinan, karya Thomas Cleary. Penerbit Erlangga, 2002)

Selasa, 24 Januari 2012

Para Pemain Orkes Simfoni

Bermain dalam orkes simfoni menuntut rasa berkelompok (kerja sama tim) yang tinggi, tetapi berbeda dengan permainan olah raga beregu. Hal ini tampak jelas dari sudut mereka yang tidak memainkan instrumen (alat musik) penting.

Kalau kita jadi pemain biola utama, maka sungguh terasa sukses-gagalnya orkes simfoni itu tergantung pada kita. Tetapi, pemain biola kedua dan pianis pun punya peran yang jelas bagi para pendengar, yaitu mengiringi melodi biola pertama. Bahkan, mereka yang memainkan klarinet, cello, atau terompet biasanya masih terasa cukup penting, karena kadang-kadang mereka kebagian memainkan potongan melodi yang menentukan arah irama.

Namun, pemain triangle atau timpani dalam orkes simfoni memperlihatkan suatu nilai yang berbeda. Hampir di seluruh konser, pemain biola bermain terus. Sedangkan pemain triangle mungkin hanya main pada birama ke-10 dan ke-11, lalu istirahat selama 70 birama, kemudian sekali lagi membunyikan instrumennya pada birama ke-80, lalu istirahat kembali.

Meski demikian, musik simfoni akan hambar bila tak ada pemain-pemain 'kecil' itu. Orkes simfoni yang agung sungguh punya tempat untuk pemain-pemain 'kecil' yang bermain dalam peran kecil. Keindahan orkes simfoni justru terletak pada prinsip kekecilan instrumen yang kecil harus terdengar, tak boleh ditutupi oleh kebesaran permainan biola pertama atau solois saxophone.

Pemain-pemain 'besar' harus membiarkan pemain-pemain 'kecil' menyumbangkan keindahan kekecilannya, tanpa berusaha 'melindungi'nya. Justru kalau biola terlalu keras menutupi pemain kecil, malah akan merusak harmoni musiknya.

Tidakkah hal seperti itu kurang disadari dalam masyarakat? Kita semua silau kepada 'kebesaran,' juga pada kebesaran yang agak 'kebesaran' (terlalu besar) bagi kualitas kita sendiri. Atau yang besar ingin kelihatan semakin besar dengan menutupi kekecilan yang kecil. Yang kecil mau tampak besar dengan 'main besar,' walau pun sebenarnya kecil.

Memang, semua manusia pada hakikatnya sama. Tetapi, peran setiap orang berbeda. Biarlah setiap kita berperan menurut kualitas kita sendiri dan memberi kesempatan kepada orang-orang lain untuk berperan seperti kualitas diri mereka. 

Keagungan kita dalam menjalin relasi terletak pada kesempatan yang kita berikan terhadap orang-orang yang berelasi dengan kita untuk menjadi dan berbuat seperti apa adanya, sebagai dirinya sendiri.

(Dari: Buku Dari Love Story ke Doa Rutin - Renungan-Renungan Harian, karya B.S. Mardiatmadja, S.J. Penerbit Kanisius & Nusa Indah, 1985) 

Senin, 23 Januari 2012

Memilih yang Batiniah

Melihat ke luar diri sendiri bisa mengganggu konsentrasi,
mendengarkan yang di luar diri sendiri bisa membingungkan.

Sama seperti terlalu banyak rempah bisa mengacaukan rasa,
terlalu banyak kuasa bisa membingungkan pikiran.

Upaya lahiriah bisa menguasai kehidupanmu,
dan tidak memberimu sukacita.

Seseorang yang hidup dalam kepenuhan,
harmonis dengan kekuatan-kekuatannnya,
paham bahwa hal-hal lahiriah datang dan pergi,
memilih yang batiniah, ketimbang yang lahiriah.

(Dari: Buku Tao Kehidupan yang Bertujuan, karya Judith Morgan & Andre de Zanger. Penerbit Lucky Publishers, 2003)

Minggu, 22 Januari 2012

Good? Bad? Who Knows?

Ada seorang raja yang sangat senang berburu. Suatu hari, saat berburu, jarinya terluka. Raja begitu gelisah dan bertanya kepada tabib tua yang merawatnya, "Apakah jariku bakal baik atau buruk?" Tabibnya menjawab, "Good? Bad? Who knows?" (Baik? Buruk? Siapa yang tahu?)

Beberapa hari kemudian, jari itu terinfeksi, menjadi bengkak. "Apa yang akan terjadi? Apakah aku akan baik-baik saja?" tanya raja. Tabibnya menjawab, "Good? Bad? Who knows?" Jelas, ucapan tabib itu tidak mengesankan bagi raja. Lukanya semakin parah, hingga tabib harus memotong jarinya yang terinfeksi.Raja sangat marah dan menjebloskan tabibnya ke penjara, karena tak bisa menyelamatkan jarinya.

Setelah luka di tangannya sembuh, raja kembali berburu. Ia mengejar buruannya sampai ke pelosok rimba, terpisah dari rombongan. Ia ditangkap suku penghuni rimba yang akan mengorbankannya kepada dewa mereka. Raja sangat ketakutan. Tetapi, mereka batal mengorbankan raja karena jari tangannya kurang satu!

Suku rimba itu berkata, "Kamu tidak sempurna untuk dijadikan korban persembahan." Raja itu dibebaskan. Kini ia malah merasa beruntung karena kehilangan satu jarinya. Setiba di istana, ia menemui tabib di penjara dan berkata, "Menakjubkan! Memang aku kehilangan jariku, tetapi siapa yang tahu ini baik atau buruk? Ternyata, ini baik bagiku. Terima kasih. Aku membebaskanmu!"

Makna kisah itu adalah... baik atau buruk, siapa yang tahu? Jika suami Anda meninggalkan Anda karena perempuan lain... Good? Bad? Who knows? Anda tak tahu apa yang akan terjadi berikutnya. Anda kehilangan rumah Anda: Good? Bad? Who knows?

Hal yang menakjubkan mengenai hidup adalah hidup ini begitu tidak pasti. Kita tak tahu apa yang akan terjadi berikutnya. Namun, terhadap semua hal yang terjadi dalam hidup, kita bisa memiliki hubungan yang baik terhadapnya, bersikap ramah, dan menerimanya. Kita tidak menyalahkan kehidupan, marah atau sedih pada hidup, sebab... Good? Bad? Who knows?

Ketika pacar saya mencampakkan saya, rasanya sangat menderita. Namun kini saya dapat berkata, "Terima kasih banyak. Karena jika kamu tidak mencampakkanku, aku sudah menikah denganmu, punya anak, lalu cerai, dengan banyak cicilan dan tagihan."

Bagaimana Anda bisa begitu marah dan kritis terhadap hal-hal yang tidak berjalan sesuai keinginan Anda? Ini adalah falsafah indah mengenai kehidupan. Anda tidak menjadi negatif sama sekali terhadap hidup, namun... Good? Bad? Who knows?

(Dari: Buku Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya 2! - 108 (Lagi!) Cerita Pembuka Pintu Hati, karya Ajahn Brahm. Penerbit Awareness Publication, 2011)

Sabtu, 21 Januari 2012

Mengambil Keputusan

Tanya: Dalam kehidupan sehari-hari, banyak masalah teknis yang perlu diselesaikan. Kita dituntut mengambil keputusan. Bagaimana kita dapat mengambil keputusan yang benar?

Jawab: Biasanya dalam proses pengambilan keputusan, kita meneliti kekuatan dan kelemahan, menemukan alasan pro dan kontra, dan seterusnya. Dalam hal-hal teknis, pikiran kita perlukan untuk membuat analisis. Misalnya, bagaimana mengurus uang, orang, barang, organisasi, termasuk memutuskan untuk menikah atau tidak menikah, dan sebagainya.

Namun, meskipun pikiran dibutuhkan, selama tidak ada kejernihan batin, pandangan kita tentang apa yang baik dan buruk, pro dan kontra, juga bisa menjadi bias. Kejernihan batin tak mungkin ada, selama pikiran psikologis, ego atau diri masih tetap ada.

Memang, pikiran kita tidak bisa jernih 100%, karena terkondisi pengalaman masa lampau. Tetapi, pikiran yang semakin mendekati jernih 100% akan membuat keputusan-keputusan teknis yang kita ambil mendekati benar. Karena itu, perlu disadari apakah pikiran psikologis, ego atau diri ikut berperan dalam proses pengambilan keputusan teknis yang kita lakukan sehari-hari.

(Dari: Buku Titik Hening - Meditasi Tanpa Objek, karya J. Sudrijanta, S.J. Penerbit Kanisius, 2012)

Jumat, 20 Januari 2012

Tempat yang Tepat

Meski sangat menyayangi keluarga angkatnya, Cheryl (nama samaran) selalu dihantui berbagai pertanyaan tentang orangtua kandung yang tak pernah dikenalnya. Ia dibesarkan dengan penuh cinta oleh orangtua angkatnya, tetapi ia merasa penasaran akan masa lalunya.

Siapa orangtua kandungnya? Mengapa mereka menyerahkannya untuk diadopsi? Bagaimana wajah mereka? Dan yang paling penting - seperti apa hidupnya jika ia tumbuh bersama orangtua kandungnya, bukan orangtua angkat? Pertanyaan-pertanyaan ini selalu menghantuinya, sementara ia berkhayal tentang kehidupannya yang bisa berbeda, seandainya ia dibesarkan orangtua kandungnya.

Di usia ke-21, Cheryl menikah dan melahirkan bayi perempuan yang dinamai  Kayla. Ia memutuskan untuk mengungkap kebenaran. Ia minta izin kepada orangtua angkatnya untuk mengetahui asal-usulnya. Orangtua angkatnya setuju membantu Cheryl menelusuri silsilahnya.

Pencarian Cheryl membuahkan hasil lebih dari yang dibayangkannya. Pencarian itu memberinya keyakinan yang melenyapkan seluruh keraguannya, pertanyaan-pertanyaannya, dan pergulatan batinnya. Inilah yang ditemukannya:

Nama depan ibu kandungnya Anna, hampir sama dengan nama ibu angkatnya, Anne. Ayah kandungnya bernama John, menikahi ibu kandungnya setahun setelah ibunya menyerahkan Cheryl untuk diadopsi. Namanya mirip dengan nama ayah angkatnya, Johnnie. Nama kedua saudara kandungnya sama dengan nama kedua saudara angkatnya, Carol dan Wayne.Saudara kandungnya memiliki bayi kembar yang dinamai Kyle dan Kaylee, mirip dengan nama anak Cheryl, Kayla.    

Berbagai kemiripan yang ditemukan Cheryl pada keluarga kandung dan keluarga angkatnya, menghapus kecemasan Cheryl kalau-kalau ia dibesarkan dalam keluarga yang salah. Pencariannya berakhir, membawa kedamaian dan ketenangan dalam dirinya. 

Cheryl pulang ke rumah dengan gembira. Ia yakin, kehadirannya di tengah keluarga angkatnya bukan hanya tepat, melainkan sudah digariskan.

(Dari: Buku Small Miracles - 68 Kisah Nyata tentang Kebetulan-Kebetulan Tak Terduga yang Memperkaya Jiwa, karya Yitta Halberstam & Judith Leventhal. Penerbit Gramedia Pustaka Utama, 2000)

Kamis, 19 Januari 2012

Khawatir

Setiap orang pasti pernah mengalami perasaan gelisah, tidak aman, dan khawatir. Anda mengkhawatirkan jumlah uang yang Anda tabung di bank, cinta yang Anda dapatkan, atau latar belakang pendidikan yang Anda miliki. Anda pun mengkhawatirkan kesehatan, usia, atau penampilan fisik Anda.

Bila Anda ditanya, "Apa yang membuat Anda merasa khawatir?" Sering kali Anda menunjuk pada kondisi di luar diri Anda. Anda tak menyadari, sebenarnya perasaan khawatir bukan berasal dari sesuatu di luar diri Anda. Perasaan itu berasal dari sesuatu yang ada di kepala Anda, yang telah lama diprogramkan kepada Anda.

Kalau Anda mengubah programnya, perasaan khawatir dan tak aman akan lenyap dalam sekejap mata, meski segala sesuatu di luar diri Anda masih tetap seperti semula. Perhatikanlah, ada orang yang merasa cukup aman, meski tak punya uang di bank. Sementara orang lain merasa khawatir meski uangnya berjuta-juta. Bukan jumlah uang yang membedakan reaksi mereka, melainkan pemrograman mereka.

Ada empat fakta yang perlu Anda pelajari dan pahami dengan baik, bila ingin mengatasi perasaan khawatir. Pertama, sia-sia menghentikan perasaan khawatir dengan mencoba mengubah segala sesuatu di luar diri Anda. Mungkin usaha Anda berhasil, membawa sedikit kelegaan, tetapi tak akan tahan lama. Jadi, tak ada gunanya memperbaiki penampilan fisik Anda, mencari uang lebih banyak, atau mendapatkan jaminan cinta dari teman-teman Anda. 

Kedua, kenyataan tersebut akan menuntun Anda memecahkan masalah yang sebenarnya, yaitu yang ada di kepala Anda. Pikirkanlah orang-orang lain yang mengalami kondisi sama dengan Anda saat ini, tetapi mereka tidak merasa khawatir. Karena itu, masalahnya bukan terletak pada realitas di luar diri Anda, melainkan pada diri Anda. 

Ketiga, pahamilah bahwa pemrograman di kepala Anda berasal dari orang lain yang merasa khawatir. Ketika Anda masih sangat muda dan mudah dipengaruhi, mereka mengajari Anda dengan tingkah laku dan reaksi-reaksi panik mereka. Jika Anda menyadari bahwa kekalutan emosional itu disebabkan Anda dan budaya Anda, maka Anda akan jauh dari masalah dan Anda merasakan kelegaan sejati.  

Keempat, ketika Anda merasa khawatir akan masa depan, ingatlah enam bulan atau setahun lalu Anda begitu gelisah dan khawatir terhadap peristiwa-peristiwa yang akan terjadi. Padahal, ketika saatnya tiba, Anda dapat melaluinya dengan baik. Kekhawatiran Anda akan masa depan hanya membuat Anda menderita dengan sia-sia di saat ini.

Hilangnya rasa khawatir hanya akan terjadi bila Anda telah mendapatkan anugerah seperti burung-burung di udara dan bunga-bunga di ladang, yang menjadikan mereka mampu hidup sepenuhnya pada saat sekarang. Mereka tidak punya konsep tentang masa depan, tidak ada kata-kata di kepala mereka, dan mereka tidak khawatir terhadap apa yang dipikirkan sesamanya mengenai diri mereka.

Sebab itu, janganlah khawatir akan hari esok, karena masing-masing hari mempunyai kesusahannya sendiri.

(Dari: Buku Dipanggil untuk Mencinta - Kumpulan Renungan, karya Anthony de Mello, S.J. Penerbit Kanisius, 1997)

Rabu, 18 Januari 2012

Masalah

Masalah adalah hadiah. 
Hanya dengan menerima dan membuka bungkusnyalah Anda akan menyadari hadiah itu.

Ada orang-orang yang putus asa ketika dihantam masalah, yang lain justru memecahkan rekor.

Di dalam masalah, terletak benih kemenangan masa depan. Mereka yang tidak memiliki harapan, tidak memiliki kepercayaan terhadap rancangan cerdas dari segala sesuatu. Tetapi, mereka yang melihat makna di balik hari demi hari, dalam setiap kegembiraan dan kesedihan, akan hidup dalam keselarasan. 

(Dari: Buku Dalam Dunia Keheningan, karya Vijay Eswaran. Penerbit Buana Ilmu Populer, 2010)

Selasa, 17 Januari 2012

Memuat Sampah

Pelicano menjadi kapal yang paling tidak diinginkan di dunia. Sejak 1986, ia seperti gelandangan di samudra lepas. Tak ada yang menginginkannya. Sri Lanka dan Bermuda tak mau. Republik Dominika mengusirnya. Demikian pula Belanda, Antilles, dan Honduras.

Masalahnya bukan pada kapal tersebut. Walau sudah karatan dan berjamur, kapal berukuran 139 meter itu masih layak. Pemiliknya telah memperpanjang surat-surat dan membayar pajaknya. 

Lalu, apa alasannya sehingga kapal itu bertahun-tahun ditolak di Eropa, Afrika, dan Asia - termasuk Filipina dan Indonesia? Ternyata, Pelicano bermuatan 15 ribu ton sampah. Musim panas yang panjang tahun 1986 di Philadelphia, Amerika Serikat, menyisakan sampah sebanyak itu, sementara para petugas kebersihan di kota tersebut mogok.

Ketika itulah kapal Pelicano tampil. Pemiliknya menyangka mereka bisa untung cepat dengan mengangkut sampah. Setelah sampah dibakar, abunya dimasukkan ke perut kapal itu. Namun, tak seorang pun mau mengambilnya. Siapa yang mau sampah berpotensi beracun?

Yang dialami Pelicano itu menyiratkan perumpamaan: hati yang penuh sampah tidak bernasib lebih baik. Kehidupan mempunyai cara menumpahkan sampahnya ke atas dek kita. Suami Anda terlalu banyak bekerja, istri Anda terlalu banyak mengeluh, bos Anda terlalu banyak menuntut, anak-anak Anda terlalu banyak merengek. 

Hasilnya? Sampah. Amarah menumpuk. Rasa bersalah. Pesimisme. Kepahitan. Kefanatikan. Kecemasan. Penyesatan. Ketidaksabaran. Semuanya menumpuk. Sampah itu memengaruhi kita, mengontaminasi relasi-relasi kita.

Masalah Pelicano dimulai begitu pertama kali ia dimuati sampah. Seharusnya, para awak sejak awal menolaknya. Kehidupan akan jadi lebih mudah bagi semua orang, seandainya mereka tak pernah membiarkan sampah menumpuk. Kehidupan akan menjadi lebih baik buat Anda, kalau Anda pun berbuat demikian... 

(Dari: Buku Serahkan Segalanya kepada Dia - Kisah tentang Permulaan Hidup Baru, karya Max Lucado. Penerbit Gospel Press)

Senin, 16 Januari 2012

Kemuliaan dalam Kehancuran

Di pusat Kerajaan Agung terdapat sebuah taman. Dari antara semua penghuni taman, yang paling indah dan paling disayangi Pemilik Taman adalah Bambu yang mulia dan ramah. Dari tahun ke tahun Bambu bertumbuh terus, semakin lama semakin agung. Ia sadar akan cinta dan perhatian Tuannya, namun tetap rendah hati dan lembut.

Suatu hari, Sang Pemilik datang mendekati Bambu dengan wajah penuh harap. "Oh, Bambu, aku sungguh mencintaimu. Aku ingin memakaimu sekarang untuk membantuku." Bambu menjawab dengan gemersiknya, "Tuanku, gunakanlah aku seturut keinginanmu."

"Bambuku," ujar sang Tuan, "Aku akan menebangmu. Jika tidak, aku tak dapat menggunakanmu sesuai rencanaku." Taman menjadi sunyi senyap. Bambu membungkuk dan berbisik, "Tuan, jika engkau tidak dapat menggunakan aku, kecuali dengan menebang aku... lakukanlah sesuai kehendakmu. Potonglah aku."

"Oh, Bambu," kata Tuannya lagi, "Aku masih ingin memintamu lebih banyak. Aku akan memangkas daun-daun dan ranting-rantingmu, lalu membelahmu menjadi dua bagian dan memotong buku-bukumu." Bambu terkulai dan berkata, "Tuanku, bersihkan dan belahlah aku."

Pemilik Taman melakukan seperti apa yang direncanakan. Kemudian ia mengangkat Bambu yang telah dipotong dan membawanya ke tempat di mana ada mata air segar. Ia memasang salah satu ujung Bambu ke mata air dan ujung lainnya ke saluran irigasi. Air jernih mengalir dengan riang melalui batang Bambu yang telah dikoyak. Hari demi hari berlalu, tunas-tunas baru bermunculan di taman.

Bambu yang pernah begitu mulia dalam keindahannya, tetap mulia. Bahkan, lebih mulia dalam kehancuran dan kerendahan hatinya. Bambu yang semula hidup berkelimpahan dalam kebesarannya, kini dalam kehancurannya menjadi saluran kehidupan yang berlimpah bagi taman Tuannya.

(Dari: Buku Rangkaian Kisah Bermakna - 100 Cerita Bijak jilid ke-4, karya Brian Cavanaugh, T.O.R. Penerbit Obor, 2002)

Minggu, 15 Januari 2012

Mengalirkan Kehidupan

Seperti sungai,
kehidupan seseorang tak dapat terjaga arahnya,
kalau tidak dibiarkan mengalir.

Mereka yang membiarkan diri mengalir,
memiliki rasa berlimpah, 
mengetahui bahwa mereka tak butuh kekuatan ekstra,
mereka tak pernah letih atau tertekan,

dan ketika berada dalam kekacauan,
mereka temukan kedamaian,
dengan berdiam diri,
mengetahui bahwa air yang berlumpur pun akan jernih. 

(Dari: Buku Tao Kehidupan yang Bertujuan, karya Judith Morgan & Andre de Zanger. Penerbit Lucky Publishers, 2003)

Mengendalikan Pikiran

Guru Yuan berkata kepada Wuzu:

Pikiranlah yang menguasai jasmani seseorang, dan dasar bagi berjuta aktivitas. Jika pikiran tidak dicerahkan dengan sempurna, maka khayalan akan muncul dengan sendirinya. Apabila khayalan muncul, pengertian terhadap kebenaran pun menjadi tidak jernih. Tatkala pengertian terhadap kebenaran tidak jernih, benar dan salah menjadi kabur.

Karena itu, dalam mengendalikan pikiran, orang harus mencari pencerahan sempurna.

Bila sudah tercerahkan, semangat menjadi harmonis, napas menjadi tenang, raut wajah menjadi bermartabat, dan tubuh pun kokoh. Semua pandangan yang salah dan pemikiran yang emosional meleleh ke dalam pikiran sejati. Jika engkau mengatur pikiran dengan cara ini, pikiran dengan sendirinya akan menjadi bersih memancar.

(Dari: Buku Pelajaran Zen - Seni Kepemimpinan, karya Thomas Cleary. Penerbit Erlangga, 2002)

Sabtu, 14 Januari 2012

Mengamati Kemarahan

Tanya: Saya bermasalah dengan istri. Belakangan ini, istri sering kabur dari rumah dan memiliki pria idaman lain. Sempat terlintas untuk mengakhiri hidup pria itu. Saya merasakan kemarahan yang membara. Bagaimana menghadapinya?

Jawab: Kalau Anda menyakiti istri atau pria idaman lain dari istri, maka Anda juga menyakiti diri sendiri. Apa yang Anda lakukan terhadap orang lain akan kembali kepada diri sendiri. Karena itu, olahlah kemarahan Anda, supaya tidak menghancurkan orang lain dan diri sendiri.

Ketika Anda teringat akan istri atau pria idaman lain, dan muncul kemarahan saat meditasi, cobalah biarkan kemarahan itu meledak. Anda amati saja. Setiap kali perasaan itu datang, Anda cukup mengamatinya. 

Tetapi, kemudian jangan hanya mengamati kemarahan. Amati pula kotoran-kotoran batin yang mengiringi kemarahan itu. Misalnya, ada keinginan dalam diri Anda untuk menekan, membuang, menerima kenyataan tersebut; ada pikiran untuk menyalahkan orang lain, membenarkan diri sendiri; ada rasa luka dari masa lampau yang masih terus terbawa; ada ketakutan istri diambil orang lain; ada kesepian atau kekosongan kalau istri pergi selamanya.

Selamilah kemarahan dan semua kotoran batin itu - awal mula, proses, dampak, dan keseluruhannya, hingga kemarahan tersebut tidak lagi menggoncang batin Anda.

(Dari: Buku Titik Hening - Meditasi Tanpa Objek, karya J. Sudrijanta, S.J. Penerbit Kanisius, 2012) 

Jumat, 13 Januari 2012

Hidup Bersama Orang Sulit

Beberapa orang bertanya kepada saya, bagaimana cara menangani orang-orang sulit? Di lingkungan kita, kadang kita bertemu dengan orang-orang semacam ini. Terapkanlah prinsip, kita tak akan pernah bisa lolos dari orang sulit.

Orang sulit adalah bagian dari hidup. Bahkan, sekali pun saya meninggalkan keduniawian untuk menjadi biksu, dan saya pikir saya hanya akan hidup bersama orang-orang yang tercerahkan, namun sayangnya tidak semua biksu adalah orang yang tercerahkan. Sebagian besar biksu tak langsung tercerahkan, dan sebagian sangat sulit diajak hidup bersama.

Jika, entah bagaimana, pembuat onar datang ke bisnis Anda, keluarga Anda, atau mereka anggota keluarga Anda, atau Anda menjadi guru mereka, apa yang bisa Anda lakukan? Ini adalah masalah yang harus kita hadapi: berurusan dengan orang sulit. Ketimbang muncul segala macam pemikiran negatif yang bikin masalah bertambah rumit, kadang kita cukup belajar cara hidup bersama orang sulit.

Ada seorang guru spiritual tua yang istimewa. Ia tinggal di Perancis pada zaman antara Perang Dunia I dan II. Namanya Gurdjieff. Ia seorang pemimpin komunitas spiritual kecil. Dalam komunitas itu ada seorang pembuat onar - orang yang begitu sulit diajak tinggal bersama. Semua anggota komunitas sering mengeluh kepada sang guru, "Orang ini selalu bikin ribut, makan semua yang enak, egois, tidak spiritual. Bolehkah kami mengusirnya?" Tetapi, Gurdjieff selalu mengatakan, "Jangan. Belajarlah dari hal ini. Sabarlah, milikilah batin yang lebih lapang dan berbelas kasih."

Setelah guru besar itu meninggal, mereka menemukan buku catatan keuangan komunitas tersebut. Setiap anggota komunitas membayar iuran, agar bisa tinggal di sana. Tetapi, dalam catatan itu si pembuat onar bukan hanya menjadi orang satu-satunya yang tidak membayar, melainkan malah ia mendapat uang dari Gurdjieff. Ternyata, ia adalah anggota komunitas yang dibayar Gurdjieff untuk membuat orang-orang kesal dan marah, agar mengajari semua orang menjadi lebih toleran.

Sangat mudah berdamai dan memiliki cinta kasih kepada orang-orang yang kita sukai. Namun, ujian spiritual sejatinya adalah jika kita bisa memiliki belas kasih dan kedamaian terhadap hal-hal - terutama orang-orang - yang tidak kita sukai. Itu baru perjuangan yang sebenarnya!

Jika kita memiliki toleransi terhadap orang sulit, maka kita juga bisa belajar menolerir berbagai kesulitan dalam hidup seperti penyakit, usia tua, kekecewaan, jatuhnya bursa saham, dan segala kesulitan lain. Semua ini karena, hidup memang sulit. Selamat datang di dunia! Ini bukan surga, Bung!

(Dari: Buku Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya 2! - 108 (Lagi!) Cerita Pembuka Pintu Hati, karya Ajahn Brahm. Penerbit Awareness Publications, 2011)

Kamis, 12 Januari 2012

Sadar

Ketika Mahatma Gandhi berusia 15 tahun, ia mencuri beberapa sen dari abdi-abdinya dan sekerat emas dari gelang saudarinya. Uang itu dihabiskan untuk membeli daging kambing dan rokok.

Tetapi, kesenangan itu tak bertahan lama. Sepanjang malam Gandhi terjaga dan dikejar-kejar rasa bersalah. Ia memutuskan untuk mengakui perbuatannya ke ayahnya. 

Gandhi tak berani mengatakan langsung, maka ia menulis peristiwa itu pada sehelai kertas dan menyerahkan kepada ayahnya yang terbaring sakit. Gandhi menanti sambil menundukkan kepala karena malu.

Ayahnya tidak mengatakan apa pun. Ia hanya menutup mata dan butir-butir air mata meleleh ke pipinya. Tak ada cara lain yang lebih menyadarkan Gandhi akan kesalahan yang telah dilakukannya. Sejak saat itu, hidup Gandhi merupakan perwujudan nyata dari nilai kejujuran, kesungguhan, dan kebenaran.

(Dari: Buku Gairah Masa Remaja, saduran dari buku Life, Love, Lifts, oleh staf Sekretariat Nasional Cipta Loka Caraka, 1980)

Rabu, 11 Januari 2012

Mencinta tanpa Melekat

Diamlah sejenak. Renungkan semua kelekatan yang telah memenjarakan Anda selama ini. Pikirkan hal dan orang yang konkret, bukan yang abstrak... 

Setelah kelekatan itu berhasil mencengkeram Anda, Anda mulai sepanjang waktu berusaha sekuat tenaga untuk mengubah dunia sekitar, agar Anda bisa mendapatkan dan mempertahankan objek keterikatan itu. Tugas yang betul-betul melelahkan, sehingga Anda tak mempunyai energi cukup untuk memikirkan urusan lain.

Anda tidak dapat menikmati hidup sepenuhnya. Untuk beberapa saat, dunia memang mengikuti kemauan Anda. Anda mengalami kegembiraan sesaat yang sama sekali bukan kebahagiaan sejati. Kegembiraan itu dibarengi ketakutan bahwa suatu saat, semuanya yang sudah Anda dapatkan dengan susah payah itu, akan lepas dari tangan Anda dan membuat Anda kecewa. 

Demikianlah, Anda dibebani kelekatan, namun Anda berusaha keras mencapai kebahagiaan justru dengan memegang beban itu erat-erat. Tragisnya, itulah satu-satunya metode mencapai kebahagiaan yang diajarkan. Hampir tak ada orang yang diberitahu tentang kebenaran ini: untuk menjadi sungguh-sungguh bahagia, satu-satunya yang perlu Anda lakukan ialah melepaskan kelekatan-kelekatan itu.

Melepaskan kelekatan sungguh menggembirakan, apabila sarana yang Anda gunakan bukan kehendak atau penolakan diri, melainkan visi atau penglihatan Anda sendiri. Yang perlu Anda lakukan ialah membuka mata dan melihat bahwa Anda sama sekali tidak membutuhkan objek kelekatan tersebut.

Kelekatan bukan kenyataan. Kelekatan adalah keyakinan dan fantasi di dalam kepala Anda yang terbentuk melalui proses pemrograman. Bila fantasi itu tidak ada, Anda tak akan terlekat. Anda akan mencintai segala sesuatu, tetapi kini - dengan hilangnya keyakinan dan fantasi itu - Anda akan menikmatinya dengan dasar ketidaklekatan.

(Dari: Buku Dipanggil untuk Mencinta - Kumpulan Renungan, karya Anthony de Mello, S.J. Penerbit Kanisius, 1997)

Selasa, 10 Januari 2012

Cincin yang Hilang

Di musim panas 1972, ketika masih menjadi pengantin baru, Faith Peterson (bukan nama sebenarnya) pergi ke cottage mertuanya. Suaminya, Kevin, mengajak Faith naik perahu di danau indah dikelilingi hutan. Faith memainkan jemarinya perlahan-lahan ke dalam air yang dingin, sambil terkantuk-kantuk di sudut perahu.

Tiba-tiba ia sadar, cincin pertunangannya yang bertahtakan berlian lepas dari jarinya. "Cincinku hilang! Pasti jatuh ke air! Cincin itu memang agak longgar..." "Oke, tak usah cemas, bisa kutemukan," Kevin menenangkan istrinya. Ia lalu menyelam ke dalam danau yang dangkal untuk mencari cincin di dasarnya.

Sepanjang hari itu Kevin berulang kali menyelam, tetapi cincin tak ditemukan. Padahal, tidak ada arus kuat yang bisa menghanyutkan cincin tersebut. Akhirnya menjelang malam, Kevin menyerah. "Cincin itu diasuransikan. Kita beli saja cincin yang baru."

Tetapi Faith menolaknya. "Cincin itu kauberikan ketika melamarku. Aku menyayanginya sebagai sebuah lambang. Cincin yang baru hanya sekadar batu yang mahal bagiku. Aku ingin cincin yang hilang itu. Kalau cincin tak ditemukan, uang asuransinya kita gunakan saja untuk membeli sesuatu yang lebih praktis, mungkin perabotan," ujar Faith. Kevin angkat bahu, terlalu lelah untuk berdebat.

Tahun 1992, ketika Faith dan Kevin telah memasuki usiah paruh baya, mereka pergi berlibur ke cottage bersama beberapa anak mereka yang sudah remaja. Kevin mewarisi cottage tersebut, tetapi tak pernah datang ke sana setelah kunjungan pertama mereka, karena cottage disewakan ke orang lain.

Kevin mengajak anak-anaknya memancing, sementara Faith membereskan rumah. Ketika kembali ke cottage beberapa jam berselang, mereka memamerkan hasil tangkapan istimewa berupa seekor ikan trout raksasa dengan berat tiga setengah kilogram.

"Hasil tangkapan yang luar biasa," kata Faith sambil menaruh ikan di papan pemotong dan membelah perutnya dengan pisau. Ia terbelalak keheranan melihat isi perut ikan itu. Ia melambaikan tangan pada suaminya untuk mendekat. Di dalam perut ikan itu tampak cincin pertunangan Faith yang hilang dua puluh tahun lalu.

Faith melepaskan kelekatan terhadap cincin kesayangannya. Tanpa diduga, dua dasawarsa kemudian cincin itu kembali kepadanya. Adakah suatu kelekatan dalam hidup Anda yang perlu Anda lepaskan saat ini?

(Dari: Buku Small Miracles - 68 Kisah Nyata tentang Kebetulan-Kebetulan Tak Terduga yang Memperkaya Jiwa, karya Yitta Halberstam & Judith Leventhal. Penerbit Gramedia Pustaka Utama, 2000)

Senin, 09 Januari 2012

Mengakhiri Kemelekatan

Tanya: 
Saya memiliki banyak kemelekatan dan sudah berjuang melepaskan diri dari hal itu. Tetapi, kemelekatan tetap membelenggu. Mengapa sulit bebas dari kemelekatan?

Jawab:
Orang bisa melekat pada barang, orang lain, suasana, kenikmatan, agama, opini, ide, Tuhan sebagai konsep, dan seterusnya. Kemelekatan bisa bersifat positif kalau batin menyenangi objek yang menarik hati, dan bisa bersifat negatif kalau batin tidak menyenangi objek yang memuakkan hati.

Mengapa sulit melepaskan diri dari kemelekatan? Apakah Anda memiliki motif untuk lepas dari kemelekatan itu? Bukankah Anda menderita oleh kemelekatan dan karenanya ingin bebas dari kemelekatan? Keinginan psikologis untuk bebas dari kemelekatan merupakan bentuk lain dari kemelekatan.

Mengapa Anda melekat pada sesuatu? Ketakutanlah membuat Anda melekat dan ketakutan yang sama membuat Anda tak ingin melekat. Ketakutan merupakan sumber kemelekatan dan keinginan psikologis merupakan penggerak kemelekatan yang lain.Tidak ada kemelekatan tanpa keinginan psikologis. Bisakah Anda melihat keseluruhan gerak ketakutan, keinginan psikologis, dan kemelekatan ini, lalu mengakhirinya seketika?

(Dari: Buku Titik Hening - Meditasi Tanpa Objek, karya J. Sudrijanta, S.J. Penerbit Kanisius, 2012)

Minggu, 08 Januari 2012

Batin Teflon

Salah satu cara melepas adalah memiliki batin a la teflon - tidak ada apa pun yang menempel padanya. Ketika tidak ada apa pun yang menempel pada batin, kita bisa mendapatkan pengalaman indah. Janganlah berupaya mengumpulkan segala sesuatu dan mengizinkannya menempel pada batin.

Anda memiliki momen indah ini, nikmatilah sekarang. Ketahuilah bahwa ini pun akan berlalu, sehingga Anda bisa bebas dan siap untuk kedatangan momen berikutnya, dan lepaskan pula momen itu.

Seluruh kebahagiaan dan ketidakbahagiaan dalam hidup tidak akan pernah menempel pada Anda. Artinya, Anda selalu bisa bebas untuk momen berikutnya, tanpa membiarkan momen terakhir menghalangi momen yang kini. Anda cukup sekadar mengambang melewati hidup, tak mengumpulkan apa pun, apalagi mengharapkan masa depan.

Waspadalah, jika kita menyimpan momen bahagia, hal itu akan memberi kita begitu banyak pengharapan, begitu banyak pembandingan, sehingga kita tak akan bisa menikmati momen berikutnya. Lepaskanlah semua momen - suka maupun duka pada masa lalu, sampai kita memiliki badan dan batin yang tak bisa dilekati apa pun, yang berarti kita bisa menikmati apa pun yang terjadi berikutnya, tak membiarkan masa lalu membelenggu kebebasan kita.

(Dari: Buku Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya 2! - 108 (Lagi!) Cerita Pembuka Pintu Hati, karya Ajahn Brahm. Penerbit Awarenss Publication, 2011)

Sabtu, 07 Januari 2012

Pria Tua dan Kaleng Oli

Ada seorang pria tua yang tak dapat melakukan pekerjaan produktif lagi, tetapi selalu membawa kaleng kecil berisi oli ke mana saja ia pergi. Jika ia memasuki sebuah gerbang atau pintu yang berderit ketika dibuka, ia menuangkan beberapa tetes oli pada engsel-engsel gerbang atau pintu itu. 

Ia berpindah dari satu tempat ke tempat lain, melumasi semua engsel yang kaku, menjadikan pintu mudah dibuka. Orang menyebutnya "nyentrik," tetapi ia tak merasa terganggu dengan sebutan tersebut.

Apa yang dilakukan pria itu memberi pesan kepada kita. Ada begitu banyak jiwa dengan engsel yang sudah berkarat, sehingga menimbulkan suara berderit kalau dibuka. Jiwa-jiwa semacam ini tidak mengenal Cinta Allah. 

Marilah kita mengolesi jiwa-jiwa tersebut dengan oli cinta, kedamaian, dan suka cita. Saat Anda mengawali hari baru Anda, tengoklah ke luar untuk melihat orang-orang yang membutuhkan sentuhan kelembutan, kata-kata ceria, dan dorongan yang membangkitkan. 

Pancarkanlah senyuman yang menaburkan semangat bagi jiwa yang patah - senyuman yang bisa membawa pengaruh berarti. Minyakilah jiwa orang-orang yang berada di sekitar Anda dengan oli cinta kasih.

(Dari: Buku Saat Chung Tzu Kehilangan Istri - Kumpulan Kisah Bijak, karya J.P. Vaswani. Penerbit Kanisius, 2006)

Jumat, 06 Januari 2012

Seperti Anak Kecil

Yang paling menyentuh dari tatapan mata seorang anak adalah kepolosannya, kesederhanaannya, dan ketidakmampuannya untuk berbohong, bertopeng, atau berpura-pura. Hanya orang dewasa yang dapat berpura-pura menjadi sesuatu yang bukan dirinya.

Ketika seorang anak dihukum dan dipaksa agar mengakui kesalahannya atau mengemukakan alasan dan perasaannya, anak itu belajar berpura-pura dan kepolosannya dihancurkan. Mereka belajar menyembunyikan jati diri mereka dari orang lain dan lama kelamaan mereka menyembunyikannya dari diri mereka sendiri. Maka, bertambahlah orang yang tak mengenal diri sendiri.

Sejauh mana kepolosan masa kanak-kanak masih ada dalam diri Anda? Masih adakah orang yang sedemikian rupa, sehingga di hadapannya Anda bersikap sungguh-sungguh apa adanya, terbuka, dan polos bagaikan seorang anak?

Kepolosan masa kanak-kanak dapat hilang dengan cara lebih halus, ketika anak dipengaruhi oleh keinginan menjadi orang lain - "seseorang" yang sukses, terkenal, dan berkuasa. Mereka ingin menjadi sesuatu yang menghasilkan kejayaan dan pengembangan diri, bukan yang menghasilkan pemenuhan diri.

Lihatlah kehidupan Anda sehari-hari. Adakah pikiran, kata, atau tindakan Anda yang bersih dari keinginan untuk menjadi "seseorang," juga seandainya yang Anda kejar itu hanya kesuksesan dalam hidup kerohanian atau sekadar menjadi seorang saleh yang tak terkenal?

Orang-orang dewasa yang mempertahankan kepolosan mereka akan menyerah pada dorongan alam tanpa memikirkan untuk menjadi seseorang atau membangkitkan kekaguman orang lain. Tetapi, berbeda dengan anak kecil yang menyandarkan diri pada naluri, orang-orang dewasa menyandarkan diri pada kesadaran terus-menerus akan sesuatu di dalam dan di luar diri mereka. Kesadaran itu melindungi mereka dari kejahatan dan menghasilkan pertumbuhan seperti yang dikehendaki alam, bukan seperti yang dirancang oleh ego yang ambisius.

(Dari: Buku Dipanggil untuk Mencinta - Kumpulan Renungan, karya Anthony de Mello, S.J. Penerbit Kanisius, 1997)

Kamis, 05 Januari 2012

Membuka Pintu Hati

Waktu itu aku membutuhkan cinta, tanpa sadar aku mencarinya dengan sia-sia.
Bagaimana aku bisa mendapatkannya?

Aku hanya mampu melihat diriku sendiri dengan persoalan-persoalanku,
ketidaksenanganku, dan kegelisahanku...
Bagaimana aku mungkin memberikan cinta, bila aku memusatkan perhatian pada diriku sendiri?

Perlahan aku berjalan menyusuri suatu jalan besar. Betapa banyak orang lalu-lalang dengan wajah muram dan sedih. Mereka memikirkan sesuatu yang tak berarti bagiku.

Mereka semua sedang memikirkan persoalan-persoalan mereka, seperti aku memikirkan persoalan sendiri. Mereka lalu-lalang seperti bayang-bayang saja, tanpa menyadari bahwa di samping mereka ada orang-orang yang ingin mendengar sapaan mereka...

Tak kudapati cinta pada wajah mereka yang kujumpai.
Aku ingin berhadapan muka dengan cinta,
aku merasa mampu mendapatkannya.

Aku memasuki jalan ke luar kota. Di sana juga banyak orang lalu-lalang, entah ke mana. Kulihat seorang kakek buta duduk di kaki lima di samping anjingnya. Ia berbicara dengan anjingnya, entah apa yang dibicarakannya. Orang tak punya waktu untuk berhenti dan bertukar kata dengan kakek itu.

Pemandangan ini mengena di hatiku. Aku terdorong mendekati kakek itu dan menyapanya. Wajah si kakek menjadi cerah, ketika didengarnya suara manusia. Ia mulai mencurahkan isi hatinya.

Tak terkatakan betapa gembira aku malam itu.
Aku sadar ada seseorang di dunia ini yang membutuhkanku.
Aku tidak seorang diri.

Pandanganku diperluas. Aku kembali dilimpahi kehidupan.
Aku hidup karena cinta, aku telah menemukannya,
justru dalam diri kakek buta yang malang itu.

Aku menghirup kesegaran hidup ini,
ketika aku membuka pintu hatiku untuk cinta.

(Dari: Buku Gairah Masa Remaja, saduran dari buku Life, Love, Lifts oleh Staf Cipta Loka Caraka, 1980)

Rabu, 04 Januari 2012

Yang Manakah Aku?

Ada orang yang menjalani kehidupan dan menyukainya,
mereka yang membenci kehidupan dan bermain-main dengan maut,
serta mereka yang hanya melalui kelahiran hingga kematian tanpa hidup.

Yang manakah aku selama ini? Yang manakah seharusnya aku sekarang?

Aku mulai menekuni jalan pencerahan,
di mana kuterima hidup maupun mati sebagai tatanan alami dari segalanya.

Kehidupanku akan terbebaskan dari takut mati, kebosanan, kekerasan, dan kepengecutan, serta akan dipenuhi dengan keindahan, kedamaian, dan sukacita spontan.

Masa silam telah lewat, masa depan ada di sini, sekarang...
aku sudah siap.

(Dari: Buku Tao Pemulihan, karya Jim McGregor. Penerbit Lucky Publishers, 2003)

Selasa, 03 Januari 2012

Bebas dari Rasa Takut

Bebas dari rasa takut bukan lawan dari ketakutan, bukan pula identik dengan keberanian.

Bebas dari rasa takut membuat batin terbuka tanpa batas, dan peka terhadap kehidupan yang lebih luas. 

Batin seperti ini tidak lagi berpusat pada diri sendiri. 
Batin yang bebas secara total dari rasa takut adalah 
batin yang hidup dalam kasih seutuhnya. 

                                                   - J. Sudrijanta, S.J.

(Dari: Buku Revolusi Batin adalah Revolusi Sosial, karya J. Sudrijanta, S.J. Penerbit Kanisius, 2009)

Adakah Awan Lain?

.... Kau berkata bahwa aku adalah pelukis dan penyair. Aku bukan pelukis, May, juga bukan penyair. Aku menghabiskan hari-hariku untuk melukis dan menulis, namun aku tidak menyatu dengan hari-hariku. 

Aku adalah awan, May, awan yang membaur dengan benda-benda, namun tak pernah menyatu dengannya. Akulah sang awan, dan dalam awan itu terdapat kesunyianku, kesendirianku, lapar dan hausku.  

Tetapi yang membuat duka hatiku ialah bahwa awan itu, yang menjadi kenyataan diriku, merindukan seseorang yang berkata, "Di dunia ini engkau tidak sendiri, tetapi kita bersama. Aku tahu siapa dirimu."

Katakanlah, May, adakah di sana seseorang lain yang mampu dan rela mengatakan kepadaku, "Akulah sang awan yang lain. Wahai, awan, marilah kita menebarkan diri di atas bukit-bukit dan di lembah-lembah. Marilah kita berjalan-jalan di atas pepohonan dan di sela-selanya, marilah menutup batu-batu karang yang tinggi, marilah menembus hati umat manusia, marilah mengembara ke tempat-tempat jauh yang tak dikenal dan berpagar benteng." (Surat Kahlil Gibran kepada May Ziadah, tahun 1926)

*Catatan: Kahlil Gibran (1883-1931) seniman dan penulis asal Lebanon yang tinggal di New York City, Amerika Serikat, menjalin kasih lewat surat-menyurat selama 19 tahun dengan May Ziadah (1886-1941) penyair, esais, dan penerjemah asal Lebanon di Mesir, tanpa pernah bertatap muka sekali pun.   

(Dari: Buku Potret Diri Kahlil Gibran, diterjemahkan dari bahasa Inggris oleh M. Ruslan Shiddieq. Penerbit Pustaka Jaya, 1997)

Senin, 02 Januari 2012

Jalan Sempit

Sekali peristiwa, Tuhan mengingatkan rakyat akan datangnya gempa bumi yang akan menghabiskan seluruh air yang ada di suatu negeri. Air yang kemudian datang menggantikan, bisa membuat setiap orang menjadi gila.

Hanya nabi yang menanggapi Tuhan dengan serius. Ia mengusung air banyak-banyak ke guanya di gunung, sehingga cukup sampai hari kematiannya.

Ternyata benar, gempa bumi sungguh terjadi. Air menghilang dan air yang baru mengisi parit, danau, sungai, serta kolam. Beberapa bulan kemudian, nabi turun ke lembah untuk melihat apa yang terjadi. Memang, semua orang telah menjadi gila. Mereka menyerang dan tidak peduli kepada nabi. Mereka semua yakin, justru dialah yang sudah menjadi gila.

Nabi lalu pulang ke guanya di gunung. Ia senang, ia masih menyimpan banyak air. Tetapi, lama-kelamaan ia merasakan kesepian yang tak tertahankan lagi. Ia ingin sekali bergaul dengan sesama manusia.  Maka, ia turun ke bawah. Sekali lagi ia diusir orang banyak, karena ia begitu berbeda dari mereka semua.

Nabi lalu mengambil keputusan. Ia membuang seluruh air yang disimpannya. Ia minum air baru dan bergabung dengan orang-orang lain, sehingga sama-sama menjadi gila.

Jika engkau mencari kebenaran, engkau akan berjalan sendirian. Jalan ini terlalu sempit untuk kawan seperjalanan. Siapakah yang dapat tahan dalam kesendirian itu?

(Dari: Buku Burung Berkicau, karya Anthony de Mello, S.J. Penerbit Yayasan Cipta Loka Caraka, 1984)

Minggu, 01 Januari 2012

Keindahan Tersembunyi

Saya adalah temanmu dan cinta saya kepadamu begitu dalam. Tak ada sesuatu pun yang belum kau miliki yang saya bisa berikan kepadamu. Tetapi, ada banyak, sangat banyak hal yang di satu sisi saya tidak bisa berikan, namun bisa kau ambil.

Tak ada surga yang bisa mendatangi kita, jika hati kita tidak menemukan kedamaian hari ini. Ambillah surga itu! Tak ada kedamaian di masa depan yang tak tersembunyi di masa sekarang dan saat ini. Ambillah kedamaian itu! 

Kemuraman dunia hanya sebuah bayangan. Di belakangnya, dan masih dalam jangkauanmu, ada kegembiraan. Ada pancaran dan kejayaan dalam kegelapan yang hanya bisa kita lihat kalau kita mengarahkan pandangan. Saya minta dengan sangat, agar engkau mengarahkan pandanganmu kepadanya!

Kehidupan adalah pemberi yang sangat pemurah. Tetapi kita memberi penilaian atas hadiah yang diberikan oleh kehidupan hanya lewat kulitnya, mencampakkannya sebagai hal yang jelek, berat, atau sulit. Singkirkanlah kulitnya dan di baliknya engkau akan mendapatkan keindahan yang hidup, berjalin dengan cinta, kebijakan, dan kekuatan. 

Sambutlah, genggamlah hadiah itu dan kau pun menyentuh tangan malaikat yang membawanya untukmu. Segala sesuatu yang kita sebut sebagai cobaan, kesedihan, atau kewajiban, percayalah di sana ada tangan malaikat. Hadiahnya ada di sana, begitu juga keajaiban akan sebuah kehadiran yang membuat hal lain menjadi lebih tidak penting. 

Demikian pula, janganlah memandang kegembiraan itu sebagai kesenangan saja. Kegembiraan juga menyimpan karunia-karunia Ilahi. Kehidupan begitu penuh makna dan tujuan, begitu penuh keindahan - di bawah kulit luarnya - sehingga bumi tak lain merupakan jubah surgamu.

Karena itu, milikilah keberanian untuk mendapatkannya; cuma itu. Kita semua adalah pengembara suci yang berjalan melalui negeri asal yang tak dikenal.

Saya ucapkan selamat kepadamu. Sama sekali bukan seperti dunia mengirimkan ucapan selamat - tetapi dengan rasa hormat luar biasa dan doa bahwa siang hari akan datang dan bayang-bayang akan pergi menjauh untukmu sekarang dan selamanya. (Ditulis oleh Bruder Giovanni, tahun 1513)

(Dari: Buku Hati yang Bijaksana - Renungan untuk Kehidupan yang Lebih Berarti, karya Alan Cohen. Penerbit Interaksara, 2005)