Cari Blog Ini

Jumat, 30 September 2011

Wajah Batu Besar

Sebuah lembah dikelilingi deretan gunung nan megah. Pada salah satu sisi dari gunung-gunung itu, alam telah melukis sebuah wajah sangat besar.  Di lembah itu hiduplah seorang anak lelaki bernama Ernest.

Dari pondoknya, Ernest biasa memandangi wajah batu itu dengan penuh perhatian. Ibunya pernah mengatakan, suatu hari nanti seorang pria yang mempunyai raut wajah seperti Wajah Batu Besar itu akan datang ke lembah tersebut. Kedatangannya akan membawa kegembiraan dan kebahagiaan kepada semua orang.

Sudah banyak kali tersebar berita bahwa seorang pria dermawan berwajah lonjong akan datang, tetapi setiap kali ada pria tiba di lembah itu, terbukti bahwa berita tersebut hanya kabar angin. Ernest semakin dewasa dan tumbuh menjadi seorang yang berbelas kasih. Orang-orang desa di sekitar lembah itu mencintainya. Semua orang menjadi temannya. Ketika Ernest menjadi tua, ia masih saja mengharapkan dan menanti kedatangan pria yang pernah diceritakan oleh ibunya.

Suatu hari, seorang penyair datang ke lembah itu. Ia juga telah mendengar ramalan tentang Wajah Batu Besar. Suatu senja, ketika matahari hampir terbenam, sang penyair melihat Ernest sedang berbincang dengan beberapa penduduk desa. Saat cahaya matahari yang terakhir menyinari lereng gunung-gunung itu, sekonyong-konyong Wajah Batu Besar terpantul pada wajah Ernest. Menyaksikan kejadian tersebut, sang penyair berteriak, "Lihat! Lihatlah! Ernest sendiri adalah gambar dan rupa Wajah Batu Besar!"

Semua orang lalu memerhatikannya. Mereka melihat apa yang dikatakan penyair itu benar. Dengan memandangi Wajah Batu Besar setiap hari, Ernest telah menyerupainya. (Nathaniel Hawthorne)

(Dari: Buku Percikan Kebijaksanaan - Rangkaian Kisah Keutamaan Hidup, karya Brian Cavanaugh. Penerbit Obor, 2003)

Mengenal Diri

Seorang pria angkat bicara: Guru, terangkanlah kepada kami tentang diri.

Dan sang Guru bertutur:

Diam-diam dalam keheningan, hatimu telah mengetahui segala rahasia hari serta malam.
Namun, telingamu masih rindu mendengar pengetahuan batin bersuara.
Kau dambakan bentuk kata-kata untuk makna yang selama ini kau pahami dalam rasa.
Kau ingin meraba dengan sentuhan panca indra, wujud tiga dimensi dunia mimpi.

Namun, janganlah harta yang rahasia itu kautimbang dengan timbangan,
jangan kau duga dengan galah atau kau ukur dengan pita ukuran,
sebab diri adalah samudra tanpa batas, tanpa alas.

Jangan kau berkata, “Aku menemukan kebenaran.”
Lebih baik berkata, “Aku menemukan sebagian kebenaran.”
Jangan kau ucapkan, “Aku menemukan jalan jiwa.”
Lebih baik bisikkan, “Aku menemukan sesosok jiwa, yang berjalan di jalanku.”

Sebab sang jiwa berjalan di segala jalan.
Ia tidak berjalan menurut garis lurus,
tiada pula tumbuh liar bagai ilalang.
Sesungguhnya, sang jiwa membuka kelopaknya,
laksana sekuntum teratai yang bermahkotakan beribu-ribu daun bunga.

(Dari: Buku Sang Nabi, karya Kahlil Gibran. Penerbit Pustaka Jaya, 1995)

Kamis, 29 September 2011

Biji Kenari

Perhatikanlah sebuah biji kenari. Jika engkau membandingkannya dengan beberapa benda yang indah dan menarik, tampaknya biji kenari bukanlah suatu ciptaan yang mengagumkan. Rupanya biasa-biasa saja, kasar dan tidak menarik. Selain itu, bentuknya kecil. Pertumbuhannya dibatasi oleh cangkang keras yang membungkusnya. Begitulah yang tampak dari luar.

Pecahkanlah sebuah biji kenari dan amatilah isi dalamnya. Lihatlah bagaimana biji kenari tumbuh mengisi setiap sudut dan celah yang ada. Biji kenari tidak dapat dinilai dari ukuran dan bentuk cangkangnya saja, melainkan dengan segala keterbatasannya itu biji kenari bisa mencapai potensi pertumbuhannya yang maksimal.

Alangkah beruntungnya kita, jika seperti biji kenari, kita mekar dan berkembang dalam setiap ruang kehidupan yang diberikan kepada kita. 

(Dari: Buku Percikan Kebijaksanaan - Rangkaian Kisah Keutamaan Hidup, karya Brian Cavanaugh, T.O.R. Penerbit Obor, 2003) 

Mendengarkan tanpa Ego

Seorang wanita pergi menemui seorang bijak. Wanita itu membawa seluruh masalahnya dan bertanya, “Bagaimana seharusnya saya memecahkan semua masalah itu?” Orang bijak tersebut menjawab, “Anjing.” Wanita itu lalu mengucapkan banyak terima kasih dan pulang dengan bahagia.

Solusi terhadap semua masalahnya terletak pada satu kata, “anjing.” Wanita itu mendengarkan tanpa menyertakan egonya, sehingga ia dapat menangkap maksud orang bijak tersebut. Ia diminta menjalani kehidupannya dengan sifat-sifat terbaik yang dimiliki seekor anjing: setia, patuh, cinta, sabar, tekun, dan gigih.

(Dari: Buku Dalam Dunia Keheningan, karya Vijay Eswaran. Penerbit Buana Ilmu Populer, 2010)

Rabu, 28 September 2011

Sila Paling Mendasar

Setiap hari kita melakukan berbagai hal. Kita adalah berbagai hal tersebut, yang berkaitan dengan perdamaian. Andai kita menyadari gaya hidup kita, cara kita mengonsumsi, cara kita memandang persoalan, kita akan tahu bagaimana cara menciptakan perdamaian tepat di saat kita hidup, yaitu di saat ini.

Contohnya, kadang kita tak benar-benar perlu mengendarai mobil, tetapi kita ingin lari dari diri sendiri. Padahal, ke mana pun kita pergi, diri kita akan selalu menyertai, kita tidak bisa lari dari diri sendiri.

Dalam beberapa tahun terakhir ini, dua juta mil persegi tanah di hutan rusak karena hujan asam, dan itu terjadi akibat mobil-mobil kita. Maka, "Sebelum menstarter mobil, aku tahu ke mana aku akan pergi," merupakan sebuah pernyataan mendalam. Sebab, jika pepohonan mati, manusia pun akan mati. Jika pohon dan hewan tidak hidup, bagaimana kita bisa hidup?

Umumnya kita merasa menjadi sang tuan besar dan mobil hanyalah alat, padahal mobil dan kita adalah satu. Dengan mobil, kita menjadi sesuatu yang berbeda. Dengan sepucuk senapan, kita menjadi sangat berbahaya. Dengan sebatang suling, kita menjadi menyenangkan. Dengan 50.000 bom atom, umat manusia menjadi spesies paling berbahaya di muka bumi. Belum pernah ada dalam sejarah, manusia berubah menjadi sedemikian berbahaya seperti sekarang.

Kita seharusnya sadar. Sila (aturan yang melatarbelakangi perilaku seseorang) yang paling mendasar dari semua sila yang ada ialah setiap menit menyadari apa yang sedang kita lakukan.

(Dari: Buku Senantiasa Damai, karya Thich Nhat Hanh. Penerbit Karaniya, 2009)

Mampu Tersenyum

Jika kita merasa damai, 
jika kita bahagia, 
kita mampu memberi senyuman, 
sehingga setiap orang dalam keluarga kita, seluruh masyarakat kita, akan mendapatkan manfaat dari kedamaian dan kebahagiaan kita.

                                        - Thich Nhat Hanh (1926-.....)
               Guru Besar Zen, Biksu asal Vietnam, kini bermukim di Perancis                                                           
(Dari: Buku Senantiasa Damai, karya Thich Nhat Hanh. Penerbit Karaniya, 2009)

Selasa, 27 September 2011

Antara Berlian dan Debu

Sepasang suami istri memutuskan untuk meninggalkan segala urusan duniawi dan pergi berziarah ke berbagai tempat suci. 

Suatu hari, ketika mereka sedang berziarah, sang suami yang berjalan lebih cepat daripada istrinya, melihat berlian berkilauan di tanah. Segera, ia menutup berlian itu dengan segenggam lumpur. Ia pikir, jika istrinya melihat berlian itu, mungkin saja istrinya tergerak perasaan serakah, hingga ia kehilangan arah.

Ketika sang suami sibuk menutupi berlian itu, istrinya mendekati dan bertanya apa yang sedang ia lakukan. Suaminya mengelak. Tetapi, sang istri sempat melihat berlian tersebut. Karena ia memahami apa yang dipikirkan suaminya, ia berujar, "Mengapa engkau bersusah payah meninggalkan segala hal yang berbau duniawi, jika engkau masih merasa ada perbedaan antara berlian dan debu?"

(Dari: Buku Kumpulan Kisah Bijak - Saat Chung Tzu Kehilangan Istri, karya JP. Vaswani. Penerbit Kanisius, 2006)                                                                                                                                 

Senin, 26 September 2011

Saya Cuma Tahu Ini Salah

Monumen Peristiwa My Lai
Sebuah acara di televisi mengulas peringatan 30 tahun pembantaian besar di Vietnam yang dikenal sebagai pembantaian My Lai. Dalam peristiwa ini, sekelompok pasukan Amerika menyerbu sebuah desa dengan perintah membunuh semua penduduk desa itu. Letnan Calley menjadi pemimpin operasi tersebut. Para prajurit di bawah pimpinannya mengikuti perintah, sehingga seluruh penduduk desa terbunuh.

Media kemudian mengendus peristiwa itu dan melancarkan protes besar. Letnan Calley dipanggil ke mahkamah militer dan dipenjara. Stasiun televisi yang menyiarkan acara peringatan peristiwa My Lai berupaya melacak sebanyak mungkin anak buah Calley yang bisa ditemukan, untuk melihat efek perbuatan itu terhadap kehidupan mereka.

Sangat jelas terlihat, para prajurit yang pernah terlibat peristiwa My Lai mengalami masalah sosial, psikologis, dan hubungan antarmanusia yang sangat besar. Kecuali satu orang yang tetap hidup bahagia. Ia adalah prajurit berkulit hitam yang masuk militer agar bisa keluar dari kehidupan kumuh. Ia nyaris tak berpendidikan, namun ketika perintah datang dari komandannya untuk membunuh semua penduduk desa, ia menolak melakukannya. Meskipun ia tahu, pembangkangan demikian berarti 2-3 tahun hukuman dalam penjara militer.

Stasiun televisi mewawancarainya, "Mengapa dulu Anda tidak melakukan perintah itu?" Ia menjawab, "Saya cuma tahu ini salah." Ia tak bisa mengatakan alasannya, namun hatinya menggerakkan ia untuk tidak melakukan pembunuhan. Ia memang dihukum 2-3 tahun di penjara militer, tetapi setelah itu ia hidup bahagia.

(Dari: Buku Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya 2! - 108 (Lagi) Cerita Pembuka Pintu Hati. Penerbit Awareness Publication, 2011)

Minggu, 25 September 2011

Kisah Ladang Melon

Negeri Liang terletak berbatasan dengan Negeri Chu pada masa Perang Antar Negeri (475-221 SM). Kedua negeri itu memasang pos penjaga di setiap sisi perbatasan. Setiap pos penjaga memiliki ladang tempat para penjaga menanam melon.

Para prajurit Liang sangat rajin merawat ladang mereka, sehingga hasilnya bagus. Sedangkan para prajurit Chu tak cukup berusaha merawat ladang, sehingga hasilnya tak memuaskan. Karena malu dengan kondisi yang bertolak belakang ini, para prajurit Chu berbuat curang dan menyeberang ke perbatasan di malam hari untuk menghancurkan semua tanaman melon lawannya.

Para prajurit Liang berencana membalas dendam. Ketika mereka menghadap atasan mereka, sang atasan berkata, "Prajurit Chu melakukan kesalahan, tetapi kita juga bersalah jika membalas dendam. Tak usah terlalu diributkan, kita harus berdamai sebagai pilihan terbaik. Mulai malam ini, kalian harus pergi ke sana diam-diam dan urus ladang melon mereka dan usahakan tanaman mereka tumbuh lebih baik."

Para prajurit Liang melakukan apa yang diusulkan atasannya. Tanaman di ladang Chu tumbuh lebat dan subur. Ketika para prajurit Chu mengetahui yang sebenarnya, mereka merasa menyesal. Kedua negeri itu akhirnya menjadi negeri yang memiliki hubungan baik.

(Dari: Buku Kebijaksanaan China Sehari-hari, dikompilasi oleh Cheng Qinhua. Penerbit PT Elex Media Komputindo, 2011)

Sabtu, 24 September 2011

Mengikuti Jalan Sendiri

Mengikuti kekuatan sendiri mudah dipraktikkan dan dipahami, sebab itulah jalan alami.

Tetapi, karena demikian mudah dan cuma-cuma, tidak banyak yang mempraktikkan atau memahaminya.

Mereka yang mengikuti jalan ini, mungkin berpakaian sederhana,  tetapi menyimpan perhiasan dalam hati mereka, dan kehidupan mereka memperlihatkan kekayaan luar biasa, berupa mengikuti jalan mereka sendiri. 

(Dari: Buku Tao Kehidupan yang Bertujuan, karya Judith Morgan & Andre de Zanger. Penerbit Lucky Publishers, 2003)

Lembut dan Perkasa


Air dialirkan keluar dari sungai untuk mengairi sawah. 
Air tak pernah meributkan apakah ia berada di sungai atau di sawah. Demikianlah orang yang sudah mengalami penerangan (pencerahan) batin bertindak dan hidup dengan lembut sekaligus perkasa, sesuai tujuan hidupnya.

                                               - Anthony de Mello, S.J.

(Dari: Buku Doa Sang Katak 2 – Meditasi dengan Cerita, karya Anthony de Mello, S.J. Penerbit Kanisius, 1991)

Jumat, 23 September 2011

Bulir-Bulir Kasih

Dua bersaudara bekerja bersama di ladang milik keluarga mereka. Yang seorang telah menikah dan memiliki keluarga besar. Yang lain masih lajang. Ketika hari senja, kedua bersaudara itu membagi sama rata hasil yang mereka peroleh.

Suatu hari, saudara yang masih lajang berpikir, "Tidak adil jika kami membagi rata semua hasil. Aku masih lajang, kebutuhanku hanya sedikit." Karena itu, setiap malam ia mengambil sekarung padi dari lumbungnya dan menaruhnya di lumbung milik saudaranya.

Sementara itu, saudara yang telah menikah berpikir dalam hati, "Tidak adil jika kami membagi rata semua hasil. Aku mempunyai istri dan anak-anak yang akan merawatku nanti, sedangkan saudaraku tidak memiliki siapa pun yang akan peduli kepadanya di masa tua." Karena itu, setiap malam ia mengambil sekarung padi dari lumbungnya dan menaruhnya di lumbung milik saudaranya.

Selama bertahun-tahun kedua bersaudara itu heran, karena persediaan pangan mereka tak pernah berkurang. Suatu malam, keduanya bertemu di lumbung. Saat itulah mereka tahu apa yang sebenarnya terjadi. Mereka berpelukan. 

(Dari: Buku Percikan Kebijaksanaan - Rangkaian Kisah Keutamaan Hidup, karya Brian Cavanaugh, T.O.R. Penerbit Obor, 2003)

Kamis, 22 September 2011

Bisakah Indra-Hati-Budi Bekerja secara Utuh?

Tubuh kita bereaksi atau bertindak sesuai dengan dorongan indra-indra kita. Dalam setiap momen yang terus berganti, salah satu indra kita berperan lebih penting. Saat ada suara ditangkap oleh telinga, maka pendengaran menjadi lebih dominan. Saat objek yang terlihat ditangkap oleh mata, maka penglihatan menjadi lebih dominan. Begitulah seterusnya.

Sebagai contoh, ketika kita mendengar suatu kata, pikiran kita dengan cepat bergerak, mengatakan itu kritikan, lalu perasaan kita mengatakan itu tidak menyenangkan, pikiran bergerak kembali untuk menolak, menilai, menghindar, atau menerima. Apa yang kita dengar menjadi tercerai-berai, terpecah oleh pikiran, perasaan, keinginan, dan lainnya. 

Bisakah kita merespons langsung rangsangan yang ditangkap oleh indra tanpa melibatkan sensor pikiran atau perasaan? Memandang sesuatu dengan persepsi langsung memungkinkan adanya keutuhan indra-hati-budi.

Mengamati secara total berarti seluruh indra-hati-budi berada dalam keadaan bangun atau sadar. Dalam apa yang terdengar, di situ bukan hanya ada pendengaran melalui indra telinga, tetapi sekaligus ada pemahaman total. Dalam apa yang terlihat, di situ bukan hanya ada penglihatan melalui indra mata, tetapi sekaligus ada pemahaman utuh. Tidak ada lagi pikiran yang mencampuri pencerapan indra-indra. 

Kebanyakan orang berjuang mendisiplinkan diri, tetapi pendisiplinan itu ternyata tidak membawa ketertiban. Mendisiplinkan diri berarti bertindak berdasarkan suatu pola ideal yang kita anut. Dalam disiplin terjadi penyesuaian, kekerasan, pengendalian, dan pergulatan. Apa perlunya tubuh atau batin didisiplinkan, kalau tidak membawa ketertiban?

Disiplin bukanlah ketertiban. Ketertiban hanya datang kalau ada kesadaran akan gerak batin. Bisakah kita memandang pasangan hidup, anak, tetangga, rekan kerja tanpa terpecah oleh berbagai keinginan, harapan, dan penilaian? Bisakah kita memandang segala sesuatu apa adanya, tanpa si aku atau pikiran sebagai pusat? Bisakah indra-hati-budi bekerja secara utuh, tidak terpecah? Pemahaman total membuat batin hening, tertib, mekar, aktif, dan tajam. Ada kesatuan antara pencerapan indra serta keutuhan hati dan budi.


(Dari: Buku Revolusi Batin adalah Revolusi Sosial, karya J. Sudrijanta, S.J. Penerbit Kanisius, 2009)

Rabu, 21 September 2011

Kesempurnaan

 Mereka yang meraih kesempurnaan,
tidak menjalani kehidupannya seolah sedang bertempur.

Seperti jenderal yang baik, 
mereka tidak menggunakan kekerasan.


Seperti petarung yang baik, 
yang menggunakan kekuatan lawannya, mereka tidak pemarah.

Seperti pemenang yang baik, yang berbelas kasih terhadap yang dikalahkan, mereka tidak keji.

Dan seperti pemimpin yang baik, yang melihat nilai pada semuanya,
mereka tidak sombong.

Mereka menjalani kehidupan seolah-olah sedang bermain,
dan dapat melibatkan semuanya.

(Dari: Buku Tao Kehidupan yang Bertujuan, karya Judith Morgan & Andre de Zanger. Penerbit Lucky Publishers, 2003)

Selasa, 20 September 2011

Seberapa Tinggi Nilainya?

Seorang pendeta memberikan sebuah batu kepada muridnya dan memintanya pergi ke pasar sayur untuk mencoba menjual batu tersebut. Batu itu sangat besar dan indah. Sang guru berkata, "Batu ini jangan dijual, kamu hanya mencoba untuk menjual. Perhatikan dengan teliti, kemudian beritahu saya berapa harganya di pasar."

Sang murid berangkat. Di pasar sayur orang-orang yang melihat batu itu berpikir, batu itu dapat dibuat menjadi barang-barang kecil, dapat dijadikan mainan anak-anak. Mereka menawar murah. "Batu ini hanya laku beberapa uang tembaga," kata sang murid sekembali dari pasar kepada gurunya.

Gurunya berkata, "Sekarang bawalah ke pasar emas, tetapi jangan dijual. Tanya saja harganya kepada pedagang di sana." Kembali dari pasar emas, murid itu dengan gembira melaporkan, "Pedagang di sana mau menawar batu ini dengan harga 10 tael perak."

Sang guru kemudian mengatakan, "Sekarang kamu pergi ke pasar perhiasan. Tanyakanlah harga batu ini, tetapi jangan dijual." Di pasar ini, si murid tak percaya akan pendengarannya. Ada yang mau membeli batu itu seharga 50 tael perak, bahkan ada yang memaksa membelinya dengan harga 200 atau 300 tael perak.

Murid itu pulang dan menceritakan pengalamannya. Sang guru mengambil batu tersebut lalu berkata, "Kita tidak berencana menjual batu ini. Tetapi sekarang kamu mengerti, berapa nilaimu yang sebenarnya dan perhatikan pula di mana kamu menawarkannya."

Permasalahan terbesar dalam hidup ini adalah pengenalan terhadap diri sendiri. Kenalilah diri sendiri dengan jelas, percaya dan teguh pada prinsip yang diyakini. Anda sendirilah yang menentukan nilai Anda.

(Dari: Buku 200 Kisah Terindah Sepanjang Masa dari China, karya Din Man. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, 2011)

Senin, 19 September 2011

Hanya Satu Wajah

Ia seorang pembawa acara kondang. Wajahnya seminggu sekali muncul di layar kaca. Dari mulutnya terlontar  pesan-pesan kemanusiaan. Acaranya menarik, banyak orang membicarakannya. Kehadirannya selalu ditunggu para pemirsa.

Namun, bagi orang-orang yang mengenalnya secara pribadi, ia bukan sosok tanpa cela, lantaran sikap dan perilakunya yang menonjolkan diri. Tak heran saat menyebut namanya, mereka serta-merta berkata, "Biar pun banyak penggemarnya, acaranya ngetop, tapi tak ada artinya. Kita kan tahu kepribadiannya...."

Dua teman menulis kalimat reflektif di wall FB mereka:

Apa gunanya berkain batik, kalau tidak dengan sujinya. 
Apa gunanya berwajah cantik, kalau tidak dengan budinya.

Integritas = HATI, MULUT, dan TINDAKAN harus SAMA, karena apa yang kita tabur itu yang kita tuai.

"Realitas" kamera memang berbeda dengan realitas sesungguhnya. Namun, alangkah indahnya jika orang-orang yang tampil seperti malaikat di layar kaca - bukan sedang bermain sinetron - adalah  orang-orang yang cantik budinya dan berintegritas tinggi dalam realitas kehidupan sehari-hari. Hanya ada satu wajah dengan berbagai peran, bukan banyak wajah dalam satu peran.

Minggu, 18 September 2011

Yang Menakjubkan dari Cinta

Cinta sesuatu yang luhur, harta kekayaan yang sangat tinggi nilainya. Cinta membuat setiap beban menjadi ringan dan membangkitkan kesabaran dalam setiap penderitaan. Karena cinta segala beban dapat didukung tanpa kesulitan, segala yang pahit menjadi manis dan nyaman.

Tak ada yang lebih menarik hati, lebih teguh, lebih luhur, lebih lapang, lebih menyenangkan, lebih kaya, dan lebih baik daripada cinta; sebab cinta bersumber dari Allah.Siapa menaruh cinta, ia berjalan, ia terbang dan gembira, ia bebas dan tak terhalang. Cinta memberikan segala miliknya untuk orang lain, dan memiliki segalanya dalam segala apa pun.

Cinta itu kuat, sabar, setia, berhati-hati, tawakal, berjiwa jantan, dan tidak pernah mencari diri sendiri. Sebab, orang yang mencari diri sendiri sebenarnya mengingkari cinta.

Cinta sering tidak mengingat batas-batas, tetap panas membara di luar segala ukuran. Cinta tidak mengacuhkan beratnya beban atau tugas, ingin berbuat lebih dari kemampuannya, tidak pernah berdalih dengan alasan yang tidak mungkin, karena menurutnya ia mampu dan dapat berbuat apa saja. Orang yang menaruh cinta dapat melakukan segala sesuatu, dapat menjalankan dan menyelesaikan banyak pekerjaan.

Cinta selalu siap sedia. Waktu tidur pun ia tidak lalai; terdesak tetapi tidak sesak. Waktu lelah ia tidak payah; terkejut tetapi tidak bingung. Cinta laksana nyala api yang bergerak dan seperti obor yang menyalakan sinarnya ke atas dan menerangi tempat sekelilingnya.Siapa yang menaruh cinta, tentu mengerti makna kata-kata tersebut.

(Dari: Buku Mengikuti Jejak Kristus, karya Thomas a Kempis. Penerbit Obor, 1982)

Sabtu, 17 September 2011

Vitamin C-ompassion

Selama bertahun-tahun menjadi biksu di hutan Thailand, kami harus membuat jubah sendiri. Suatu saat kami menerima tiga orang samanera (bakal biksu), mereka harus menyiapkan jubah. Mewarnai jubah dengan getah pohon nangka perlu waktu 3-4 hari. Mereka sudah bekerja selama 36 jam tanpa istirahat untuk itu.

Maka, saya pergi ke tempat kerja ketiga samanera itu dan menggantikan mereka mengawasi kuali bahan pewarna sepanjang malam, sementara mereka tidur beberapa jam. Ketika lonceng berbunyi jam tiga pagi, mereka melanjutkan tugas tersebut, sementara saya bermeditasi sampai fajar. Biasanya saya mengantuk, namun pagi itu saya mengalami meditasi paling jernih, batin saya tajam. Entah mengapa, padahal saya belum tidur seharian.   

Saya bertanya kepada seorang biksu senior. Ia memberitahu saya sebuah rahasia besar, "Kapan pun kamu tidak mementingkan diri, kapan pun kamu bertindak penuh belas kasih, kamu tidak mengharapkan apa pun dari yang lain; ada sumber energi yang bisa kamu akses, energi belas kasih tanpa mementingkan diri."

Hal tersebut mengajari saya sesuatu yang luar biasa, bahwa ada energi berdaya tinggi di dunia ini. Anda tak perlu minum banyak kopi, namun "minumlah" banyak Vitamin C-ompassion (belas kasih), karena vitamin ini akan memberi Anda energi ekstra.

(Dari: Buku Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya 2! - 108 (Lagi) Cerita Pembuka Pintu Hati, karya Ajahn Brahm. Penerbit Awareness Publication, 2011)

Jumat, 16 September 2011

Mengungkapkan "Musik" Hati

Tiga anak laki-laki yang bertetangga - Salvator, Julio, dan Antonio - hidup dan bermain bersama di Cremona, Italia, pada sekitar pertengahan tahun 1600-an. Salvator memiliki suara tenor yang indah, sedangkan Julio pandai bermain biola. Antonio sebenarnya suka musik dan sering ikut menyanyi bersama, tetapi suaranya parau.

Semua anak menertawai Antonio kalau ia mencoba menyanyi. Tetapi, ia mempunyai barang sangat berharga - sebuah pisau saku pemberian kakeknya. Antonio gemar mengukir kayu dan hasil karyanya sangat bagus.

Suatu kali, Salvator dan Julio menunjukkan kebolehan mereka menyanyi dan main biola di alun-alun katedral. Banyak orang menyaksikannya, bahkan ada seorang pria memuji mereka dan menaruh satu koin emas di tangan Salvator.

"Amati sangat baik, ia orang terkenal," kata Julio. "Siapa Amati?" tanya Antonio yang mengikuti mereka. Kedua temannya tertawa. "Kau belum pernah dengar tentang Amati? Ia pembuat biola terkenal dan terbaik di Italia, bahkan di seluruh dunia."

Malam itu Antonio sangat gelisah. Keesokan hari, Antonio meninggalkan rumah, dan membawa pisau ukirnya. Sakunya dipenuhi barang-barang hasil ukirannya. Ia mencari rumah Amati.

Setelah menemukan yang dicari, ia mengetuk pintu. Amati lalu menemui Antonio. "Saya datang membawa hasil karya saya, Tuan. Saya harap Tuan dapat mengatakan, apakah saya berbakat membuat biola seperti Tuan. Saya mencintai musik, tetapi suara saya jelek," ujar Antonio.     

Sambil menatap Antonio, Amati berkata, "Yang sangat penting dalam suatu nyanyian adalah jiwanya. Ada banyak cara untuk membuat musik. Bakatmu adalah mengukir. Ini merupakan nyanyian yang sama terhormatnya dengan menyanyi atau bermain musik." 

Antonio lalu menjadi murid Amati. Ketika berumur 22 tahun, gurunya mengizinkan Antonio membubuhkan namanya sendiri pada biola hasil karyanya. Antonio Stradivari (1644-1737) membuat sekitar 1.100 biola sepanjang hidupnya. Setiap orang yang memiliki biola Stradivari mendapatkan satu karya seni yang sangat bermutu. 

Barangkali kita tak dapat menyanyi, bermain musik, mengukir, atau membuat biola. Tetapi, kita dapat menemukan jalan untuk mengungkapkan "musik" hati kita. 

(Dari: Buku Percikan Kebijaksanaan - Rangkaian Kisah Keutamaan Hidup, karya Brian Cavanaugh, T.O.R. Penerbit Obor, 2003) 

Kamis, 15 September 2011

Patung Tanah Liat dan Patung Kayu

Di tepi sungai di Provinsi Shan Dong, ada sebuah patung dari tanah liat dan sebuah patung pahatan dari kayu. Di suatu musim kemarau, patung tanah liat dan patung kayu menjalin persahabatan yang baik. Setelah sekian lama, patung kayu mulai memandang rendah patung tanah liat. Ia selalu mencari kesempatan menertawakan temannya itu.

Suatu hari, patung kayu berkata, "Kamu dulunya adalah tanah liat dari tepi barat sungai ini, lalu manusia membentuk kamu. Janganlah bangga kepada dirimu. Tunggulah sampai bulan ke-8, hujan deras memenuhi bumi dan kamu dengan cepat akan terkena air, lalu menjadi tanah kembali."

Patung tanah liat tidak peduli. Dengan serius ia berkata kepada patung kayu, "Terima kasih atas perhatianmu. Aku memang terbuat dari tanah sungai ini, kalau diterjang air sungai bisa hancur dan kembali menjadi setumpuk tanah. Aku hanya kembali ke wujud asalku. Sedangkan kamu adalah kayu dari timur yang dipahat menjadi patung. Begitu bulan ke-8, hujan deras tiba dan air sungai meluap, arus sungai akan membawamu pergi. Saat itu kamu hanya bisa mengapung di sungai, tidak tahu akan terbawa sampai ke mana. Saudaraku, kamu sebaiknya memikirkanmu sendiri." 

Orang yang merasa dirinya pintar dan hebat, sebaiknya melihat dulu ke dalam dirinya. Dengan demikian, baru bisa mempertahankan kewaspadaan dan kerendahan hati.

(Dari: Buku 200 Kisah Terindah Sepanjang Masa dari China, karya Din Man. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, 2011)

Rabu, 14 September 2011

Bersihkanlah Jendelamu

Seorang pria tua yang tinggal sendirian di rumahnya mengeluh kepada wanita yang menjadi tetangganya, bahwa pandangannya semakin kabur. Saat ia melihat ke luar melalui jendela rumahnya, ia tak lagi dapat melihat indahnya dunia.

Wanita itu menemukan, kaca-kaca jendela rumah pria tua tersebut penuh dengan tumpukan debu dan kotoran. Kemudian ia membersihkan kaca-kaca jendela dengan sabun dan air.

Pria tua itu sangat senang, ketika tahu bahwa ia masih dapat melihat dengan jelas. "Yang menjadi kabur bukan pandangan mata Anda," kata wanita itu kepadanya, "Anda membiarkan jendela rumah Anda kotor tertutup debu."

Jangan biarkan jendela jiwa kita tertutup debu dan kotoran. Janganlah kehilangan pandangan akan Allah. Nyalakanlah cahaya-cahaya kecil cinta dan berilah pelayanan ke mana pun kita pergi.

(Dari: Buku Kumpulan Kisah Bijak - Saat Chung Tzu Kehilangan Istri, karya JP. Vaswani. Penerbit Kanisius, 2006)

Selasa, 13 September 2011

Burung Magpie Membuat Sarang

Burung magpie membuat sarang di atas pucuk pohon. Ketika musim gugur, angin bertiup kencang. Sarangnya mengikuti dahan dan ranting, bergoyang seolah akan segera jatuh ke bawah. Setiap kali tiba saat seperti itu, burung magpie dan anak-anaknya berkumpul dalam sarang, takut mereka jatuh tertiup angin.

Ada burung magpie lain yang sangat pintar. Walau musim panas belum tiba, ia sudah memikirkan musim gugur. Untuk menjamin keselamatan sarang, ia memilih sebuah pohon yang rendah. Angin kencang tak akan bisa menggoyang pohon yang kuat itu dan sarangnya akan aman.

Musim panas tiba. Banyak orang lalu-lalang di bawah pohon untuk berteduh. Begitu menengadah, mereka langsung melihat sarang burung magpie yang pintar. Sekali menjulurkan tangan, dengan mudah mereka dapat meraih burung magpie kecil maupun telurnya.

Sungguh kasihan burung magpie yang pintar itu. Ia malah menemukan bahaya lebih besar. Musim gugur masih jauh, tetapi sarangnya sudah dirusak orang dan tak terlihat lagi bentuknya. Ia telah siap sedia menghadapi bahaya di masa depan, tetapi justru tidak melihat bahaya di depan mata. Bencana tak dapat dihindari.

(Dari: Buku 200 Kisah Terindah Sepanjang Masa dari China, karya Din Man. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, 2011)

Jalan Alami


Alam tidak bersikeras agar segalanya abadi,
mungkin angin kencang bertiup setengah pagi,
hujan deras turun setengah hari.

Kalau alam saja tidak bersikeras, 
mengapa engkau harus bersikeras?

Seperti kuasa alam, 
inspirasi (pencerahan) pun alami.
Mungkin ia mengalir setengah hari, 
tidur setengah tahun, 
atau menerangi suatu malam.
 
Bukalah dirimu terhadapnya, 
dan rasakanlah dirimu dengan baik,
seperti di rumahmu sendiri.

Hormatilah jalan alami,
maka ia akan menghormatimu. 

(Dari: Buku Tao Kehidupan yang Bertujuan, karya Judith Morgan & Andre de Zanger. Penerbit Lucky Publishers, 2003)

Senin, 12 September 2011

Matang Luar-Dalam

Seorang sahabat mengisahkan pencerahan yang didapatnya ketika menggoreng tempe. Ia menggoreng tempe di atas api besar dengan harapan tempe cepat matang. Memang dalam sekejap bagian luar tempe sudah kecokelatan, namun ketika ia mengunyahnya, bagian dalam tempe masih belum matang.

Pengalaman itu membuatnya memahami makna "dikarbid" (dikarbit) - dihangatkan dengan gas karbid supaya lebih cepat matang - dalam arti luas. Hasil "karbidan" sekilas pandang dari luar memang cukup meyakinkan, tetapi perlu dicermati apakah bagian dalamnya sudah setara dengan bagian luarnya? 

Misalnya, anak Anda memiliki kesempatan "loncat kelas" karena prestasinya yang gemilang di sekolah. Sekolah Dasar yang seharusnya 6 tahun dapat ditempuh dalam 4 tahun, bangku SMP hanya 2 tahun didudukinya, begitu pula bangku SMA. Dalam kurun 8 tahun ia dapat menamatkan pendidikan dasar dan menengah. Di usia 14 tahun ia masuk perguruan tinggi. Sebagai orangtua Anda sangat bangga, namun apakah Anda perhatikan juga perkembangan batinnya?

"Pengarbidan" dalam bentuk lain dijumpai pula di sekitar kita - tokoh dan pemimpin di panggung politik yang "dikarbid" partai atau institusi, rekan kerja yang "dikarbid" atasan, olah kerohanian yang "dikarbid." Manusia di zaman yang serba-instan ini ingin segera mencapai tujuan, memperoleh apa yang diinginkan. Tetapi, seberapa tangguh hasil "pengarbidan" dalam menghadapi berbagai tantangan kehidupan?

Alangkah baik jika segala sesuatu dibiarkan berkembang apa adanya, sesuai proses alami, sehingga matang luar-dalam sesuai waktunya.

Minggu, 11 September 2011

Yang Jauh Lebih Berharga

Seorang wanita bijak yang tengah melakukan perjalanan di pegunungan menemukan sebuah batu berharga. Ia menaruh batu itu ke dalam tas. Hari berikutnya, wanita itu berjumpa dengan seorang pengelana lain yang kelaparan. Wanita bijak itu membuka tas untuk membagi makanannya.

Si pengelana yang kelaparan melihat batu berharga di dalam tas dan memintanya. Wanita bijak itu memberikan batu tersebut tanpa ragu-ragu. Si pengelana pergi dengan gembira karena keberuntungannya. Ia tahu, batu berharga itu cukup bernilai untuk memberinya rasa aman seumur hidup.

Tetapi, beberapa hari kemudian si pengelana datang lagi untuk mengembalikan batu berharga tersebut kepada wanita bijak. "Saya tahu betapa bernilai batu ini, tetapi saya mengembalikannya dengan harapan Anda bisa memberikan saya sesuatu yang jauh lebih berharga. Berikanlah apa yang Anda miliki dalam diri Anda - yang membuat Anda mampu memberikan batu ini kepada saya."

(Dari: Buku Dalam Dunia Keheningan, karya Vijay Eswaran. Penerbit Buana Ilmu Populer, 2010)

Sabtu, 10 September 2011

Dusta Putih

Kadang orang bertanya, "Apakah kejujuran bisa melukai orang lain? Apakah berbohong demi kebaikan itu baik? Jika saya tidak berbohong, ada orang yang akan mati." 

Di situlah letak lereng terjal dan licin dari penalaran ini, sebab akan mudah sekali, dan sebentar saja, berkembang menjadi, "Jika saya memberitahu istri saya, saya akan mati. Jika saya bilang ke orang lain, saya akan malu. Jika saya membertahu masyarakat, saya akan kehilangan pekerjaan dan jabatan politik saya. Saya melakukannya benar-benar demi kebaikan negara saya." Bisakah Anda melihat lereng licin itu? Ketika mengalami pembenaran di satu tempat, dengan segera hal itu dibenarkan pula di tempat lain.

Begitu pula dengan istilah dusta putih (white lie). Di situlah tempat keangkuhan kita berada, ketika kita mulai mengatakan bahwa boleh mengucapkan dusta asal demi kebaikan. Betapa pun, itu tetap saja dusta dari awalnya. Sesungguhnya, tidak ada yang namanya dusta putih, apalagi jika diucapkan kepada pasangan Anda. Semakin sering digunakan, dusta putih akan menjadi dusta abu-abu, dan ketika makin sering lagi akan menjadi dusta hitam, yang pasti menghancurkan hubungan Anda.

Sekali Anda mengucapkan dusta putih, Anda mengucapkan dusta putih kepada diri sendiri pula, dan itu menjadi abu-abu. Ketika Anda mulai mengelabui diri sendiri, maka Anda akan mulai masuk ke dalam masalah besar.

Ada kisah dari Perang Dunia II yang diceritakan oleh seorang biksu Jerman di Melbourne. Ternyata, ada seorang Buddhis di Jerman yang menyembunyikan beberapa orang Yahudi pada masa Perang Dunia II. Ketika polisi rahasia Nazi datang dan menanyakan apakah ada orang Yahudi bersembunyi di sana, umat Buddha ini berkata, "Lihat saja sendiri." Justru karena sifat keterbukaannya, para polisi malah meninggalkannya dan pergi. Mungkin saja ia dilindungi karena ia berkata jujur, tak berdusta.

(Dari: Buku Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya 2! - 108 (Lagi) Cerita Pembuka Pintu Hati, karya Ajahn Brahm. Penerbit Awareness Publication 2011)

Jumat, 09 September 2011

Belenggu Masa Lampau

Sungguh menyenangkan mengingat-ingat pengalaman bagus atau sesuatu yang pernah Anda miliki di masa lampau. Namun, ada juga bahayanya - Anda terhenti pada 'penyakit' yang disebut nostalgia, sehingga Anda berhenti hidup! 

Bernostalgia mungkin dapat menghancurkan masa sekarang. 
Anda tidak merasa bebas lagi. Pengalaman masa lampau telah membelenggu Anda.

Nostalgia itu bisa berupa pengalaman dengan beberapa orang yang Anda cintai dan kini tidak bersama Anda lagi, atau beberapa milik Anda di masa lalu - sesuatu yang telah Anda jaga seperti masa muda, kekuatan, kecantikan.

Bagaimana Anda membebaskan diri dari semua itu? Ada sebuah metode yang mungkin sangat menyakitkan. Melahirkan sebuah kehidupan baru memang menyakitkan. Namun,jika Anda memang mau, katakan kepada orang-orang atau hal-hal yang pernah Anda miliki di masa lampau, "Aku merasa beruntung kau pernah hadir dalam hidupku. Kalau aku terlalu mengikatkan diriku kepadamu, aku tidak akan belajar mencintai masa sekarang."

Banyak orang kehilangan masa-masa terindah dari hidup mereka dan masa tua mereka, karena mereka terlalu terpaku pada masa lampau. Seekor burung yang terluka tidak dapat terbang, begitu pula burung yang tersangkut di dahan pohon. Lepaskanlah diri dari masa lampau! Peribahasa Hindu berbunyi, "Air dimurnikan dengan mengalir, manusia dimurnikan dengan tetap bergerak maju." 

(Dari: Buku Berjalan di Atas Air - Menemukan Tuhan di Dalam Hidup Kita, karya Anthony de Mello, S.J. Penerbit Erlangga, 2001)