Cari Blog Ini

Rabu, 31 Agustus 2011

Bersaudara


Chief Seattle
Setiap lembar daun pinus yang bercahaya, setiap pantai yang berpasir, setiap kabut di hutan yang kelam, setiap serangga yang bersuara di lahan tak berpohon di hutan; semuanya suci dalam kenangan dan pengalaman orang-orangku…

Kita adalah bagian dari bumi dan bumi adalah bagian dari kita. Bunga-bunga yang wangi adalah saudara perempuan kita. Puncak yang berbatu, sari buah di semak belukar, kehangatan tubuh kuda poni dan manusia – semua termasuk dalam satu keluarga.

Aku telah melihat seribu kerbau yang membusuk di padang rumput luas, ditinggalkan orang-orang kulit putih – yang menembak mati mereka dari sebuah kereta yang sedang melaju… apa arti manusia tanpa hewan?

Jika semua hewan ini tidak ada, maka manusia akan mati karena kesepian jiwa yang luar biasa. Karena apa yang terjadi pada hewan akan terjadi pula pada manusia. Semua hal ini berhubungan….
Apa pun yang menimpa bumi juga akan menimpa anak-anak bumi.

Jika manusia meludahi tanah, maka mereka meludahi diri mereka sendiri. Ini yang kita ketahui: bumi bukanlah milik manusia, manusialah milik bumi… semuanya berhubungan bagai pertalian darah yang menyatukan satu keluarga…

Manusia tidak menyulam jejaring kehidupan, manusia semata hanya satu utas dari jejaring itu. Apa pun yang ia lakukan pada jejaring, maka ia lakukan hal yang sama pada dirinya sendiri… mungkin akhirnya kita memang bersaudara… Satu hal yang kita ketahui, suatu saat nanti orang-orang kulit putih juga akan ketahui – Tuhan kita adalah Tuhan yang sama.

Dikutip dari pidato terkenal Chief Seattle (1780-1866), Kepala Suku Duwamish Indian

(Dari: Buku Hati yang Bijaksana - Wisdom of the Heart, karya Alan Cohen. Penerbit Interaksara, 2005)

Dalam Keheningan


Berada di taraf tertinggi Dunia Keheningan berarti sungguh-sungguh berada dalam keharmonisan dengan alam semesta. Ketika Anda mencapai taraf itu, Anda menjalaninya, Anda mewujudkannya, Anda membicarakannya… Anda bernapas dengannya.

Di saat keheningan meraja dalam diri Anda, kreasi terlahir; dan di ruang itulah Anda akan menemukan Tuhan. Sentuhlah ruang itu dan Anda akan melesat di atas sayap-sayap pikiran Anda dan Anda akan memandang di hadapan Anda panorama kreasi tak berkesudahan di dalam cakrawala pikiran Anda. 
Dalam keheningan di mana waktu berhenti berputar, Anda akan melihat ketakterbatasan.

                                                     - Vijay Eswaran

(Dari: Buku Dalam Dunia Keheningan, karya Vijay Eswaran. Penerbit Buana Ilmu Populer, 2010)

Selasa, 30 Agustus 2011

Sahabatku


Malik bin Dinar sangat marah, karena seorang pemuda yang hidup di sebelah rumahnya bertindak kurang ajar. Lama ia tak berbuat apa-apa, berharap orang lain akan turun tangan. Tetapi setelah perilaku pemuda ini sangat keterlaluan, Malik menegurnya, agar ia mengubah kelakuannya.

Pemuda itu dengan tenang memberitahu Malik bahwa ia dilindungi sultan dan tak seorang pun dapat menghalangi apa pun yang dikehendaki. Malik berkata, “Kalau begitu, engkau akan kulaporkan ke Pencipta di surga!”

“Pencipta di surga?” tukas pemuda itu. “Ia Maharahim, sehingga tak akan menyalahkanku.” Malik tak dapat berbuat apa-apa. Ia meninggalkan pemuda itu. Tetapi beberapa waktu kemudian, nama si pemuda semakin jelek hingga banyak orang menentangnya. Malik merasa wajib memperingatkannya. Ketika ia berjalan ke rumah pemuda itu, ia mendengar Suara dalam batinnya, “Awas! Jangan menyentuh sahabatku. Ia ada di bawah perlindunganKu.” Malik jadi bingung.

Waktu bertemu muka dengan pemuda itu, Malik tak tahu apa yang harus dikatakan. Pemuda itu bertanya, “Mengapa engkau datang?” Jawab Malik, “Aku datang untuk menegurmu, tetapi di tengah jalan kudengar Suara yang melarangku, karena engkau berada di bawah perlindunganNya.”

Wajah pemuda itu berubah. “Benarkah Ia menyebut aku sahabatNya?” tanyanya. Saat itu Malik sudah pergi. Bertahun-tahun kemudian Malik berjumpa dengan pemuda itu di Mekkah. Ia begitu tersentuh oleh perkataan Suara itu, sehingga ia membagi-bagikan seluruh hartanya dan menjadi pengemis pengembara. “Aku datang ke sini untuk mencari Sahabatku,” katanya kepada Malik. Lalu, ia meninggal.

Tuhan, sahabat orang berdosa? Pernyataan ini berbahaya, tetapi sekaligus berkekuatan luar biasa. Aku pernah mencobanya pada diriku sendiri, ketika aku berkata, “Tuhan Maharahim, sehingga tak akan menyalahkanku.” Tiba-tiba aku mendengar Kabar Gembira – pertama kali dalam hidupku. 

(Dari: Buku Burung Berkicau, karya Anthony de Mello, S.J. Penerbit Yayasan Cipta Loka Caraka, 1984)

Tujuan Akhir

Mengapa engkau menyusahkan diri sendiri hanya karena tak bisa bermeditasi seperti yang engkau dambakan? 

Meditasi hanyalah sebuah cara menuju Tuhan, bukan merupakan tujuan.

Tujuan akhirnya adalah mengasihi Allah dan sesama. Kasihilah Allah dengan seluruh jiwamu tanpa syarat, dan kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri; maka engkau akan mencapai tujuan akhir meditasi.

                                 - St. Pio dari Pietrelcina (1887-1968)

(Dari Buku Padre Pio in My Own Words. Penerbit Kanisius, 2006)

Senin, 29 Agustus 2011

Keragaman

Senjata menciptakan kekerasan,
kekuatan menciptakan ketakutan.
Seseorang yang memenuhi kehidupannya,
tidak menggunakan energi seperti itu.

Kedamaian dan ketenangan ada di dalam hatinya,
dan kemenangan bukanlah alasan untuk bersuka cita.

Kalau engkau bersuka cita dalam kekuatan, 
maka engkau senang membunuh,
kalau engkau bersuka cita dalam keragaman,
maka engkau senang menjalani kehidupan.

(Dari: Buku Tao Kehidupan yang Bertujuan, karya Judith Morgan & Andre de Zanger. Penerbit Lucky Publishers, 2003)

Minggu, 28 Agustus 2011

Idiot

Seseorang menyebut Anda idiot. Maka, Anda mulai berpikir, "Bagaimana ia bisa menyebutku idiot? Ia tak berhak menyebutku idiot! Betapa kasarnya menyebutku idiot! Akan kubalas dia, karena telah menyebutku idiot!"

Tiba-tiba saja Anda sadar, Anda telah begitu saja menyebut Anda sebagai idiot sebanyak empat kali lagi!

Setiap kali Anda ingat apa yang telah dikatakan orang itu, berarti Anda mengizinkannya menyebut Anda idiot. Di sinilah letak masalahnya.

Jika seseorang menyebut Anda idiot dan dengan segera Anda membiarkannya berlalu, maka ejekan tersebut tidak akan mengusik Anda. Di sinilah letak solusinya.

Mengapa membiarkan orang lain mengendalikan kebahagiaan dalam diri Anda?

(Dari: Buku Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya - 108 Cerita Pembuka Pintu Hati, karya Ajahn Brahm. Penerbit Awareness Publication, 2011)

Sabtu, 27 Agustus 2011

Kebijaksanaan Bukan Titik Sampai


Seorang muda datang kepada seorang Guru dan bertanya, “Kira-kira saya butuh waktu berapa lama untuk memperoleh penerangan (pencerahan) batin?”

Kata Guru itu, “Sepuluh tahun.”

Orang muda itu terkejut. “Begitu lama?” tanyanya tidak percaya.

Kata Guru itu, “Tidak. Saya keliru. Engkau butuh dua puluh tahun.”

Orang muda itu bertanya lagi, “Mengapa Guru melipatgandakan?”

Guru itu berkata, “Coba pikirkan, dalam hal ini mungkin engkau butuh waktu tiga puluh tahun.”


Beberapa orang tidak pernah belajar sesuatu, karena mereka menggenggam segala sesuatu terlalu cepat. Kebijaksanaan bukanlah suatu titik sampai, melainkan suatu cara berjalan. Kalau engkau berjalan terlalu cepat, engkau tidak akan melihat pemandangan yang indah.

(Dari: Buku Doa Sang Katak 2 – Meditasi dengan Cerita, karya Anthony de Mello, S.J. Penerbit Kanisius, 1991)

Suara Hati

Suara hati adalah suara Tuhan di dalam hati kita. 
Prinsip-prinsip adalah apa yang kita ambil 
setelah mendengarkan suara hati dalam kehidupan kita. 
Semakin bijaksana seseorang, semakin tinggi prinsip-prinsipnya, semakin kuat intensitas suara batinnya.

                                                             - Vijay Eswaran

(Dari: Buku Dalam Dunia Keheningan, karya Vijay Eswaran. Penerbit Buana Ilmu Populer, 2010)

Jumat, 26 Agustus 2011

Tepat di Hadapan Anda

Jika Anda disibukkan oleh pencarian, Anda tidak akan menemukan apa yang sedang Anda cari. Jawaban-jawaban yang Anda cari tidak menunggu Anda di atas gunung terpencil – jawaban-jawaban yang Anda cari ada di mana Anda berada.

Tuhan bukanlah seorang lelaki tua dengan jenggot putih yang duduk di atas awan tinggi, sambil melemparkan gula-gula kepada sedikit orang yang beruntung dan menghempaskan petir kepada orang lainnya. Tuhan hidup di hati Anda dan berbicara kepada Anda melalui intuisi, pandangan, dan impian Anda.

Tuhan bukanlah seseorang, Tuhan tidak terkurung dalam suatu agama atau filsafat tertentu, tetapi Tuhan hidup dalam semua orang… dan jauh di atas semua kepercayaan itu.

Anda dapat membaca ribuan buku, menghadiri ratusan seminar, menanyakan pertanyaan yang tak ada habisnya, terlibat dalam terapi sepanjang hidup; tetapi Anda hanya akan mendapati diri Anda bertanya-tanya.

Melakukan pencarian itu baik, tetapi menemukannya adalah lebih baik. Ketika Anda siap menemukan daripada mencari, maka jawaban-jawaban yang Anda cari akan muncul di mana-mana. 

Tuhan akan menyentuh kehidupan Anda melalui terbitnya matahari yang begitu agung, melalui sentuhan orang terkasih Anda, melalui tatapan mata berbinar-binar seorang anak. Ketika Anda menyadari bahwa Tuhan mengungkapkan semuanya melalui seantero dunia – maka kesempurnaan tidak akan lagi menghindari Anda – Anda akan menemukannya di mana pun Anda mencari.

Semua yang Anda cari ada di sini…. pada diri Anda. Semua yang Anda cari adalah Anda sendiri.

(Dari: Buku Hati yang Bijaksana – Wisdom of the Heart, karya Alan Cohen. Penerbit Interaksara, 2005)

Keheningan Diri

Pada awalnya, dengan susah payah aku mencoba masuk ke dalam diri. Aku baru dapat mengalaminya setelah membuang kebiasaan lama, yaitu memaksa diri agar segera mengalami keheningan.

Ternyata, keheningan tidak dicapai dengan kekerasan, melainkan dengan lembut supaya dapat bertahan lama. Apabila dipelihara dengan sungguh-sungguh, keheningan diri akan lebih banyak mendatangkan kebaikan.

Dalam keheningan, jiwa memperoleh ketenangan lahir dan batin, karena Allah ditemukan dalam batin.

                                                  St. Teresa Avila (1515-1582)

(Dari: Buku Kerinduan yang Menantang - Seri Pengalaman Mistik St. Teresa Avila 1, karya Inocens Ruben Hetu. Penerbit Kanisius, 2008)

Kamis, 25 Agustus 2011

Yang Bukan Kebijaksanaan

Beberapa waktu lalu, sejumlah skandal yang melibatkan biksu-biksu di Thailand diberitakan media internasional. Di sebuah acara, saya pikir itulah saat yang tepat untuk membuat pengakuan. Di hadapan sekitar tiga ratus hadirin, saya mengumpulkan keberanian untuk menceritakan sebuah kebenaran.

"Beberapa tahun yang lalu...," saya berusaha meneruskan, "Saya menikmati saat-saat terindah dalam hidup saya..." Saya berhenti sejenak, "Saya menikmati saat-saat terindah di pelukan istri seorang pria lain. Kami berpelukan, bersentuhan. Kami berciuman." Lalu saya menunduk, menatap karpet.

Saya bisa mendengar seruan-seruan keterkejutan. Tangan-tangan menutupi mulut yang ternganga. Saya melihat banyak pendukung lama berjalan menuju pintu. Saya lalu menatap hadirin dengan percaya diri dan tersenyum. "Perempuan itu...," jelas saya, sebelum ada yang keluar ruangan, "adalah ibu saya." Hadirin meledak dalam tawa dan merasa lega.

"Memang benar kan?" teriak saya. "Ibu saya adalah istri pria lain, yaitu ayah saya. Kami berpelukan, bersentuhan, dan berciuman. Itu adalah saat-saat terindah dalam hidup saya."

Ketika hadirin berhenti tergelak, saya menunjukkan bahwa hampir semuanya telah menghakimi saya. Walaupun mereka mendengar dari mulut saya sendiri, mereka bisa sampai pada kesimpulan yang keliru. "Berapa kali," saya bertanya kepada mereka, "kita meloncat pada kesimpulan, pada bukti yang begitu nyata, namun ternyata keliru?"

Menghakimi mutlak - ini benar, yang lain salah - sama sekali bukanlah kebijaksanaan.

(Dari: Buku Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya - 108 Cerita Pembuka Pintu Hati, karya Ajahn Brahm. Penerbit Awareness Publication, 2011)

Menolong Musuh

Di desa Liu, keluarga Zhang dan keluarga Li saling bermusuhan selama tiga keturunan. Suatu hari, Zhang dan Li baru saja pulang dari pasar malam. Kebetulan mereka pulang ke desa dalam waktu bersamaan. Keduanya tidak saling menyapa. Mereka berjalan sendiri-sendiri. Satu di depan dan yang lain di belakang.

Setelah berjalan beberapa lama, tiba-tiba Zhang mendengar Li yang berada di depan berteriak, "Aduh!" Zhang mendekat untuk melihat. Ternyata, Li terjatuh ke lubang di sungai es yang membeku. Malam begitu gelap, hanya kedua tangan Li yang terlihat menggapai-gapai. Zhang mematahkan dahan pohon, lalu mengulurkan dahan itu ke arah Li.

Li yang telah diselamatkan, bertanya, "Mengapa kamu menyelamatkan saya?"
Zhang menanggapi, "Demi membalas budi."
"Balas budi apa?" tanya Li heran.
"Kamu telah menyelamatkan saya," kata Zhang.
"Bagaimana saya menyelamatkan kamu?" tanya Li lagi.
"Hanya kita berdua yang berada di jalan ini. Jika kamu tadi tidak berteriak 'aduh,' orang kedua yang akan terjatuh ke dalam lubang es adalah saya. Saya telah mendapatkan budi baikmu, mana mungkin saya tidak membalasnya?" ujar Zhang. Keduanya lalu berdamai.

Pepatah mengatakan, "Bertambah seorang teman berarti bertambah satu jalan, sedangkan bertambah seorang musuh berarti menambah satu dinding penghalang." 

(Dari: Buku 200 Kisah Terindah Sepanjang Masa dari China, karya Din Man. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, 2011)

Sekolah untuk Pencerahan Batin

Membangun relasi berarti memberikan tanggapan.
Memberikan tanggapan berarti mengenal diri sendiri.
Mengenal diri sendiri berarti mengalami penerangan (pencerahan) batin.
Relasi pribadi adalah sekolah untuk penerangan (pencerahan) batin.

(Dari: Buku Doa Sang Katak 2 – Meditasi dengan Cerita, karya Anthony de Mello, S.J. Penerbit Kanisius, 1991)

Selasa, 23 Agustus 2011

Ego dan Kasih

Kasih tidak bisa dideskripsikan. Kasih bukanlah perasaan, sebab perasaan kita berubah-ubah: sekarang cinta, besok benci. Sedangkan kasih tidak berubah. Ia memiliki intensitas pada dirinya secara konstan. Kasih bukan pula ketertarikan, karena ketertarikan merupakan sensasi tentang diri seseorang yang belum tentu merupakan diri orang itu yang sesungguhnya. Sensasi muncul dari gambaran memori Anda tentang diri seseorang yang kepadanya Anda tertarik. 

Kasih tidak bergantung pada orang lain sebagai penentu kebahagiaan. Kebahagiaan yang sesungguhnya tidak tergantung pada apa pun di luar diri kita: “Kalau Anda mau hidup bersama saya, tentu saya akan sangat berbahagia. Kalau Anda tidak mau, saya tetap bahagia.” Orang yang bahagia menemukan kebahagiaan di dalam dirinya. 

Dalam keheningan meditatif, Anda melihat bahwa ego atau diri itu sebenarnya hanya ilusi. Kasih yang dicari oleh ego – kasih-perasaan, kasih-ketertarikan, kasih-kebergantungan – juga merupakan ilusi. Objek yang dicari dan si pencari tidak berbeda. Kasih sejati terlahir ketika ilusi si pencari dan pencarian oleh si ego berakhir.

(Dari: Buku Meditasi sebagai Pembebasan Diri, karya J. Sudrijanta, S.J. Penerbit Kanisius, 2011)

Senin, 22 Agustus 2011

Kasih Seorang Saudara

Pada abad ke-15, di sebuah desa kecil di Jerman, hidup satu keluarga dengan delapan belas anak. Walaupun keluarga mereka tampak tak berdaya, dua bersaudara di antara anak-anak itu membagi mimpi mereka. Keduanya ingin meneruskan studi untuk mengembangkan bakat mereka di bidang seni.

Mereka lalu mencari solusi sendiri. Mereka membuang undi untuk menentukan siapa yang pergi belajar seni lebih dulu. Sedangkan yang kalah akan bekerja di tambang terdekat dan membiayai studi saudaranya. Bila saudara yang kuliah itu sudah selesai studi, ia akan membiayai studi saudara yang bekerja di tambang.

Maka, salah satu dari kedua bersaudara itu pergi kuliah, sementara yang lainnya bekerja di tambang. Setelah empat tahun, seniman muda itu kembali ke desa dan keluarganya. “Sekarang giliranmu untuk mengejar impianmu. Saya akan membiayaimu,” kata Albrecht kepada saudaranya.

Saudaranya duduk sambil meneteskan air mata. Ia menggeleng-gelengkan kepala seraya berulang berkata, “Tidak… tidak… tidak!” Ia lalu bangkit dan mengulurkan kedua tangannya ke hadapan Albrecht. “Tidak, saudaraku. Terlalu terlambat bagiku untuk studi. Lihatlah apa yang terjadi dengan kedua tanganku selama empat tahun di tambang. Aku menderita radang sendi berat, sehingga tak bisa memegang gelas anggur untuk membalas ucapan selamatmu. Tentu akan sulit membuat garis-garis pada kanvas dengan menggunakan pena atau kuas,” tuturnya lembut.

Untuk memberi penghormatan atas kasih dan pengorbanan saudaranya, Albrecht Durer (1471-1528) melukis kedua tangan saudaranya dengan telapak tangan menyatu dan jari-jari bengkok mengarah ke atas. Ia menamai lukisan ini Hands, tetapi seluruh dunia yang menanggapi hasil karya sangat luar biasa itu menyebutnya: the Praying Hands.

(Dari: Buku Rangkaian Kisah Bermakna – 100 Cerita Bijak jilid ke-4, karya Brian Cavanaugh, T.O.R. Penerbit Obor, 2002)

Minggu, 21 Agustus 2011

Pengendara Cinta

Meskipun seluruh dunia penuh duri, 
hati pencinta tetaplah sebuah punjung mawar sepenuhnya.
Dan meskipun roda langit tak bekerja dan tak berdaya guna, dunia para pencinta tetaplah sibuk sepenuhnya.
Biarlah orang-orang lain penuh duka, 
namun jiwa pencinta akan tetap bergairah, ria dan bahagia.
Berikan pada pencinta segala tempat di mana lilin tidak lagi menyala, 
karena ia telah dianugerahi dengan seratus ribu cahaya.
Bahkan pun bila pencinta seorang diri, ia tidak sendiri, 
karena ditemani Kekasih tersembunyi.
Anggur para pencinta menggelegak naik dari dada; 
kawan Cinta ada dalam kerahasiaan yang paling rahasia.
Cinta tak puas dengan seratus janji, 
karena kecerdikan para pemikat hati banyak sekali.
Dan bila pun kaulihat juga seorang pencinta mabuk, 
bukankah yang rupawan juga yang ada di kepala si pemabuk?
Jadilah pengendara Cinta, dan jangan takut menempuh jalan, 
karena kuda Cinta cepat larinya.
Dengan sekali lompat ia akan membawamu ke tempat yang kaudamba, 
meskipun jalan tak pula rata.

(Dari: Buku Kasidah Cinta, karya Jalalu’ddin Rumi. Penerbit Budaya Jaya, 1982)

Sabtu, 20 Agustus 2011

Kembali ke Sumber Kebahagiaan

Mencari Cinta merupakan masalah kehidupan yang besar. Sebenarnya, semua Cinta yang Anda cari ada di dalam diri Anda. Ketika Anda mencari Cinta dari dunia luar, Anda mungkin menerima gejolak kebahagiaan sesaat, tetapi akhirnya Anda akan merasa hampa, frustasi, dan bingung. 

Tak ada seorang pun yang dapat memberikan Anda apa yang sudah Anda punya. 

Kembalilah pada sumber kebahagiaan dalam diri Anda. Di sana Anda akan menemukan begitu banyak pemenuhan, sehingga Anda akan berkelimpahan dan membaginya kepada orang lain. 

Rahasia kehidupan bukanlah mendapatkan Cinta tetapi memberikan Cinta. Cinta yang Anda berikan kepada orang lain mengalir melalui diri Anda. Ketika Anda mengalihkan perhatian Anda dari kesulitan-kesulitan Anda sendiri, Anda menemukan keindahan pada diri orang lain dan dunia, maka Anda akan mengingat keindahan Anda sendiri. Anda tidak pernah kekurangan – Anda hanya butuh diingatkan bahwa Anda sudah memiliki Cinta.

(Dari: Buku Hati yang Bijaksana – Wisdom of the Heart, karya Alan Cohen. Penerbit Interaksara, 2005)

Mencari dan Menemukan


Mereka yang mencari Cinta hanya menunjukkan 
tidak ada Cinta dalam diri mereka,
dan orang yang tidak memiliki Cinta 
tidak akan pernah menemukan Cinta.
Hanya mereka yang memiliki Cinta  yang dapat menemukan Cinta, dan mereka tidak pernah harus mencarinya.

                                                               DH. Lawrence (1885-1930)
                                                               Penulis, dramawan, dan pelukis asal Inggris   


(Dari: Buku Hati yang Bijaksana – Wisdom of the Heart, karya Alan Cohen. Penerbit Interaksara, 2005)

Jumat, 19 Agustus 2011

Belas Kasih Ada di Mata

Suatu malam yang sangat dingin di Virginia Utara. Seorang lelaki tua dengan janggut ditutupi bunga es sedang menunggu tumpangan untuk menyeberangi sungai. Penantiannya kelihatannya tanpa akhir. Tubuhnya membeku karena angin utara yang dingin.

Samar-samar ia mendengar irama derap kaki kuda yang bergerak cepat di dekatnya. Ia menyaksikan sekelompok besar penunggang kuda melintasinya. Ia membiarkan satu demi satu penunggang kuda, lewat tanpa berusaha menarik perhatian mereka. 

Akhirnya, penunggang kuda yang paling belakang mendekati orang tua yang duduk bagai patung es itu. Ketika penunggang kuda tersebut semakin mendekat, orang tua itu menatap matanya dan berkata, "Tuan, jika tidak keberatan, tuan dapat membantu menyeberangkan orang tua ini melewati sungai? Tampaknya tak ada jalan untuk dilewati dengan berjalan kaki."

Sambil menarik kekang kudanya, pengendara tersebut menjawab, "Tentu saja." Ia lalu turun dan membantu orang tua itu naik ke atas kuda. Penunggang kuda tersebut tidak hanya menyeberangkan orang tua itu, bahkan mengantarnya sampai ke tujuan.

Ketika hampir tiba, si penunggang kuda bertanya, "Tuan, saya perhatikan tuan membiarkan beberapa pengendara kuda di depan saya, lewat tanpa berusaha menghentikan mereka. Kemudian saya muncul dan tuan langsung meminta bantuan saya. Mengapa di musim dingin yang menusuk ini, tuan menunggu penunggang kuda yang terakhir? Bagaimana kalau saya menolak dan meninggalkan tuan di sana?"

Orang tua itu menatap lurus kepada si penunggang kuda dan menjawab, "Saya sudah ada di sini beberapa waktu lamanya. Saya cukup mengenal orang-orang. Saya menatap mata para penunggang kuda lain, langsung mengetahui bahwa mereka tak punya perhatian terhadap saya. Tak ada gunanya meminta bantuan mereka. Tetapi, ketika saya menatap mata tuan, saya melihat jelas keramahan dan belas kasih. Tatapan mata tuan yang lembut akan menyambut kesempatan untuk membantu saya, pada saat saya membutuhkannya."

Jawaban itu sangat menyentuh hati si penunggang kuda. "Saya sangat berterima kasih atas apa yang telah tuan katakan. Semoga saya tak akan pernah terlalu sibuk dengan urusan saya, sehingga saya dapat menanggapi kebutuhan orang lain dengan ramah dan belas kasih," ujar si penunggang kuda.

Setelah berkata demikian, Thomas Jefferson* memacu kudanya dan melanjutkan perjalanan ke White House.

*Thomas Jefferson (1743-1826) penulis Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat dan Presiden Amerika Serikat ke-3.

(Dari: Buku Rangkaian Kisah Bermakna - 100 Cerita Bijak jilid ke-5, karya Brian Cavanaugh, T.O.R. Penerbit Obor, 2002)  

Kamis, 18 Agustus 2011

Kasih dan Pelepasan Diri


Pelepasan diri bukanlah ketidakpedulian, bukan pula sikap acuh tak acuh.
Sesungguhnya, dibutuhkan kasih yang besar untuk bisa melepaskan diri.
Dalam bentuknya yang paling luhur, kasih hanya dapat terwujud dalam pelepasan diri.

 Anda perlu melepaskan diri untuk menyingkirkan seekor anjing tua yang sangat Anda sayangi,
tetapi harus dilepaskan dari penderitaannya.

Anda perlu melepaskan diri untuk merawat kedua orangtua Anda di usia senja,
menyaksikan mereka perlahan menua, berada di sisi mereka,
dan mengasihi mereka tanpa putus asa.

Anda perlu melepaskan diri untuk merelakan anak Anda pergi,
ketika ia siap untuk meninggalkan rumah dan hidup mandiri.

Anda perlu melepaskan diri untuk berpisah dari seseorang yang tidak memahami makna kasih, namun Anda masih bisa mendoakannya dengan tulus.

Anda perlu melepaskan diri untuk memerdekakan seseorang,
karena kemerdekaan adalah hak asasi semua orang, termasuk Anda.

(Dari: Buku Dalam Dunia Keheningan, karya Vijay Eswaran. Penerbit Buana Ilmu Populer, 2010)

Peduli terhadap Dunia

Memedulikan seseorang biasanya didorong oleh adanya keterikatan. Tetapi, peduli terhadap dunia hanya mungkin bila Anda berada dalam keadaan pelepasan diri.

                                                  - Vijay Eswaran

(Dari: Buku Dalam Dunia Keheningan, karya Vijay Eswaran. Penerbit Buana Ilmu Populer, 2010)

Rabu, 17 Agustus 2011

Tindakan Murni adalah Revolusi Sejati

Semua tindakan yang digerakkan oleh pikiran tidak lain adalah reaksi. Tindakan reaktif ini tidak membawa perubahan yang betul-betul baru, karena ia hanyalah sekadar pengulangan-pengulangan dari respons timbunan pikiran masa lampau. Dengan kata lain, tidak ada revolusi sejati yang digerakkan oleh pikiran, ide, ideologi, teori, kepercayaan. 

Adakah tindakan yang bebas pikiran? Tindakan bebas pikiran hanya terjadi bila ada nyala Api Cinta atau Keindahan. Dalam tindakan yang penuh nyala Api Cinta atau Keindahan, tidak dibutuhkan pikiran, si pemikir, motif,  atau tujuan lain di luar tindakan itu sendiri. Itulah yang disebut dengan tindakan murni.

Bangsa Indonesia pernah mengalami Revolusi Kemerdekaan 1945 dan Reformasi 1998. Api Cinta atau Keindahan sebagai bangsa telah menyatukan seluruh elemen masyarakat untuk suatu perubahan. Namun, Revolusi dan Reformasi yang telah mengorbankan banyak darah anak bangsa tersebut, kini nyatanya tidak mendatangkan perubahan fundamental dalam tata kehidupan batin dan di luar batin, dalam tata kehidupan fisik maupun kebudayaan. Mengapa demikian?

Sebenarnya, Api Cinta atau Keindahan sudah dimiliki setiap pribadi, kelompok masyarakat, kelompok agama dan kebudayaan. Ia menjadi energi paling vital dalam sejarah revolusi. Revolusi yang digerakkan tanpa energi vital tersebut tidak bisa diharapkan mendatangkan perubahan fundamental. Roda revolusi sejati hanya mungkin bergerak sejauh setiap orang atau kelompok mampu bertindak murni.

Sayangnya, tindakan murni justru dikalahkan oleh pikiran, ideologi,  dan kepercayaan. Alih-alih membangun praksis yang benar, yaitu tindakan karena Cinta atau Keindahan, bangsa ini terus digiring masuk pada konflik antarideologi dan kepercayaan. Revolusi yang digerakkan oleh ideologi dan kepercayaan, justru akan membenamkan bangsa ini dalam konflik yang tak kunjung putus.

Menjadikan pikiran, ideologi, dan kepercayaan sebagai basis tindakan seperti rumah yang dibangun di atas pasir. Tindakan yang digerakkan oleh pikiran atau ideologi tidak lebih sebagai reaksi,  dan setiap reaksi selalu rapuh. 

Sebaliknya, tindakan yang digerakkan oleh Api Cinta atau Keindahan seperti rumah yang dibangun di atas wadas. Tindakan itu menjadi solid dan kokoh, menggerakkan roda revolusi yang sejati. Tidak ada dualitas lagi antara tindakan dan pikiran. Api Cinta atau Keindahan merupakan energi vital tindakan murni, energi vital revolusi sejati.

(Dari: Buku Revolusi Batin adalah Revolusi Sosial, karya J. Sudrijanta, S.J. Penerbit Kanisius, 2009)

Selasa, 16 Agustus 2011

Kebebasan Sejati


Selama beberapa minggu, seorang rekan biksu mengajar meditasi di sebuah penjara baru dengan tingkat pengamanan sangat ketat di dekat Perth, Australia. Di akhir sesi, para narapidana (napi) bertanya rutinitas di vihara.

“Kami harus bangun jam 4 subuh setiap hari, kamar kami yang kecil tidak memiliki penghangat ruangan, kami hanya makan sekali sehari dengan semua lauk dicampur aduk dalam satu mangkuk. Tentu saja kami tidak boleh berhubungan seksual atau minum minuman beralkohol. Kami tidak punya radio, televisi, atau alat musik. Kami tak pernah nonton film, tak berolahraga untuk kesenangan. Kami berbicara sedikit, bekerja keras, melewatkan waktu luang dengan duduk bersila, dan tidur di lantai.”

Para napi tertegun. Kalau dibandingkan, penjara mereka seperti hotel bintang lima. Bahkan seorang napi berkata, “Ngeri amat tinggal di viharamu. Kenapa kamu tidak pindah ke sini dan tinggal bersama kami?” Semua orang di ruangan itu tertawa terbahak-bahak.  Begitu pula saat si biksu itu menceritakan hal tersebut kepada saya. Lalu, saya mulai merenunginya.

Memang benar, vihara jauh lebih sederhana daripada penjara terketat, namun bedanya banyak yang datang ke vihara dengan kemauan sendiri dan merasa bahagia. Sementara begitu banyak napi mencoba kabur dari penjara karena tidak bahagia.

Saat Anda tidak ingin berada di suatu tempat, di mana pun itu, senyaman apa pun, itu adalah sebuah penjara bagi Anda. Jika Anda berada dalam pekerjaan yang tidak Anda inginkan, misalnya, berarti Anda berada dalam penjara. Jika Anda sakit dan tidak Anda inginkan, itu pun penjara buat Anda.

Lantas, bagaimana caranya dapat bebas dari berbagai penjara kehidupan? Ubah saja persepsi Anda tentang situasi sekarang menjadi “ingin berada di sana.” Walaupun berada di penjara San Quentin atau yang sedikit lumayan di vihara, kalau Anda ingin berada di sana, maka itu tak lagi menjadi penjara bagi Anda. Dengan mengubah persepsi Anda terhadap pekerjaan, tubuh yang sakit, dan menerima situasinya; maka itu tak lagi terasa seperti sebuah penjara.

Saat Anda menerima untuk berada di sana, Anda telah bebas. Kebebasan adalah merasa puas di mana pun Anda berada. Penjara berarti menginginkan berada di tempat lain. Dunia bebas adalah dunia yang dialami seseorang yang puas. Kebebasan sejati adalah kebebasan dari berkeinginan, bukannya kebebasan untuk berkeinginan. 

(Dari: Buku Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya - 108 Cerita Pembuka Pintu Hati, karya Ajahn Brahm. Penerbit Awareness Publication, 2011)

Senin, 15 Agustus 2011

Mengolah Kerusakan


Ini kisah tentang dua pemahat dan seniman asal Italia, Donatello dan Michelangelo. Suatu hari Donatello menerima kiriman bongkahan marmer besar. Setelah memeriksanya dengan teliti, Donatello menolak marmer itu karena terlalu rusak dan retak untuk digunakan.

Peristiwa ini terjadi jauh sebelum ditemukannya mesin pengangkat beban dan hidrolik, sehingga para pekerja harus memindahkan barang yang sangat berat itu dengan menggunakan gelindingan batang-batang kayu.

Daripada mengembalikan bongkahan marmer ke pengirim, para pengantar barang tiba-tiba memutuskan untuk mengantar kiriman itu ke Michelangelo. Apalagi seniman ini dikenal sebagai orang yang sering lupa. Mungkin, Michelangelo tak ingat bahwa ia tidak pernah memesan tiga ton marmer.

Ketika Michelangelo memeriksa marmer itu, ia melihat kerusakan dan retakan yang sama seperti dilihat Donatello. Namun, Michelangelo memandang tumpukan marmer itu sebagai tantangan pribadi. Bongkahan marmer itu diterimanya.

Michelangelo dengan tekun memahat tumpukan marmer yang tampaknya tak berguna itu hingga akhirnya menghasilkan apa yang dianggap sebagai salah satu harta seni terbesar dunia, yaitu patung Daud.

(Dari: Buku Percikan Kebijaksanaan – Rangkaian Kisah Keutamaan Hidup, karya Brian Cavanaugh, T.O.R. Penerbit Obor, 2003)

Bekerja dalam Keheningan


Winston Churchill, Mahatma Gandhi, Martin Luther King Jr., dan Nelson Mandela memiliki saat hening. Begitu pula Leonardo da Vinci dan Pablo Picasso lebih suka bekerja dalam keheningan. Hampir setiap seniman, politikus, atau pemimpin memiliki waktu khusus di mana mereka lebih memilih untuk menyendiri.

Bekerja dalam keheningan membuat mereka menjadi diri mereka yang sesungguhnya. Mereka menerapkan tolok ukur tertinggi dan mereka bersaing dengan diri mereka sendiri, bukan dengan dunia. 

                                                                                           - Vijay Eswaran

(Dari: Buku Dalam Dunia Keheningan, karya Vijay Eswaran. Penerbit Bhuana Ilmu Populer, 2010)