Cari Blog Ini

Kamis, 31 Maret 2011

Sendirian Namun Tidak Kesepian

Orang lahir sendirian dan mati juga sendirian. Namun, dalam hidup kebanyakan orang takut akan kesendirian. Orang lalu mencari teman, entah orang atau sesuatu yang lain. Tetapi, hadirnya teman tidak serta merta menghilangkan ketakutan akan kesendirian.

Kesendirian berbeda dengan kesepian. Kesepian adalah keterputusan hubungan dengan segala sesuatu yang lain. Sedangkan kesendirian adalah BEBASNYA DIRI DARI KELEKATAN terhadap segala sesuatu - orang, barang, atau sesuatu yang abstrak seperti pengetahuan dan kepercayaan.

Orang yang kesepian mudah mengeksploitasi dan dieksploitasi orang atau sesuatu yang lain sebagai sarana mengisi kesepian batin. Kemajuan informasi dan teknologi menyediakan berbagai rangsangan, agar orang terhindar dari kesepian. Namun, sebanyak apa pun teman ternyata tak membuat kesepian beranjak pergi. Kesepian akan sirna, kalau orang berani berhenti dari mekanisme pelarian diri. Menerima kesepian apa adanya dapat membuat orang berani hidup dalam kesendirian. 

Kesendirian yang dimaksud di sini bukanlah kehidupan individualistik. Karena, kehidupan individualistik adalah bentuk lain dari kesepian. Dalam kesendirian orang justru mengalami keterhubungan dan kesatuan dengan segala sesuatu, tanpa merasa kesepian. 

(Dari: Buku Revolusi Batin Adalah Revolusi Sosial, karya J. Sudrijanta, S.J. Penerbit Kanisius 2009) 

Mengubah

Sufi Bayazid bercerita tentang dirinya:

"Waktu masih muda, aku ini revolusioner dan aku selalu berdoa agar Tuhan memberi aku kekuatan untuk mengubah dunia!"

"Ketika aku sudah separuh baya dan sadar bahwa setengah hidupku sudah lewat tanpa mengubah satu orang pun, aku mengubah doaku agar Tuhan memberi aku rahmat untuk mengubah semua orang yang berhubungan denganku seperti keluarga dan kawan-kawan, maka aku akan puas."

"Sekarang, ketika aku sudah tua dan saat kematianku sudah dekat, aku mulai menyadari betapa bodoh aku. Doaku satu-satunya sekarang adalah agar Tuhan memberi aku rahmat untuk mengubah diriku sendiri. Seandainya sejak semula aku berdoa seperti itu, aku tentu tidak begitu menyia-nyiakan hidupku!"

Setiap orang berpikir mau mengubah umat manusia. 
Hampir tak seorang pun berpikir bagaimana mengubah dirinya.

(Dari: Buku Burung Berkicau, karya Anthony de Mello, S.J. Penerbit Yayasan Cipta Loka Caraka, 1984)

Rabu, 30 Maret 2011

Orang yang Melepaskan Diri....


Orang yang melepaskan diri tidak takut kehilangan segala sesuatu. Kita hanya kehilangan apa yang menjadi ketergantungan kita. 

Orang yang sungguh-sungguh melepaskan diri mengetahui bahwa tidak ada apa pun yang begitu bernilai 
yang tidak bisa ia lepaskan. 

                                                                             - Vijay Eswaran

(Dari: Buku Dunia Dalam Keheningan, karya Vijay Eswaran. Penerbit Buana Ilmu Populer, 2010)

Selasa, 29 Maret 2011

Pelajaran dari Tiram

Kotoran melukai tiram.
Kotoran itu masuk ke cangkangnya.
Ia sama sekali tidak menyukainya dan mencoba menyingkirkannya.
Namun ketika gagal melakukannya,
ia memutuskan untuk menciptakan salah satu benda paling indah sedunia.

Ia melapisi kotoran itu berulang kali, 
hingga luka itu sendiri kini berubah menjadi sebutir mutiara yang cantik berkilauan.

Ada luka dalam kehidupan kita
dan hanya satu obatnya - gunakan luka itu 
untuk menyembuhkan diri Anda,
lihatlah dengan jernih, nilailah dengan tepat, dan ciptakanlah sebutir mutiara. 

(Dari: Buku A Pearl of Awareness - Rahasia Membuka Pintu Kesadaran Anda, karya Vikas Malkani. Penerbit Buana Ilmu Populer, 2005)

Apa yang Diperoleh?

Murid: Apa yang tuan peroleh dengan Penerangan Budi (Pencerahan - red). 
           Apakah tuan menjadi ilahi?

Guru: Tidak.

Murid: Apakah tuan menjadi suci?
Guru: Tidak.

Murid: Lalu, tuan menjadi apa?

Guru: Terjaga.

(Dari: Buku Sejenak Bijak, karya Anthony de Mello, S.J. Penerbit Kanisius, 1987)

Senin, 28 Maret 2011

Rumah Sejati Selalu Memanggil

Lihatlah pohon apel. Sungguh menakjubkan bagi pohon apel untuk menjadi pohon apel. Pohon apel tidak perlu menjadi sesuatu yang berbeda. 

Betapa menakjubkan bahwa aku adalah diriku sendiri. Betapa menakjubkan bahwa kamu adalah dirimu sendiri. 

Tidaklah perlu berusaha untuk menjadi sesuatu yang berbeda ataupun menjadi orang lain.

Kita hanya perlu membiarkan diri kita menjadi diri kita apa adanya, dan menyukai diri kita seperti apa adanya. Perasaan itu, penyadaran itu adalah rumah kita yang sesungguhnya. Kita semua memiliki rumah sejati di dalam diri. 

Rumah sejati kita selalu memanggil-manggil kita siang dan malam dengan suara yang sangat jelas. Dia selalu mengirimkan kita alunan cinta kasih dan perhatian, tetapi nada-nada itu tidak dapat menggapai kita karena kita terlalu sibuk.

(Dari: Buku Di Bawah Pohon Jambu Air, karya Thich Nhat Hanh. Penerbit Yayasan Karaniya, 2008)

Melampaui yang Kelihatan


Seorang yang intuitif melampaui yang kelihatan,
mencari yang tidak kelihatan,
melampaui yang kedengaran,
mencari yang tidak kedengaran,
melampaui yang terjangkau,
mencari yang tak terjangkau,
melampaui pengertian,
mencari kesatuan. 

Keberadaan terbit dan memberikan terang,
ia terbenam dan meninggalkan kegelapan,
ia muncul secara misterius,
tanpa awal dan tanpa akhir,
selamanya melahirkan ciptaan-ciptaannya.

Seseorang yang sadar akan energi tak terhingga ini,
berdamai dengan kehidupan.
Bergerak dengan yang sekarang,
harmonis dengan setiap saatnya,
ia hidup kekal.

(Dari: Buku Tao Kehidupan yang Bertujuan, karya Judith Morgan & Andre de Zanger. Penerbit Lucky Publishers, 2003)

Minggu, 27 Maret 2011

Memandang Realitas Tanpa Otoritas


Ketika ajaran, iman, atau agama yang dianut dipertanyakan kebenarannya, orang terguncang hidupnya atau cepat marah. Iman atau agama telah membuat ketergantungan psikologis. Ketergantungan ini bisa sedemikian membutakan, sehingga orang tidak lagi dapat melihat realitas apa adanya.

Kalau ketergantungan psikologis tersebut dipatahkan, orang akan menemukan ketidaktenangan, kegelisahan, dan ketidakpastian. Yang tersisa hanyalah kesepian dan kekosongan yang luar biasa. Bukankah inilah realitas hidup kita yang sesungguhnya, yang cenderung kita hindari, dan tertutupi oleh ajaran-ajaran suci?

Iman atau agama sering kali dijadikan tempat pelarian, karena kebanyakan dari kita memiliki batin yang dangkal. Kita enggan menerima realitas kesepian dan kekosongan. Ketakutan mendorong kita  lari kepada konsep ideal tentang Tuhan, iman, harapan, cinta, kebahagiaan, kebenaran, doa, dan meditasi. Konsep-konsep itu kemudian membelenggu batin dan memiliki daya pengaruh seperti kekuatan hipnotis yang membius dan menumpulkan. Betapa dalam batin kita diperbudak konsep-konsep itu. Tidak heran, orang mudah terprovokasi melakukan hal-hal bodoh atas nama Tuhan atau kebenaran.

Kelekatan yang paling memuaskan adalah Tuhan. Padahal, bagaimana mungkin Tuhan yang Mahasuci bisa dilekati oleh batin yang masih terbelenggu oleh ketergantungan psikologis? Lagi pula, dengan beriman atau beragama, kita tetap tidak bisa lolos dari kesepian, kekosongan, ketidakpastian, kegelisahan, dan seterusnya. Iman atau agama justru bisa menjadi tirai pembatas untuk memahami realitas apa adanya. Bisakah kita memandang secara total realitas hidup kita tanpa otoritas apa pun?

Iman dan realitas adalah dua hal yang berbeda. Iman bekerja masih dalam lingkup pikiran, sedangkan realitas yang sesungguhnya bergerak di luar lingkup pikiran. Batin yang berani keluar dari belenggu otoritas iman atau agama, mungkin akan menemukan kembali iman sejati atau agama sejati. Batin yang menemukan iman sejati atau agama sejati tidak lagi disibukkan dengan rumusan ajaran, tetapi sepenuhnya hidup bersama realitas.

Iman atau agama yang sejati tidak mungkin terlahir selama bangunan iman atau agama yang lama tidak diruntuhkan sepenuhnya. Ketika otoritas iman atau agama yang lama berakhir, mungkin kita dapat memahami Tuhan atau Realitas yang Terakhir.  Hal ini hanya bisa dialami di luar waktu, di luar pikiran, dan di luar gambaran-gambaran. Realitas yang Terakhir ditemukan pada saat sekarang, bukan ingatan masa lampau atau proyeksi masa depan.

Meski hanya singkat, perjumpaan dengan Realitas yang Terakhir itu membuka cara pandang yang sungguh baru dalam melihat, mendengar, berelasi, berbicara, bertindak, bekerja, dan menjalani kehidupan.

(Dari: Buku Revolusi Batin Adalah Revolusi Sosial, karya J. Sudrijanta, S.J. Penerbit Kanisius, 2009)

Mengalami Bukan Menambah


Seseorang yang “tersadarkan” akan berbeda jauh dari seorang yang sekadar cerdas. Ada jutaan orang cerdas, namun sedikit sekali dari mereka yang pernah mengalami kehadiran Tuhan di dalam diri mereka. Ingatlah, tujuan kita adalah mengalami Tuhan, bukan menambah pengetahuan atau informasi tentang Tuhan!
                                                                                 - Vikas Malkani

(Dari: Buku A Pearl of Awareness – Rahasia Membuka Pintu Kesadaran Anda, karya Vikas Malkani. Penerbit Buana Ilmu Populer, 2005)

Sabtu, 26 Maret 2011

Hal yang Lebih Mendesak

Dalam menjawab pertanyaan mengenai diri pribadi yang sejati, kaum intelektual merasa sangat menyesal tak bisa memberi jawaban. Biasanya mereka punya alasan: "Aku sibuk dengan hal-hal yang sifatnya lebih luhur dan mulia seperti perundang-undangan, filsafat, logika, astronomi, dan ilmu kedokteran."

Rumi berkata: "Jika kau sedang membicarakan astronomi dan segala hal yang ada di bumi ini, maka kau akan menyatakan bahwa hal-hal itu bersangkut-paut dengan hidupmu. Sesungguhnya bagimu, dirimu sendirilah yang merupakan akar dari semua itu, dan segala yang lain hanya jejak-jejak dirimu. Mengenal diri sendiri adalah jauh lebih mendesak sekarang ini, dibanding kesibukan-kesibukan yang mengasingkan kau dari dirimu sendiri."
                                                                      
                          - Maulana Jalaluddin Rumi Muhammad, 
                          penyair sufi kelahiran Afghanistan (1207-1270) 

(Dari: Buku Sastra Sufi - Sebuah Antologi; dihimpun, diterjemahkan, dan disunting oleh Abdul Hadi WM. Penerbit Pustaka Firdaus, 1991)

Jumat, 25 Maret 2011

Menemukan Diri Sendiri

Apakah yang disebut sebagai ‘diri’? Anda mengerti segala sesuatu di dunia ini, tetapi tidak mengerti diri Anda sendiri? Kalau demikian, berarti Anda masih terlena dalam ‘tidur’ Anda.

Karena kita belum mengerti siapa diri kita sendiri, kita berhadapan dengan orang-orang beragama yang konyol, yang terlibat dalam pertentangan antaragama yang satu dengan agama yang lain. Mereka tidak mengenal siapa diri mereka, karena bila mereka mengenal diri mereka sendiri, maka tidak akan ada peperangan.

Siapakah yang hidup di dalam diri Anda? Merupakan sesuatu yang menakutkan bila Anda menyadari hal itu. Anda berpendapat bahwa Anda bebas, tetapi bukan mustahil gerak-gerik, pikiran, perasaan, keyakinan yang ada di dalam diri Anda berasal dari orang lain. Tidakkah itu merupakan hal yang mengerikan? Dan Anda tidak menyadarinya. Berbicara mengenai suatu kehidupan yang seperti mesin yang ditanamkan ke dalam diri Anda.

Perlu banyak kesadaran dari diri Anda untuk memahami bahwa mungkin kenyataan yang Anda sebut sebagai “saya” hanya sekadar tumpukan pengalaman masa lalu Anda, pengkondisian yang Anda alami, dan program yang dimasukkan ke dalam diri Anda.

Kesadaran tentang hal tersebut memang menyakitkan. Merupakan hal menyakitkan saat menyadari ilusi yang kita miliki hancur berkeping-keping. Itulah yang dimaksud dengan pertobatan, itulah yang dimaksud dengan ‘bangun.’
 
(Dari: Buku Awareness – Butir-Butir Mutiara Pencerahan, karya Anthony de Mello, S.J. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, 1999)

Kamis, 24 Maret 2011

Ciri Khas Dunia Modern



Seorang jurnalis minta kepada Sang Guru untuk menyebutkan satu hal yang menjadi ciri khas dunia modern.

Tanpa ragu Sang Guru menjawab, "Dari hari ke hari manusia tahu semakin banyak tentang alam raya, tetapi semakin sedikit tahu tentang dirinya."

Di depan seorang ahli falak yang memesona dengan keajaiban astronomi modern, Sang Guru tiba-tiba menyela, "Dari berjuta-juta benda asing di alam raya - lubang-lubang hitam yang disebut quasar dan pulsar - yang paling asing adalah diri si manusia." 

(Dari: Buku Sejenak Bijak, karya Anthony de Mello, S.J. Penerbit Kanisius, 1987)

"Pertempuran" Setiap Hari


Ego kita merupakan bagian terbesar dari diri kita, karena kita telah mengeluarkan begitu banyak tenaga dalam membangunnya, seperti halnya kita membangun rumah atau menggosok mobil. 

Umumnya, kita mencari tempat perlindungan dalam kecongkakan, yang dipicu oleh ego, dan mengira itu adalah kekuatan. Kenyataannya, ego adalah kelemahan untuk menutupi perasaan rendah diri yang bersemayam dalam hati. 

Kita semua berada di tengah perang yang bagaikan epik, dengan ego sebagai musuh kita. Setiap hari membawa kepada kita sebuah pertempuran baru. Dan padang pertempuran itu adalah di dalam diri sendiri.

(Dari: Buku Dalam Dunia Keheningan, karya Vijay Eswaran. Penerbit Buana Ilmu Populer, 2010)